adsense

May 03, 2020

Mush'ab bin Umair_LELAKI-LELAKI DI SEKITAR ROSULULLOH (Bagian ke 2)

Terima kasih Semoga bermanfaat Dan menjadi ladang pahala

Bagaikan samudra yang tenang dan dalam; laksana cahaya fajar yang ceria dan damai, ketulusan hati “Mush'ab Yang Baik" mampu menggerakkan lidahnya untuk mengeluarkan ucapan yang lembut, “Mengapa Anda tidak duduk dan mendengarkan dulu? Seandainya Anda menyukai, Anda dapat menerimanya. Sebaliknya. jika tidak, kami akan menghentikan apa yang Anda benci." 

Usaid adalah sosok yang berakal cerdas. Dalam hal ini, ia melihat bahwa Mush'ab mengajaknya berdialog dan meminta pertimbangan kepada hati nuraninya sendiri. Ia hanya dimohon bersedia mendengar, bukan lainnya. Jika ia menyetujui, ia akan membiarkan Mush'ab, dan jika tidak, Mush'ab berjanji akan meninggalkan kampung dan penduduknya untuk mencari tempat dan masyarakat lain, dengan tidak merugikan orang lain ataupun dirugikan. Ketika ltulah, Usaid menjawab, “Sekarang aku insaf." 

Dia pun melemparkan belatinya ke tanah dan duduk mendengarkan. Ketika Mush'ab membacakan ayat-ayat Al-Qur'an dan menguraikan seruan yang dibawa oleh Muhammad bin Abdullah (Nabi Muhammad), dada Usaid mulai terbuka dan bercahaya, berdetak mengikuti naik turunnya suara, serta meresapi keindahannya. Belum selesai Mush'ab menyampaikan uraiannya, Usaid sudah berseru kepadanya dan orang-orang yang bersamanya, “Alangkah indah dan benarnya ucapan itu. Apakah yang harus dilakukan oleh orang yang hendak masuk agama ini " 

Mereka pun menjawabnya dengan suara tahlil yang menggemuruh bagai hendak mengguncangkan bumi. Kemudian Mush'ab berkata kepada Usaid, “Hendaklah ia menyucikan badan dan pakaiannya, serta bersaksi bahwa tiada llah (yang berhak diibadahi) selain Allah." 

Setelah itu Usaid meninggalkan mereka, kemudian kembali dengan rambut yang masih meneteskan air sisa bersuci. Ia berdiri sambil menyatakan pengakuannya bahwa tiada Ilah (yang berhak diibadahi) selain Allah dan bahwa Muhammad itu utusan Allah. 

Berita keislaman Usaid pun cepat tersebar bagai cahaya.Keislamannya disusul oleh kehadiran Sa'ad bin Mu’adz. Setelah mendengar uraian Mush'ab, Sa'ad pun merasa puas dan masuk Islam. Langkah ini disusul oleh Sa'ad bin Ubadah. Dengan keislaman mereka bertiga. maka selesailah sudah persoalan dengan berbagai suku di Madinah. 

Warga Madinah saling berdatangan dan bertanya tanya antara sesama mereka, “Jika Usaid bin Al-Hudhair, Sa’ad bin Ubadah, dan Sa'ad bin Mu'adz telah masuk Islam, apalagi yang kita tunggu? Ayolah kita pergi kepada Mush'ab dan beriman bersamanya. Kata orang, kebenaran itu terpancar dari celah-celah giginya." 

Demikianlah, duta Rasulullah & yang pertama telah mencapai hasil gemilang. Keberhasilan yang memang wajar dan pantas diraih oleh Mush'ab.

Hari berganti hari dan tahun demi tahun terus berjalan hingga tiba waktu Rasulullah  bersama para sahabat beliau hijrah ke Madinah. Orang-orang Quraisy semakin terbakar oleh dendam. Mereka menyiapkan segala yang diperlukan untuk melanjutkan tindak kezaliman terhadap hamba hamba Allah yang saleh. Perang Badar meletus dan kaum Quraisy pun harus menelan pil pahit yang menghabiskan sisa-sisa pikiran sehat mereka. hingga mereka berusaha untuk menuntut balas. 

Setelah itu Perang Uhud menjelang dan kaum muslimin pun bersiap siap mengatur barisan. Rasulullah & berdiri di tengah barisan itu, menatap setiap wajah orang beriman, untuk memilih siapa di antara mereka yang berhak membawa bendera perang. Beliau pun memanggil “Mush'ab Yang Baik”, dan akhirnya ia tampil sebagai pembawa panji perang kaum muslimin. 

Peperangan berkobar dan berkecamuk dengan sengitnya. Namun, sayang, pasukan pemanah melanggar perintah Rasulullah. Mereka meninggalkan posisinya di puncak bukit setelah melihat orang orang musyrik mundur dan menderita kekalahan. Perbuatan mereka itu secepatnya mengubah suasana, hingga kemenangan kaum muslimin beralih menjadi kekalahan. Pasukan kaum muslimin dikagetkan oleh serangan balik pasukan berkuda Quraisy yang menyatroni mereka dari puncak bukit. Mereka diserang saat dalam keadaan lengah dengan pedang-pedang yang haus darah dan mengamuk bagai orang gila. 

Ketika musuh melihat barisan kaum muslimin porak poranda, mereka punmengalihkan serangan ke arah Rasulullah untuk membunuh beliau. Mush'ab bin Umair menyadari ancaman yang berbahaya tersebut. Dia pun mengangkat panji perang setinggi-tingginya dan bagaikan raungan singa ia bertakbir sekeras-kerasnya. Ia berjalan ke depan, melompat, mengelak dan berputar lalu menerkam. la memfokuskan semua upaya untuk menarik perhatian musuh kepadanya dan melupakan Rasulullah. Ia bertahan sendirian bagaikan satuan pasukan. 

Sungguh, walaupun seorang diri, Mush'ab bertempur laksana pasukan tentara besar. Sebelah tangannya memegang bendera bagaikan tameng kesaktian, sedangkan yang sebelah lagi menebaskan pedang dengan matanya yang tajam. Tetapi, musuh kian bertambah banyak, mereka hendak menyeberang dengan menginjak injak tubuhnya untuk mencapai posisi Rasulullah. 

Sekarang marilah kita perhatikan saksi mata yang akan menceritakan saat-saat terakhir dalam kehidupan Mush'ab bin Umair. Ibnu Sa'ad menuturkan, “Ibrahim bin Muhammad bin Syurahbil Al Abdari menceritakan kepada kami dari ayahnya yang berkata: 
Mush'ab bin Umair adalah pembawa bendera di Perang Uhud. Tatkala barisan kaum muslimin kocar kacir, Mush'ab tetap bertahan pada posisinya. lbnu Qami'ah datang berkuda, lalu menebas tangan kanannya hingga putus. Mush'ab mengucapkan, ‘Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang utusan. yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa utusan.' Kini ia memegang bendera dengan tangan kirinya sambil membungkuk melindunginya. Musuh pun menebas tangan kirinya itu hingga putus pula. 

Mush'ab membungkuk ke arah bendera. lalu dengan kedua pangkal lengan, ia mendekap bendera ke dada sambil mengucapkan, 'Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang utusan, dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa utusan.’ Musuh menyerangnya kembali dengan tombak, dan menusukkannya hingga patah. Mush'ab akhirnya gugur, dan bendera perang pun jatuh'."' 

Mush'ab gugur dan panji perang jatuh. la gugur sebagai bintang dan mahkota para syuhada. Hal itu dialaminya setelah mengarungi kancah pengorbanan dan keimanan dengan keberanian yang luar biasa. Saat itu Mush'ab yakin bahwa sekiranya ia gugur, tentu jalan para pembunuh akan terbuka lebar menuju Rasulullah & tanpa ada pembela yang akan melindungi beliau. 

Karena cintanya yang tiada terbatas kepada Rasulullah 3, dan cemas memikirkan nasib beliau bila seandainya ia gugur, maka setiap sabetan pedang menebas tangannya, ia mengucapkan, “Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang utusan, dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa urusan. " Kalimat yang kemudian dikukuhkan sebagai wahyu ini selalu diulang dan dibaca sampai selesai, hingga akhirnya menjadi ayat Al Qur'an yang selalu dibaca orang. 

Setelah pertempuran sengit itu selesai, jasad pahlawan ulung yang syahid itu ditemukan dalam keadaan terbaring dengan wajah menelungkup ke tanah digenangi oleh darahnya yang mulia. Tubuh yang telah kaku itu seolah-olah masih khawatir bila menyaksikan Rasulullah ditimpa bencana, sehingga wajahnya disembunyikan agar tidak melihat peristiwa yang sangat tidak ia inginkan itu. Atau, mungkin juga ia merasa malu karena telah gugur sebelum hatinya tenteram oleh kepastian akan keselamatan Rasulullah, sebelum ia selesai menunaikan tugasnya dalam membela dan mempertahankan Rasulullah. 

Wahai Mush'ab, cukuplah Allah bagimu. Namamu harum semerbak dalam kehidupan. 

Rasulullah bersama para sahabat meninjau medan pertempuran untuk menyampaikan kata perpisahan kepada para syuhada. Ketika sampai di tempat terbaringnya jasad Mush'ab, air mata beliau mengucur deras. Khabbab bin Al Arat menuturkan. "Kami hijrah bersama Rasulullah & dengan mengharap ridha Allah, maka Allah memberikan balasan kepada kami. Di antara kami ada yang meninggal dan belum mendapatkan balasan (dunia) sedikit pun; di antaranya adalah Mush'ab bin Umair yang gugur pada Perang Uhud. 

Kami tidak mendapatkan sesuatu untuk mengafaninya kecuali sepotong kain. Jika kami menutup kepalanya, kedua kakinya tersingkap dan jika kami menutup kakinya, kepalanya tersingkap. Nabi bersabda, ‘Tutupilah kepalanya dengan kain (mantel) dan tutuplah kakinya dengan idzkhir (rumput berbau harum yang biasa digunakan dalam
penguburan). 

Kepedihan yang mendalam memang dialami oleh Rasulullah atas terbunuhnya paman beliau, Hamzah, dan jasadnya dipotong-potong oleh orang-orang musyrik sedemikian rupa. Air mata beliau bercucuran dan hati beliau bergolak oleh duka. Medan pertempuran penuh dengan mayat para sahabat beliau yang masing masing bagi beliau merupakan panji-panji ketulusan, kesucian dan cahaya. Namun semua pemandangan yang menyedihkan itu tidak memalingkan Rasulullah untuk berhenti di dekat jasad duta beliau yang pertama untuk melepaskan kepergiannya dan mengungkapkan duka bela sungkawa. 

Rasulullah berdiri di depan jasad Mush'ab bin Umair dengan pandangan mata yang penuh dengan cahaya kesetiaan dan kasih sayang. Beliau membacakan ayat di hadapannya: 

"Dan di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepadaAllah." (Al-Ahzab: 23) 

Kemudian dengan penuh rasa iba beliau memandangi kain yang digunakan untuk menutupi jasadnya, seraya bersabda, “Ketika di Mekkah dulu, tidak ada seorang pun yang aku lihat yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripada dirimu. Namun sekarang, engkau (gugur) dengan rambutmu yang kusut masai dan hanya dibalut sehelai kain." 

Setelah itu pandangan beliau tertuju ke medan pertempuran dengan pemandangan ja'sad syuhada rekan rekan Mush'ab yang tergeletak di atasnya, Rasulullah bersabda, “Sungguh, Rasulullah akan menjadi saksi pada hari kiamat nanti bahwa kalian semua adalah syuhada di sisi Allah. " 

Kemudian beliau berpaling ke arah sahabat yang masih hidup dan bersabda, “Wahai manusia, berziarahlah dan berkunjunglah kepada mereka. Ucapkanlah salam untuk mereka. Demi Dzat yang jiwaku di Tangan Nya, tiada seorang muslim pun yang mengucapkan salam kepada mereka sampai hari kiamat, kecuali mereka pasti membalas salamnya." 

Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, wahai Mush'ab. 

Semoga keselamatan dilimpahkan kepada kalian, wahai para syuhada. 

Semoga keselamatan, kerahmatan, dan keberkahan dilimpahkan kepada kalian semua.“

No comments: