adsense

September 04, 2008

Hal-hal Yang Membatalkan Puasa Yang Mewajibkan Qadla' Sekaligus Kafarat

Membayar "kafarah" yaitu dengan cara memerdekakan budak, atau puasa dua bulan berturut-turut jika tidak menemukan budak, atau memberi makan enam puluh fakir miskin jika tidak mampu puasa.
Namun pada zaman sekarang ini, karena perbudakan sudah tidak ada, maka cukup berpuasa dua bulan berturut-turut, dan jika tidak mampu (karena sakit atau hal-hal yang menghalangi lainnya) maka harus memberi makan enam puluh fakir miskin
--editor------
A. Madzhab Hanafi
Ada sekitar 22 hal yang mengharuskan membayar qadha' dan kafarah sekaligus. Ketentuan ini berlaku bagi orang mukallaf (orang yang sudah punya hak dan kewajiban dalam konstitusi hukum) yang melakukan niatnya pada malam hari kemudian membatalkan puasanya (dengan melakukan salah satu 22 hal tersebut) dengan sengaja, tanpa keterpaksaan, dan tidak ada hal lain yang menghalangi puasa seperti sakit atau bepergian.
Adapun jika seorang yang melakukakan salah satu 22 hal tersebut adalah anak kecil yang belum mukallaf, atau tidak melakukan niat pada malam harinya, baik puasa qadha` atau puasa-puasa lain di luar Ramadhan, karena dia lupa atau keliru, karena terpaksa atau darurat, atau ada hal lain yang boleh membatalkan puasa, maka ia tidak wajib membayar kafarah, namun hanya cukup meng-qadha' saja.
Keduapuluh-dua hal tersebut dapat diklasifikasikan dalam dua kategori:
  1. Memakan-meminum makanan-minuman atau obat-obatan tanpa ada halangan (udzur) yang sah. Makanan-minuman di sini meliputi hal-hal yang biasa dimakan-minum, seperti daging dan makanan berlemak lainnya, baik yang mentah, masak, atau kering. Begitu juga buah-buahan dan sayuran. Meliputi pula makanan yang tidak biasa dimakan seperti daun anggur, kulit semangka, dll. Dan masuk dalam kelompok obat-obatan adalah hal-hal yang membahayakan kesehatan seperti rokok, narkoba, dll.Termasuk dalam kategori pertama ini, makan dengan sengaja karena ia menyangka puasanya telah batal. Misalnya ia sengaja makan setelah ia mengumpat orang lain, karena ia menduga bahwa umpatan itu membatalkan puasa. Atau ia sengaja makan setelah berbekam, menyentuh atau mencium dengan syahwat, bercumbu tanpa keluar mani, dll.Masuk dalam kategori ini juga menelan air hujan yang masuk ke mulut dan menelan air liur isteri untuk kenikmatan.
  2. Melampiaskan nafsu seksual secara sempurna, yaitu berhubungan seksual melalui alat kelamin atau anus --baik pelaku maupun obyek--, meskipun hanya bersentuhan alat kelamin tanpa keluar mani. Namun dengan syarat obyeknya orang yang mengundang syahwat. Begitu pula jika seorang perempuan melakukan kontak seksual dengan anak kecil atau orang gila, maka perempuan tersebut tetap harus membayar kafarah.

Adapun dalil hukumnya adalah hadits yang menceritakan kejadian orang badui yang bersenggama dengan isterinya pada siang hari Ramadhan. Nabi lantas mewajibkan mereka membayar kafarah yaitu dengan cara memerdekakan budak, atau puasa 2 bulan berturut-turut jika tidak menemukan budak, atau memberi makan 60 fakir miskin jika tidak mampu puasa.

B. Madzhab Maliki
Imam Malik hanya menyempitkan konsekuensi qadha' sekaligus kafarah hanya pada pelanggaran puasa bulan Ramadhan saja, yaitu antara lain:
  1. Bersetubuh dengan sengaja baik dengan manusia atau hewan, meskipun tidak keluar mani. Baik dengan isterinya atau wanita lain. Karena hal itu merupakan penghinaan terhadap kemulyaan bulan Ramadhan. Meski inisiatif senggama datang dari si wanita, baik istrinya sendiri atau orang lain, kewajiban kafarah tetap dikenakan pada dua-duanya. Namun jika sang wanita disetubuhi ketika sedang tidur atau diperkosa, maka wanita tersebut bebas dari kafarah. Dan jika bersenggama karena lupa, tidak tahu, atau dipaksa, maka ia tidak berkewajiban membayar kafarah. Karena kafarah pada esensinya adalah akibat pelanggaran kehormatan bulan Ramadhan.
  2. Mengeluarkan mani akibat berciuman; bercumbu tanpa bersetubuh; memandang atau membayangkan (sesuatu yang mengundang syahwat) dalam tempo waktu yang disengaja sementara dia sadar akan kebiasaannya keluar mani akibat melakukan hal seperti itu; memandang dan mengangan dalam sekilas waktu dan dia sadar kebiasaanya mengeluarkan mani dengan sekedar melakukan hal seperti itu.Namun jika keluar mani dikarenakan memandang atau membayangkan padahal tidak biasanya dia keluar mani karena melakukan hal itu; atau memang biasa keluar mani/madzi dengan hanya memandang atau membayangkan, maka ia tidak wajib membayar kafarah.
  3. Makan dan minum dengan sengaja. Demikian juga menelan apa saja (walaupun sesuatu yang tidak lazim dimakan) yang telah sampai di tenggorokan; dan muntah dengan sengaja kemudian menelannya kembali meski tanpa sengaja. Karenanya, kalau seseorang batal puasa karena lupa maka ia tidak wajib membayar kafarah. Begitu juga halnya hal-hal yang masuk ke perut atau rongga badan lainnya yang tidak melalui mulut. Karena pada dasarnya yang mwajibkan kafarah itu adalah faktor kesengajaan merusak kemulyaan bulan Ramadhan.
  4. Berniat membatalkan puasa di pagi hari, meski setelah itu ia berniat lagi.
  5. Sengaja membatalkan puasa tanpa ada udzur seperti sakit, bepergian, haid bagi wanita.
C. Madzhab Syafi`i
Hanya satu hal yang mewajibkan qadha', kafarah, dan ta`zir (hukuman) serta tetap diwajibkan menahan (dari apa yang membatalkan puasa) selama sisa hari mana ia membatalkan puasanya, yaitu bersenggama pada siang hari Ramadhan dengan kriteria sebagai berikut:
  1. Ia telah berniat puasa pada malam harinya. Jika ia tidak berniat maka puasanya tidak sah dan ia harus menahan diri.
  2. Adanya faktor kesengajaan.
  3. Tidak terpaksa.
  4. Sadar dan tahu akan keharaman bersetubuh di siang hari Ramadhan.
  5. Terjadi pada siang hari Ramadhan. Kalau itu terjadi puasa wajib selain Ramadhan, maka tidak dikenai sanksi.
  6. Tidak mengerjakan hal yang membatalkan puasa sebelumnya. Sehingga jika ia makan lebih dahulu kemudian bersenggama, ia tidak terkena sanksi ini. Begitu juga jika telah melakukan percumbuan (yang membatalkan puasa) selain bersetubuh.
  7. Ia seorang mukallaf yang tidak mempunyai 'udzur berpuasa. Karenanya anak kecil, orang yang bepergian (musafir) yang membatalkan puasanya dengan bersetubuh, dan orang sakit (yang mencapai udzur puasa) tidak dikenai sanksi tersebut di atas.
  8. Yakin bahwa puasanya sah. Maka tidak ada kafarah bagi orang yang sengaja bersenggama yang menduga bahwa puasanya telah batal.
  9. Tidak keliru. Karenanya, jika seseorang bersetubuh karena menduga waktu masih malam, belum datang Subuh, tidak wajib baginya kafarah.
  10. Tidak menjadi gila atau meninggal dunia seusai ia bersenggama.
  11. Persenggamaan tersebut memang benar-benar atas dasar kehendak dan suka sama suka. Sehingga seandainya si lelaki/perempuan diperkosa, dengan cara melemahkan badannya agar tak mampu berontak, atau dengan cara apa saja, maka kafarah hanya wajib bagi si pemerkosa.
  12. Persenggamaan benar terjadi, minimal dengan masuknya kepala penis ke liang vagina.
    Persenggamaan tersebut dilakukan pada lubang kemaluan, baik itu anus, dengan sesama jenis, orang mati, atau binatang. Adapun persenggamaan bukan pada lubang kemaluan (seperti oral seks), tidak mewajibkan kafarah.
D. Madzhab Hanbali
Orang yang bersenggama pada siang hari Ramadhan, tanpa ada 'udzur puasa sebelumnya, baik itu dilakukan di vagina atau anus, baik manusia atau binatang, orang hidup atau mati, mengeluarkan mani atau tidak, dengan sengaja atau lupa, secara salah, tidak tahu, suka sama suka atau terpaksa, baik ketika dipaksa dia sadar ataupun tertidur, tetap diharuskan membayar kafarah. Sebab Rasul dalam riwayatnya Abu Hurairah, tidak menjelaskan kepada penanya yaitu seorang Badui, mengenai detail persengamaan. Jika memang hukumnya berbeda di masing-masing kondisi, tentunya Rasul akan menjelaskan masing-masing keadaan. Seolah-olah Nabi berkata pada Badui tersebut, "Jika kamu telah bersenggama, maka kamu harus membayar kafarah".
CATATAN:
  1. 'Udzur-'udzur puasa seperti sakit, bepergian, gila, murtad, dll, yang terjadi setelah persenggamaan tidak menggugurkan kewajiban kafarah. Karena pelanggaran terhadap kemulyaan Ramadhan telah terjadi sebelumnya.
  2. Jumlah kafarah tergantung jumlah pelanggaran. Barang siapa yang melakukan persenggamaan dua hari berturut-turut, maka ia harus membayar dua kafarah.

Dirangkum dari buku: THE ISLAMIC JURISPRUDENCE AND ITS EVIDENCES, Jilid III, karya Prof. Dr. Wahbah Al Zuhaily. (Tim penerjemah: Hendra Suherman, Eva Fachrunnisa, Ali Mu'in Amnur, dan Zaimatussa'diyah)

September 03, 2008

Pahala Shalat Tarawih di bulan Puasa

Menurut Ali bin Abu Thalib RA,yang pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang ibadah shalat tarawih dibulan Puasa,Allah menjanjikan. .....
Malam ke...
  1. Allah Menghapuskan dosa anda,seperti anda baru lahir dari perut sang Ibu.
  2. Allah menghapuskan dosa Anda & dosa kedua orangtua anda,bila merekamukmin.
  3. Malaikat dari Arsy mohon kepada Allah agar diterima ibadah anda,sertadihapuskan dosa-dosa anda yang telah lewat.
  4. Diberikan pahala kepada anda sebagaimana pahala orang-orang yang telahmembaca Turat,Injil, Zabur,dan Alqur'an.
  5. Diberikan pahala kepada anda sebagaimana pahala orang yang menjalankanshalat dimasjidilharam Mekkah,Mesjid Nabawi Medinah,serta Mesjid AqshaJerussalem.
  6. Diberikan pahala kepada anda sebagaiman pahala mereka yg tawafdi baitulmakmur serta seluruh batu & bata pada bangunan itu memintaampunan atas dosa-dosa anda.
  7. Diberikan pahala kepada anda seperti pahala org yg ikut Nabi Musa Asmelawan fir'aun dan Haman.
  8. Diberikan pahala kepada anda seperti Allah berikan pahala kepada Nabi Ibnrahim AS.
  9. Akan diberikan pahala kepada anda sesuai dengan ibadah seorang Nabi.
  10. Allah akan memberikan kebahagian didunia & akhirat
  11. Akan dihapuskan dosa anda bila anda meninggal,seperti baru keluar dariperut Ibu.
  12. Pada hari Kiamat,anda akan bangkit dgn muka cemerlang seperti bulan.
  13. Pada hari kiamat,anda kan bebas dr ketakutan yg membuat manusia sedih.
  14. Para malaikat memberi kesaksian shlat tarawih anda& Allah tdk menghisapanda lagi
  15. Anda akan menerima Shalawat dari para Malaikat,termasuk MalaikatPenjaga Arsy dan Kursi
  16. Anda akan mendpt tulisan"SELAMAT" dari Allah,anda bebas masuk Surga & Lepas dari api Neraka.
  17. Allah akan memberi pahala kepada anda sesuai pahala para Nabi.
  18. Malaikat akan memohon kepada Allah agar anda & Orangtua anda selalumendapat restu.
  19. 19 Allah akan mengangkat derajat anda ke Firdaus(Surga yg Tinggi).
  20. Diberikan pahala kepada anda sesuai pahala para Syuhada dan Salihin.
  21. Allah Akan membuatkan sebuah bangunan dari cahaya untuk anda diSurga
  22. Anda akan merasa aman & bahagia pada hari kiamat,karena anda terhindardari rasa takut yang amat sangat.
  23. Allah akan membuatkan sebuah kota untuk anda didalam Saurga
  24. Allah akan mengabulkan 24 permohonan anda selagi anda masih hidupdi dunia.
  25. Anda akan bebas dari siksa kubur.
  26. Allah akan mengangkat derajat amal kebaikan anda sebagaimana derajatamal kebaikan anda selama 40 tahun.
  27. Anda akan secepat kilat bila melewati Siratalmustakim nanti.
  28. Akan dinaikan derajat 1.000 Kali oleh Allah didalam Surga kelak.
  29. Allah akan memberikan pahala kepada anda seperti anda menjalani ibadahhaji 1.000 Kali yg diterima Allah(Haji Mabrur).
  30. Allah akan meyuruh kepada anda utk memakan sebuah buag diSurga,minumair Kausar,mandi air Salsabi(Air Surga).Krena Allah Tuhan Anda,dan Anda hamba Allah yg setia.

September 01, 2008

Hal-hal Yang Membatalkan Puasa Yang Hanya Mewajibkan Qadla' (Tidak Kafarat)

Hal-hal yang membatalkan puasa ada dua macam:

  1. yang mewajibkan qadla' saja (tidak kafarat)

  2. yang mengharuskan qadla' dan kafarat.

Kali ini, kita akan menampilkan yang pertama, yang mewajibkan qadla' saja, menurut 4 mazhab besar : Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hanbaliyah.

A. Mazhab Hanafiyah

Hal-hal yang membatalkan puasa, dalam mazhab Hanafiyah ini terbagi ke dalam 3 kelompok besar. Pertama, memakan/menelan/meminum sesuatu yang tidak selayaknya ia makanan. Masuk dalam kelompok ini adalah hal-hal berikut:

  • memakan beras mentah.
  • makan adonan tepung yang tidak dimasak.
  • menelan obat-obatan (tanpa maksud yang jelas).
  • Memakan buah yang belum masak.
  • Memakan sisa-sisa makanan di mulut sebesar kacang Arab (sama dengan setengahnya kacang tanah).
  • Memakan garam banyak dengan sekali telan juga mewajibkan qadla' (tidak kafarat), berbeda jika menelannya sedikit-sedikit, maka selain qadla' puasa ia juga wajib membayar kafarat.
  • Memakan biji-bijian.
  • Memakan/menelan kapas, kertas atau kulit, kerikil, besi, debu, batu, uang kertas/perak atau sejenisnya.
  • Memasukkan air atau obat ke dalam tubuh dengan cara menyuntukkan melalui lubang kemaluan, hidung, atau tenggorokan.
  • Meneteskan minyak ke dalam telinga (bukan air, karena air tidak bisa meresap lebih jauh ke dalam).
  • Masuknya air hujan atau salju ke dalam tenggorokan tanpa sengaja, dan dia tidak menelannya.
  • Sengaja muntah-muntah, atau mengeluarkan muntah dengan paksa lantas ditelankannya kembali, jika muntahannya itu memenuhi mulut; atau walaupun tidak sampai memenuhi mulut namun yang kembali tertelan minimal menyamai biji kacang Arab, sementara dia sadar bahwa dia puasa. Namun jika muntahan itu terjadi dengan tanpa sengaja; atau kalaupun muntah secara disengaja namun muntahannya tidak memenuhi mulutnya; atau saat muntah dia lupa bahwa dia sedang puasa; atau muntahannya itu berupa lendir, tidak makanan; maka puasanya tidak batal. Ini berdasar hadis "Barang siapa muntah dengan tanpa sengaja maka dia tidak wajib mengqadla, namun jika sengaja muntah-muntah maka diwajibkan mengqadla".

***

Jenis kedua adalah memakan/meminum/menelan makan-makanan atau obat-obatan karena ada udzur, baik itu berupa penyakit, dipaksa, memakan/meminum/menelan secara keliru, atau karena menyepelekan, atau karena samar. Masuk dalam kategori ini adalah hal-hal berikut ini:

  • Masuknya air kumur ke dalam perut secara tak sengaja.
  • Berobat dengan cara membedah tubuh bagian kepala atau perut, lantas obat yang dimasukkan mencapai otak atau perut.
  • Orang tidur yang dimasuki air ke dalam tubuhnya dengan sengaja.
  • Orang perempuan yang membatalkan puasanya dengan alasan khawatir sakit karena melaksanakan suatu pekerjaan.
  • Makan atau bersenggama secara syubhat/samar, setelah ia melakukan hal itu (makan atau senggama) karena lupa.
  • Makan setelah ia berniat puasa pada siang hari.
  • Seorang musafir (orang yang bepergian) yang makan saat niat puasanya dilakukan pada malam hari setelah ia memutuskan untuk menetap (mukim) di tempat ia berada.
  • Makan/minum/senggama pada saat fajar telah terbit, namun ia ragu apakah fajar telah terbit.
  • Makan/minum/senggama pada saat matahari belum terbenam, namun ia menyangka bahwa matahari telah terbenam (telah maghrib).

CATATAN

Seorang yang makan atau melakukan hubungan badan sejak sebelum terbitnya fajar, kemudian fajar terbit, maka jika ia langsung menghentikannya atau memuntahkan makanan yang ada di mulutnya, maka hal tersebut tidak membatalkan puasanya.

***

Jenis ketiga adalah pelampiasan nafsu seks/birahi secara tak sempurna. Masuk dalam kategori ini adalah hal-hal berikut:

  • Keluarnya mani dikarenakan berhubungan badan dengan mayit atau binatang atau anak kecil yang belum menimbulkan syahwat.
  • Keluarnya mani karena berpelukan atau adu paha.
  • Keluarnya mani karena ciuman atau rabaan.
  • Perempuan yang disetubuhi saat ia tertidur.
  • Perempuan yang menetesi kemaluannya dengan minyak.
  • Memasukkan jari yang dibasahi dengan minyak atau air kedalam anus, lantas air atau minyak itu masuk ke dalam.
  • Bercebok sehingga ada air yang masuk ke dalam melalui anus.
  • Memasukkan sesuatu sampai tenggelam seluruhnya (kapas, kain, atau jarum suntik, dll) ke dalam anus.(Jika tidak tenggelam seluruhnya, maka tidak membatalkan puasa)
  • Perempuan yang memasukkan jarinya yang dibasahi dengan minyak atau air ke dalam vaginanya bagian dalam.

***

B. Mazhab Malikiyah

Dalam mazhab ini, hal-hal yang mewajibkan qadla' (tanpa kafarat) ada 3 kategori berikut ini:

  • Membatalkan puasa-puasa fardlu (seperti qadla' Ramadlan, puasa kafarat, puasa nadzar yang tidak tertentu, puasanya orang yang haji tamattu' dan qiraan yang tidak membayar denda). Adapun puasa nadzar yang ditentukan, semisal bernadzar puasa hari/beberapa hari/bulan tertentu, jika dia membatalkan puasanya itu karena udzur seperti haidl, nifas, ayan, gila, sakit, dll, maka ia tak wajib mengqadla'. Namun jika uzdurnya sudah hilang sementara apa yang dinadzarkannya masih tersisa, maka ia wajib melakukan puasa pada hari yang tersisa itu.
  • Membatalkan puasa dengan sengaja pada puasa Ramadhan, selama syarat-syarat wajibnya kafarat tak terpenuhi. Seperti batalnya puasa karena udzur seperti sakit; atau karena udzur yang menghilangkan dosa seperti lupa, kesalahan, keterpaksaan; batalnya puasa karena keluarnya madzi atau mani karena melamun/melihat/memikir-mikir (sesuatu yang menimbulkan syahwat), dengan tanpa berlebihan, namun kebiasaannya keluar mani pada saat berhenti dari tindakan itu. Singkatnya, semua puasa wajib yang dibatalkannya wajib baginya mengqadla, kecuali puasa nadzar tertentu yang dibatalkannya karena udzur.
  • Membatalkan puasa dengan sengaja pada puasa-puasa sunat. Karena menurut mazhab ini, melakukan suatu ibadah sunat, hukumnya wajib melakukannya sampai sempurna. Jika dibatalkan secara sengaja maka harus mengqadlanya, dan jika tanpa jika batalnya karena udzur tidak wajib mengqadlanya.

Kesimpulannya, seseorang yang membatalkan puasa (semua jenis puasa) dengan sengaja maka ia wajib mengqadlanya, dan tidak wajib membayar kafarat kecuali pada puasa Ramadhan saja. Dan barang siapa yang batal puasanya (jenis apa saja) karena lupa, wajib baginya mengqadla (tidak kafarat), kecuali pada puasa sunat (tidak wajib qadla' tidak pula kafarat).

***

Adapun hal-hal yang bisa membatalkan puasa, dalam mazhab ini, ada 5 hal:

  • Bersengga yang mewajibkan mandi.
  • Keluarnya mani atau madzi karena ciuman, belaian, dan melihat/memikir-mikir (sesuatu yang menimbulkan syahwat) dan itu dilakukannya dengan sengaja dan terus-terusan.
  • Muntah-muntah secara sengaja, baik muntahannya itu memenuhi mulut atau tidak. Namun jika muntah itu terjadi secara tak sengaja maka tak membatalkan puasanya, kecuali jika ada muntahannya yang kembali masuk ke perut walau tak sengaja (maka batallah puasanya).
  • Sampainya sesuatu yang cair ke tenggorokan melalui mulut, hidung, atau telinga, baik itu secara sengaja, lupa, kesalahan, atau keterpaksaan. Seperti air kumur atau saat gosok gigi. Masuk dalam kategori hukum cairan ini juga, dupa dan kemenyan jika dihirup kuat-kuat sehingga masuk ke tenggorokan, asap yang diketahui (seperti rokok-pent), bercelak dan berminyak rambut pada siang hari jika rasanya sampai ke tenggorokan, jika tidak sampai ke tenggorokan tidak membatalkan puasa. Sebagaimana ia tak membatalkan puasa, jika hal itu dilakukannya pada malam hari).
  • Sampainya sesuatu ke pencernaan, baik zat cair atau tidak, melalui mulut, hidung, mata atau pangkal rambut, baik masuknya dengan disengaja, keliru, lupa atau terlanjur. Adapun suntikan pada lobang kelamin laki-laki tidak membatalkan puasa. Begitu juga halnya mengkorek-korek lubang telinga, juga menelan sisa-sisa makanan yang masih menempel di antara gigi-gigi tidak membatalkan puasa, meskipun itu dilakukan dengan sengaja.

Demikian pula masuknya segala sesuatu, baik berupa cairan atau tidak, ke dalam pencernaan melalui lubang-lubang (menuju dalam tubuh) yang berada di atas perut, baik lubang tersebut lebar atau sempit, membatalkan puasa dan wajib mengqadlanya. Beda dengan sesuatu yang masuk melalui lubang bawah (perut), ia baru dianggap membatalkan puasa jika lubang bawah itu lebar (seperti lubang anus dan kelamin perempuan), dan barang yang masuk itu berupa zat cair (tidak benda yang keras).

Singkatnya, qadla' itu wajib bagi orang yang membatalkan puasa-puasa wajib, baik itu dilakukannya dengan sengaja, lupa, keterpaksaan; baik pembatalannya itu haram, boleh, atau wajib seperti orang yang membatalkan puasanya karena kekhawatirannya akan sesuatu yang fatal (jika ia puasa); baik pembatalan itu juga mewajibkan kafarat atau tidak; baik puasa fardhu itu asli atau puasa nadzar.

Dirangkum dari buku: THE ISLAMIC JURISPRUDENCE AND ITS EVIDENCES, Jilid III, karya Prof. Dr. Wahbah Al Zuhaily. (Tim penerjemah: Hendra Suherman, Eva Fachrunnisa, Ali Mu'in Amnur, dan Zaimatussa'diyah)