adsense

October 27, 2020

SEPENGGAL KISAH ORANG TUA SHALAHUDDIN Al AYYUBI (Sang Ksatria Baitul maqdis)

Terima kasih Semoga bermanfaat Dan menjadi ladang pahala
Dari ayah dan ibu yang mencintai Allah, lahirlah putra terbaik.

Najmuddin Ayyub penguasa Tikrit belum menikah dalam waktu yang lama. Maka, bertanyalah saudaranya Asaduddin syerkuh, "Saudaraku, mengapa kamu belum menikah?" Najamuddin menjawab, "Aku belum mendapatkan yang cocok." Asaduddin berkata, "Maukah aku lamarkan seorang untukmu? " Dia berkata, "siapa?" Ia menjawab, "Puteri Malik Syah anak sultan Muhammad bin Malik Syah Raja bani Saljuk atau putri Nidzamul Malik duluh menteri dari para menteri agung zaman Abbasiyah."

Najmudidin berkata, "mereka tidak cocok untukku. Heranlah Asaduddin Syerkuh. ia berkata, "Lantas, siapa yang cocok bagimu?"
Najmuddin menjawab, "AKU MENGINGINKAN SEORANG ISTRI YANG SHALIHAH YANG BISA MENGGANDENG TANGANKU KE SURGA DAN MELAHIRKAN ANAK YANG DIA TARBIYAH DENGAN BAIK HINGGA JADI PEMUDA DAN KSATRIA SERTA MAMPU MENGEMBALIKAN BAITUL MAQDIS KE TANGAN KAUM MUSLIMIN." Waktu itu, Baitul Maqdis dijajah oleh pasukan salib dan Najmuddin masa itu tinggal di Tikrit, Irak. Yang berjarak jauh dari lokasi tersebut. Namun, hati dan pikirannya senantiasa terpaut dengan Baitul Maqdis. 

Impiannya adalah menikahi istri yang shalihah dan melahirkan ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis ke pangkuan kaum muslimin. 

Asaduddin tidak terlalu heran dengan ungkapan saudaranya,ia berkata, "Di mana kamu bisa mendapatkan yang seperti itu?" Najmuddin menjawab, "Barang siapa yang ikhlas niat karena Allah, akan Allah karuniakan pertolongan."

Maka, pada suatu hari, Najmuddin duduk bersama seorang Syaikh di masjid Tikrit dan berbincang bincang. Datanglah seorang gadis memanggil Syaikh dari balik tirai dan Syaikh tersebut minta izin Najmuddin untuk bicara dengan si gadis. Najmuddin mendengar Syaikh berkata pada si gadis. "Kenapa kau tolak utusan yang datang kerumahmu untuk meminangmu?"

Gadis itu menjawab, "Wahai, Syaikh. ia adalah sebaik baik pemuda yang punya ketampanan dan kedudukan, tetapi ia tidak cocok untukku." Syaikh berkata, "Siapa yang kau inginkan?" Gadis itu menjawab, "AKU MENGINGINKAN SEORANG PEMUDA YANG MENGGANDENG TANGANKU KE SURGA DAN MELAHIRKAN DARINYA ANAK YANG MENJADI KSATRIA YANG AKAN MENGEMBALIKAN BAITUL MAQDIS KEPADA KAUM MUSLIMIN. 

Dia cocok untukku! Najmuddin bagai disambar petir saat mendengar kata kata wanita dari balik tirai itu.

Allahu Akbar! Itu kata kata yang sama yang di ucapkan Najmuddin kepada saudaranya. Sama persis dengan kata kata yang di ucapkan gadis itu kepada Syaikh.

Bagaimana mungkin ini terjadi kalau tak ada campur tangan Allah yang maha Kuasa? Najmuddin menolak putri Sultan dan menteri yang punya kecantikan dan kedudukan. Begitu juga gadis itu menolak pemuda yang punya kedudukan dan ketampanan. 

Apa maksud ini semua? Keduanya menginginkan tangan yang bisa menggandeng ke surga dan melahirkan darinya Ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis ke pangkuan kaum muslimin. Seketika itu Najmuddin berdiri dan memanggil sang Syaikh, "Aku ingin menikah dengan gadis itu."

Syaikh mulanya kebingungan. Namun, akhirnya beliau menjawab dengan heran, "Mengapa? Dia gadis kampung yang miskin."

Najmuddin berkata, "ini yang aku inginkan. Aku ingin istri salihah yang menggandeng tanganku ke surga dan melahirkan anak yang dia didik jadi ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis kepada kaum muslimin. 

Maka menikahlah Najmuddin Ayyub dengan gadis itu. Tak lama kemudian, lahirlah putra Najmuddin yang menjadi ksatria yang mengembalikan Baitul Maqdis ke haribaan kaum muslimin. Anak itu lahir di benteng Tikrit, Irak tahun 532 H/1137 M. Namanya adalah Yusuf bin Najmuddin al-Ayyubi atau di kenal dengan Nama SHALAHUDDIN AL AYYUBI. 

Seorang pemimpin, ulama dan penakluk Yerussalem setelah 88 tahun dikuasia serdadu perang salib. Dimana tepat pada 2 Oktober 1187 pertempuran Hattun, Baitul Maqdis akhirnya kembali jatuh kepangkuan umat Islam melalui kepemimpinan pahlawan besar Islam Shalahuddin al-Ayyubi. Ma sya Allah!!
Allahu Akbar. 

Dari Sumber buku 
 @Muslimah Negarawan Ustadzah Fika Komara