adsense

October 22, 2020

KISAH UWAIS AL QARNI MERINDUKAN RASULULLAH

Terima kasih Semoga bermanfaat Dan menjadi ladang pahala


Pemuda bernama Uwais Al-Qarni tinggal dinegeri Yaman. Uwais adalah seorang yang terkenal fakir, hidupnya sangat miskin. Uwais Al-Qarni adalah seorang anak yatim. Bapaknya sudah lama meninggal dunia. Ia hidup bersama ibunya yang telah tua lagi lumpuh. Bahkan, mata ibunya telah buta. Kecuali ibunya, Uwais tidak lagi mempunyai sanak family sama sekali.

Dalam kehidupannya sehari-hari, Uwais Al-Qarni bekerja mencari nafkah dengan menggembalakan domba-domba orang pada waktu siang hari. Upah yang diterimanya cukup buat nafkahnya dengan ibunya. Bila ada kelebihan, terkadang ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti dia dan ibunya. Demikianlah pekerjaan Uwais Al-Qarni setiap hari.

Uwais Al-Qarni terkenal sebagai seorang anak yang taat kepada ibunya dan juga taat beribadah. ia seringkali melakukan puasa disiang hari, Bila malam tiba, dia selalu berdoa, memohon petunjuk kepada Allah.

 Alangkah sedihnya hati Uwais Al-Qarni setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka telah bertemu dengan Nabi Muhammad, sedang ia sendiri belum pernah berjumpa dengan Rasulullah. Berita tentang Perang Uhud yang menyebabkan Nabi Muhammad mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya, telah juga didengar oleh Uwais Al-Qarni. 

Hari demi hari berlalu, dan kerinduan Uwais untuk menemui Nabi saw semakin dalam. Hatinya selalu bertanya-tanya, kapankah ia dapat bertemu Nabi Muhammad saw dan memandang wajah beliau dari dekat? Ia rindu mendengar suara Nabi saw, kerinduan karena iman.

Tapi bukankah ia mempunyai seorang ibu yang telah tua renta dan buta, lagi pula lumpuh? Bagaimana mungkin ia tega meninggalkannya dalam keadaan yang demikian? Hatinya selalu gelisah. Siang dan malam pikirannya diliputi perasaan rindu memandang wajah nabi Muhammad saw.

Akhirnya, kerinduan kepada Nabi saw yang selama ini dipendamnya tak dapat ditahannya lagi. Pada suatu hari ia datang mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinyadan mohon ijin kepada ibunya agar ia diperkenankan pergi menemui Rasulullah di Madinah. Ibu Uwais Al-Qarni walaupun telah uzur, merasa terharu dengan ketika mendengar permohonan anaknya. Ia memaklumi perasaan Uwais Al-Qarni seraya berkata, 

“pergilah wahai Uwais, anakku! Temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa dengan Nabi, segeralah engkau kembali pulang.”

Betapa gembiranya hati Uwais Al-Qarni mendengar ucapan ibunya itu. Segera ia berkemas untuk berangkat. Namun, ia tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkannya, serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sembari mencium ibunya, berangkatlah Uwais Al-Qarni menuju Madinah.

Setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Uwais Al-Qarni sampai juga dikota madinah. Segera ia mencari rumah nabi Muhammad saw. Setelah ia menemukan rumah Nabi, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam, keluarlah seseorang seraya membalas salamnya. Segera saja Uwais Al-Qarni menanyakan Nabi saw yang ingin dijumpainya. Namun ternyata Nabi tidak berada dirumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran. Uwais Al-Qarni hanya dapat bertemu dengan Siti Aisyah ra, istri Nabi saw. Betapa kecewanya hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk berjumpa langsung dengan Nabi saw, tetapi Nabi saw tidak dapat dijumpainya.

Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggukedatangan Nabi saw dari medan perang. Tapi, beliau teringat akan pesan ibunya sudah tua dan senantiasa dalam keadaan tidak sehat itu, agar ia cepat pulang. Disebabkan ketaatankepada ibunya, pesan ibunya itu telah mengalahkan suara hati untuk menunggu Nabi saw.
Ia akhirnya memohon kepada Sayyidatina Aisyah r.a. untuk pulang.Sepulangnya dari perang, Nabi saw langsung bertanya tentang kedatangan orang yangmencarinya. Nabi Muhammad saw menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taatkepada ibunya. Beliau adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar
perkataan baginda Rasulullah saw, Sayyidatina Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegunseketika. Lalu Sayyidatina Aisyah r.a. berkata :
"memang benar ada seseorang telah datang
mencari Rasulullah saw tetapi orang itu segera pulang ke Yaman, kerana teringat akan ibunyayang sudah tua dan sakit sehingga beliau bimbang meninggalkan ibunya terlalu lama.
Rasulullah saw bersabda: 
"Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni),perhatikanlah bahawa ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.

Sesudah itu baginda saw, memandang kepada Sayyidina Ali dan Sayyidina Umar lalubersabda:
"Apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya untuk kaliankarena dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi.

Suatu ketika, Uwais al-Qarni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah.
Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, bersegeralah khalifah Umar r.a. dansayyidina Ali r.a. mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersamamereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjagaunta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, mereka berdua bergegasmenemui Uwais al-Qarni. Sesampainya di tempat Uwais, Khalifah Umar r.a. dan SayyidinaAli r.a. memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan solat. Setelah
mengakhiri solatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman.

Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikankebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan
oleh baginda Nabi saw. Dan memang benar! tanda itupun nampak dari telapak tangan Uwais. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali r.a. memohon agar Uwais berkenan berdoa untukmereka.


Kisah Khalifah Umar bin Abdul Aziz Memuliakan Buruh

Terima kasih Semoga bermanfaat Dan menjadi ladang pahala

Umar bin Abdul Aziz atau Umar II adalah khalifah ke-VIII dari Dinasti Umayyah. Ia begitu populer dalam sejarah Islam. Namanya harum sebagai sufinya Dinasti Umayyah lantaran pribadinya yang saleh dan zuhud. Kebijakan-kebijakan populisnya selama memimpin, menjadikannya sebagai pemimpin besar yang begitu dicintai rakyatnya. Di bawah kepemimpinannya, Dinasti Umayyah mencapai puncak kejayaan.

Umar bin Abdul Aziz lahir di Madinah tahun 61 H. Sumber lain mengatakan tahun 63 H. Jika dilacak sampai ke atas, nasabnya akan sampai kepada Umar bin Khathab. Oleh karena itu, ia mendapatkan julukan Umar II.

Sebelum menjadi seorang khalifah, Umar bin Abdul Aziz sudah malang melintang di pemerintahan Dinasti Umayah. Tahun 85 H, di usia yang masing belia, Ia menjadi Gubernur Khunaishiroh, sebuah kota yang bersebelahan dengan Aleppo. Tiga tahun kemudian, yakni tahun 87 H, ia diangkat menjadi gubernur di Hijaz selama enam tahun.

Tahun 99 H, Umar bin Abdul Aziz ditunjuk menjadi khalifah Dinasti Umayyah oleh khalifah sebelumnya, Sulaiman. Awalnya ia menolak jabatan tersebut, tapi setelah mendapat dorongan dari umat, ia akhirnya berkenan. Saat pengangkatannya, Ia mengucapkan “innalillahi wa inna ilaihi rojiun.” Baginya, amanah umat bukanlah sebuah hadiah tapi musibah.

Ketika naik tahta, Umar bin Abdul Aziz mendapati situasi dan kondisi pemerintahan sedang buruk. Keuangan negara juga berada dalam kondisi yang membahayakan. Ia pun segera melakukan langkah-langkah strategis untuk menyelamatkan Dinasti Umayyah.

Dengan segera, Umar bin Abdul Aziz mengirimkan segala kekayaan yang dimilikinya ke kas negara, termasuk milik istrinya, Fatimah binti Abdul Malik. Prof Karim mengatakan bahwa dalam harta istrinya peninggalan ayahnya tersebut terdapat kalung emas yang bernilai 10.000 dinar emas. Umar beralasan bahwa selama seluruh rakyatnya belum memiliki kemampuan memakai emas seharga emas milik ibu negara tersebut, maka ibu negara dilarang memakaianya.

Umar bin Abdul Aziz juga melakukan langkah taktis untuk menghapuskan sistem feodal yang begitu mengakar di Dinasti Umayyah. Ia tidak setuju dengan praktik ketidakdilan yang selama ini telah berjalan. Seperti misalnya, kerabat-kerabat istana diperbolehkan menguasai tanah sebanyak-banyaknya.

Bukan hanya tidak setuju, ia langsung memberikan contoh langsung. Ia memberikan sebagian besar tanah milik pribadinya ke baitul mal untuk kepentingan rakyat. Ia juga tidak sepakat kerabat istana digaji dalam jumlah besar dari anggaran negara karena sebagian besar mereka tidak bekerja.

Jika khalifah sebelumnya fokus pada perluasan wilayah, maka Umar bin Abdul Aziz berbeda. Ketika memimpin, ia mengubah haluan kebijakan Dinasti Umayyah. Ia tidak lagi fokus pada ekspansi atau perluasan wilayah Islam. Sebaliknya, ia fokus pada keamanan masyarakat demi mewujudkan ketenangan dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, ia juga bersikap netral dan egaliter, menghargai perbedaan dan beradan di atas semua golongan, ras, suku.

Dua kebijakan tersebut membuat Umar bin Abdul Aziz dicintai rakyatnya. Ia mampu meredam konflik antar ras dan golongan. Pada masa kepemimpinanya, orang-orang khawarij tidak mengganggu keamanan sebagaimana mereka lakukan kepada khalifah-khalifah sebelumnya. Orang-orang syiah juga menaruh hormat kepadanya karena menghapuskan tradisi mencaci maki Ali bin Abi Thalib dan keluarganya saat khutbah Jum’at.

Umar bin Abdul Aziz tidak segan-segan memecat pejabat pemerintah yang tidak kompeten dan melakukan penyelewengan terhadap uang negara. Selama memimpin, tercatat ia memecat enam gubernur yang tidak bisa diandalkan. Gubernur yang diganti di antaranya adalah gubernur di Basrah, Kufah, Khurasan, Sijistan, Sind dan Yaman. Mereka digantikan oleh gubernur-gubernur yang holeh, tidak korup dan bisa diajak kerja sama untuk kesejahteraan rakyat.

Pada era sebelumnya, Dinasti Umayyah melakukan banyak kebijakan diskriminatif terhadap orang-orang Mawali (orang Islam non Arab). Kepada Mawali, Dinasti Umayah membebankan pajak kharaj (pajak bumi) dan jizyah (pajak keamanan). Dua pajak ini kemudian dihapuskan oleh Umar bin Abdul Aziz. Orang Mawali hanya diwajibkan membayar 10% dari hasil pertanian yang disebut usyr. Ia beralasan bahwa Nabi Muhammad Saw., diutus bukan untuk memungut pajak dan melainkan mengislamkannya.

Umar bin Abdul Aziz juga mengapuskan pajak al Makas atau retribusi. Pajak ini dibebankan kepada para pedagang pasar. Menurutnya pajak tersebut adalah bentuk kezaliman. Ia menganggap bahwa zakat dari umat Islam dan jizyah dari orang non-muslim sudah cukup. Agar para pegawai kerajaan tidak melakukan korupsi, ia menggaji semua pegawai dengan gaji tinggi dan dilarang melakukan berbagai pekerjaan sampingan.

Bukan hanya gaji pegawai pemerintah yang dinaikkan, tapi juga gaji buruh. Prof Karim dalam bukunya yang berjudul Sejarah Pemikiran dan Peradaban menyebut bahwa Umar bin Abdul Aziz memberikan gaji kepada buruh ½ dari gaji para pegawai kerajaan. Sistem penggajiannya juga telah dirapikan. Itu merupakan bentuk perhatian dan kecintaannya terhadap rakyat yang dipimpinnya.

Umar bin Abdul Aziz meninggal tahun 101 H di usia yang masih sangat muda. Ia memimpin Dinasti Umayyah dalam waktu yang singkat, tapi mampu membawa Dinasti Umayah ke puncak kejayaan. Kebijakan-kebijakan yang telah dia terapkan membuat rakyat sejahtera dan kas negara di baitul mal melimpah. Meski kebijakan-kebijakannya tidak dilanjutkan oleh khalifah selanjutnya, namanya tetap dikenang sebagai pemimpin besar dari Dinasti Umayyah.