adsense

May 05, 2020

Hamzah bin Abdul Muththolib Singa Alloh dan Panglima Syuhada'_LELAKI-LELAKI DI SEKITAR ROSULULLOH (Bagian ke 18)

Terima kasih Semoga bermanfaat Dan menjadi ladang pahala


"Saya seorang Habasyah yang mahir melemparkan tombak dengan teknik khas Habasyah, hingga jarang sekali lemparanku meleset. Tatkala orang-orang telah mulai berperang, saya pun keluar dan mencari-cari Hamzah, hingga akhirnya tampak di antara manusia tidak ubahnya bagai unta kelabu yang mengancam orang orang dengan pedangnya hingga tidak seorang pun yang dapat bertahan di depannya.

Demi Allah, ketika saya bersiap-siap untuk membunuhnya, saya bersembunyi di balik pohon agar dapat menerkamnya atau menunggunya supaya dekat. Tiba-tiba saya didahului oleh Siba' bin Abdul 'Uzza yang tampil di hadapannya. Tatkala Hamzah melihat mukanya, ia pun berkata, 'Mendekatlah ke sini, wahai anak tukang potong *!" Sejurus kemudian Hamzah menebasnya dan tepat mengenai kepalanya.

Ketika itu saya pun menggerakkan tombak dan mengambil ancang-ancang, hingga setelah terasa tepat, saya melemparkannya hingga mengenai pinggang bagian bawah dan tembus ke bagian muka di antara dua pahanya. Ia mencoba bangkit ke arahku, tetapi ia tidak berdaya lalu roboh dan meninggal.

Saya datang mendekatinya dan mencabut tombakku, lalu kembali ke perkemahan dan duduk-duduk di sana, karena tidak ada lagi tugas dan keperluanku. Saya telah membunuhnya semata-mata demi kebebasan dari perbudakan yang menguasai."

Tidak ada salahnya bila kita persilakan Wahsyi melanjutkan kisahnya:

“Sesampainya di Mekkah, saya pun dibebaskan. Saya tetap bermukim di sana sampai kota itu dimasuki oleh Rasulullah pada hari pembebasan. Akhirnya, saya lari ke Thaif. Ketika utusan Thaif menghadap Rasulullah untuk menyatakan keislaman, timbul berbagai rencana dalam pikiran saya. Saya berbisik di dalam hati, lebih baik aku pergi ke Syria, atau ke Yaman, atau ke tempat lain.

Demi Allah, ketika saya berada dalam kebingungan itu datanglah seseorang mengatakan kepadaku. “Celaka kamu! Rasulullah tidak akan membunuh seseorang yang masuk agamanya.' Akhirnya, saya pergi untuk menemui Rasulullah di Madinah. Beliau tidak melihatku kecuali ketika saya telah berdiri di depan beliau mengucapkan dua kalimat syahadat.

Ketika melihat saya itulah, beliau bertanya, "Apakah kamu ini Wahsyi?"

“Benar, wahai Rasulullah," jawabku. "Ceritakanlah kepadaku bagaimana kamu membunuh Hamzah!"

Saya pun menceritakan kisah tersebut. Setelah saya selesai bercerita, beliau bersabda, “Celaka kamu, jauhkanlah wajahmu dari pandanganku."

Setelah itu, saya menghindarkan diri dari hadapan dan jalan yang akan ditempuh oleh Rasulullah agar tidak kelihatan oleh beliau sampai saat beliau wafat. Tatkala kaum muslimin bergerak untuk menumpas pemberontakan nabi palsu, Musailamah Al Kadzdzab yang menguasai Yamamah, saya pun ikut bersama mereka dan membawa tombak yang dahulu saya gunakan untuk membunuh Hamzah.

Ketika orang-orang mulai bertempur, saya melihat Musailamah Al Kadzdzab sedang berdiri dengan pedang di tangan. Saya pun bersiap-siap dan menggerakkan tombak sambil mengambil ancang-ancang, hingga setelah terasa tepat, saya lemparkan tombak dan menemui sasarannya. Dengan demikian, dengan tombak itu dahulu saya telah membunuh manusia terbaik, yaitu Hamzah; dan sekarang saya berharap Allah akan mengampuniku karena dengan tombak itu pula saya telah membunuh manusia terjahat, yaitu Musailamah."

Demikianlah Singa Allah dan Singa Rasul Nya itu gugur sebagai syahid yang mulia. Sebagaimana hidupnya telah menggemparkan, demikian pula wafatnya telah menggemparkan. Musuh tidak puas hanya dengan kematiannya saja. Mereka telah mengerahkan orang-orang Quraisy dan mengorbankan harta benda mereka dalam suatu peperangan besar yang tujuannya tiada lain ialah mendapatkan Rasulullah dan pamannya, Hamzah.

Hindun binti Utbah yang merupakan istri Abu Sufyan telah menyuruh Wahsyi agar mengambil hati Hamzah untuk dirinya. Keinginannya yang harus dia bayar dengan imbalan yang setimpal itu dikabulkan oleh orang Habasyah itu. Tatkala ia kembali kepada Hindun dan memberikan hati Hamzah dengan tangan kanannya, ia menerima kalung dan anting-anting dari wanita itu dengan tangan kirinya sebagai balas jasa atas tugas yang terlaksana dengan baik.

Sebagai istri Abu Sufyan yang merupakan panglima kaum musyrik penyembah berhala yang ayahnya telah tewas di tangan kaum muslimin pada Perang Badar itu, Hindun menggigit dan mengunyah hati Hamzah dengan harapan akan dapat mengobati hatinya yang pedih karena dendam dan murka. Namun, hati Hamzah menjadi alot, sehingga tidak dapat dikunyah dan tidak mempan oleh taring-taringnya, dan akhirnya ia mengeluarkannya dari mulut, lalu berteriak keras:

“Kami membalas kalian atas kekalahan di Badar. Pertempuran hari itu kini terbalas dengan pertempuran hari ini. Betapa pedihnya hatiku mengenang Utbah. Demikian pula saudaraku, paman, serta putra sulungku. Sekarang hatiku puas, nazar itu telah terpenuhi. Sakit di dada telah terobati oleh Wahsyi."

Peperangan pun berakhir. Kaum musyrikin menaiki unta dan menghalau kuda mereka pulang ke Mekkah. Rasulullah beserta sahabat turun ke bekas medan pertempuran untuk memeriksa para syuhada.

Di perut lembah, ketika beliau memeriksa wajah para sahabatnya yang telah menjual diri mereka kepada Allah dan menyajikan pengorbanan yang ikhlas demi Allah Yang Maha Besar beliau berhenti sejenak, menyaksikan dan tak sepatah kata pun terucap, menggertakkan gigi, dan air mata pun menetes. Tidak terlintas dalam benak beliau sedikit pun bahwa moral orang-orang Arab akan merosot sedemikian rupa hingga jatuh pada kebiadaban dan sampai hati merusak mayat seperti yang terjadi pada paman beliau sendiri yang gugur syahid, Hamzah bin Abdul Muththalib, Singa Allah dan tokoh utama syuhada.

Rasulullah membuka kedua mata dengan airnya yang berkilau laksana kaca, pandangan beliau tertuju kepada tubuh pamannya itu dan bersabda, "Aku tidak akan menderita karena musibah sepertimu selamanya. Dan tidak satu suasana pun yang lebih menyakitkan hariku seperti suasana sekarang ini.”

Kemudian beliau menoleh ke arah para sahabat, dan bersabda, “Sekiranya Shafiyah, saudari Hamzah, takkan berduka dan tidak akan menjadi sunnah sepeninggalku nanti, niscaya kubiarkan jasadnya mengisi perut binatang buas dan tembolok burung. Sekiranya aku diberi kemenangan oleh Allah di salah satu medan pertempuran dengan orang Quraisy, niscaya kucabik-cabik tubuh tiga puluh orang laki-laki di antara mereka."

Para sahabat pun berseru, “Demi Allah, sekiranya pada suatu waktu nanti kita diberi kemenangan oleh Allah atas mereka, niscaya kami akan mencincang-cincang mayat mereka dengan cincangan yang belum pernah dilakukan oleh seorang Arab pun."

Namun, Allah yang telah memberi kemuliaan kepada Hamzah sebagai seorang syahid, memuliakannya sekali lagi dengan menjadikan gugurnya itu sebagai suatu kesempatan untuk memperoleh pelajaran penting yang akan melindungi keadilan sepanjang masa dan mengharuskan diperhatikannya kasih sayang walau dalam qishash dan menjatuhkan hukuman.

Demikianlah, belum lagi selesai Rasulullah mengucapkan ancamannya itu, dan belum beranjak dari tempat tersebut, ayat-ayat yang mulia berikut ini pun turun:

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi, jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.

Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah, dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka, dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.

Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan."

Ayat-ayat tersebut diturunkan di tempat itu dan sekaligus sebagai penghematan terbaik untuk Hamzah, yang pahalanya pasti akan diberikan oleh Allah. Rasulullah sangat sayang kepadanya, dan seperti telah kami sebutkan sebelumnya, ia bukanlah sekedar paman yang tercinta belaka, melainkan juga saudara sepersusuan, teman sepermainan, dan sahabat sepanjang masa.

Pada momen pemisahan ini, tidak ada penghormatan yang lebih utama yang ditemui Rasulullah untuk melepas kepergiannya selain menshalatkannya bersama-sama dengan seluruh syuhada, seorang demi seorang. Demikianlah, jasadnya dibawa ke tempat shalat di medan laga yang telah menyaksikan kepahlawanan dan menampung darahnya, lalu dishalatkan oleh Rasulullah bersama para sahabat.

Setelah itu, seorang yang gugur syahid lain dibawa ke sana dan dishalatkan oleh Rasulullah. Jenazah itu diangkat, tetapi jenazah Hamzah dibiarkan di tempatnya, lalu jasad korban syahid ketiga dibawa dan dibaringkan di dekat jenazah Hamzah, lalu dishalatkan pula oleh Rasulullah.

Begitulah para syuhada itu didatangkan satu demi satu, untuk dishalatkan oleh Rasulullah hingga bila dihitung ada tujuh puluh kali lipatnya Rasulullah menshalatkan Hamzah waktu itu.

Rasulullah pulang ke rumah meninggalkan medan peperangan. Di tengah perjalanan, beliau mendengar wanita-wanita Bani Abdul Asyhal menangisi syuhada mereka. Dengan sangat santun dan sayang, beliau bersabda. “Tetapi, Hamzah, tidak ada wanita yang menangisinya"

Sabda beliau itu terdengar oleh Sa'ad bin Mu'adz. la menyangka Rasulullah akan senang hati bila ada wanita yang menangisi pamannya, lalu segeralah ia mendatangi wanita-wanita Bani Abdul Asyhal dan menyuruh mereka agar menangisi Hamzah pula. Suruhan itu pun dituruti, namun ketika Rasulullah mendengar tangis mereka, beliau pergi menemui mereka dan bersabda, "Bukan ini yang saya maksudkan. Pulanglah kalian, semoga Allah memberi kalian rahmat, dan tidak boleh menangis lagi setelah hari ini."

Para penyair dari kalangan sahabat Rasulullah berlomba-lomba menggubah syair untuk mengantarkan kepergian Hamzah dan mengenangkan jasa-jasanya yang besar. Di antaranya, Al-Hasan bin Tsabit mengatakan:

Tinggalkan masa lalu yang penuh berhala
Ikuti jejak Hamzah yang bergelimang dengan pahala
Penunggang kuda di medan laga
Bagaikan singa terluka di hutan belantara
Seorang keturunan Hasyim mencapai puncak yang cemerlang tampil ke medan laga membela kebenaran
Gugur sebagai syahid di medan pertempuran
Di tangan Wahsyi pembunuh bayaran

Abdullah bin Rawahah mengatakan:

Air mata mengalir tidak ada hentinya
Walau ratap dan tangis tidak ada artinya terhadapmu, wahai singa Allah, mereka bertanya-tanya 'Benarkah Hamzah yang gugur?'
Ujian telah menimpa kami hamba Allah
Begitu pula Muhammad Rasulullah
Dengan kepergianmu benteng musuh berantakan, dengan kepergianmu tercapailah tujuan

Shafiyah binti Abdul Muththalib, bibi Rasulullah dan saudara Hamzah, mengatakan:

Ia telah dipanggil oleh Ilah yang berhak disembah, pemilik Arsy Ke dalam surga tempat hidup bersenang-senang
Memang itulah yang kita tunggu dan selalu harapkan
Hingga pada hari mahsyar Hamzah beroleh tempat yang lapang
Demi Allah, selama angin barat berhembus, daku takkan lupa, baik di waktu bermukim maupun bepergian ke mana saja selalu berkabung dan menangisi
Singa Allah Sang Pemuka
Pembela Islam terhadap setiap kafir orang angkara
Sementara daku mengucapkan syair, keluargaku sama berdoa
Semoga Allah memberimu balasan, wahai saudara, wahai pembela

Tetapi ratapan terbaik untuk mengenang Hamzah ialah kata-kata yang diucapkan oleh Rasulullah ketika berdiri di depan jasad Hamzah sewaktu dilihatnya berada di antara syuhada pertempuran itu. Beliau bersabda:

"Rahmat Sang Maya Penyayang terlimpah atas dirimu. Akulah saksi bagimu di hadapan Al-Hakim. Engkaulah ksatria penyambung silaturahim. Berbuat kebaikan, pembela yang dizalimi."

Tidak bisa dipungkiri bahwa musibah yang menimpa Nabi berupa kematian paman beliau yang utama, Hamzah, adalah musibah yang sangat besar, hingga sebagai penghibur baginya sangat sukar ditemukan. Tetapi, takdir telah menyediakan hiburan terbaik bagi Rasulullah.

Dalam perjalanan pulang dari Uhud ke rumahnya. Rasulullah melewati seorang wanita warga Bani Dinar, yang dalam peperangan itu telah kehilangan ayah, suami, dan saudaranya. Ketika wanita itu melihat kaum muslimin pulang dari medan perang, ia segera mendapatkan mereka dan menanyakan berita pertempuran. Mereka sampaikan bela sungkawa atas gugurnya suami, ayah, dan saudaranya itu. Sambil mengeluh, wanita itu bertanya, “Bagaimana kabar Rasulullah?" Mereka menjawab, “Baik-baik saja, alhamdulillah. Beliau dalam keadaan yang kamu inginkan."

"Ajaklah beliau ke sini agar saya dapat melihatnya," pintanya.

Mereka pun tetap berdiri di samping wanita tersebut, hingga Rasulullah dekat kepada mereka. Ketika wanita tersebut melihat kedatangan beliau, ia langsung menghampiri dan berkata, "Apa pun musibah yang menimpa, asal tidak menimpa diri Anda, itu terasa ringan."

Kata-kata tersebut merupakan hiburan yang terbaik dan paling kekal. Rasulullah bisa jadi tersenyum menyaksikan peristiwa istimewa dan satu-satunya ini, karena dalam dunia pengorbanan, kesetiaan dan kecintaan, peristiwa itu tidak ada bandingannya.

Seorang wanita yang lemah dan miskin itu telah kehilangan ayah, suami dan saudaranya. Tetapi, sambutannya terhadap perang yang menyampaikan berita yang dapat mengguncangkan gunung, cukup dengan kata kata. "Tetapi, bagaimana kabar Rasulullah?" Sungguh, suatu peristiwa yang telah diatur corak dan waktunya oleh tangan takdir secara baik dan tepat, guna disajikan sebagai penghibur bagi Rasulullah dalam menghadapi musibah atas kesyahidan Singa Allah dan panglima para syuhada.


__________
Catatan:

Kisah tentang Hindun binti Utbah yang memotong-motong jasad Hamzah tidak shahih. Abdullah bin Khumais menjelaskannya dalam tulisannya di website Multaqa Ahli Hadits:

”Tersebut beberapa riwayat dha'if dalam persoalan ini:

Musa bin Uqbah meriwayatkan bahwa Wahsyi mengambil hati Hamzah dan menyerahkannya kepada Hindun binti Utbah. Hindun hendak menelannya tetapi tidak dapat melakukannya. Ibnu Katsir menyebutkan kisah ini di AI-Bidayah wa An-Nihayah, hal. 158, tanpa sanad. Jadi, ini dhaif. lbnu Ishaq meriwayatkan bahwa Hindun memotong hati Hamzah. Ia menambahkan bahwa Hindun juga memotong telinga dan hidung beberapa syuhada lain untuk dijadikan gelang dan kalung. Ia memberikan gelang dan kalungnya sendiri kepada Wahsyi. lbnu Hisyam (159) meriwayatkannya dengan sanad yang terputus dan mauqul pada gurunya, lbnu Kaisan. Jadi, sanad ini dhaif. AI-Waqidi meriwayatkan bahwa ketika Hamzah gugur, Wahsyi membawa hatinya ke Mekkah untuk dipetlihatkan kepada tuannya, Jubair bin Muth'im. Al-Maghazi, hal. 160. Al-Waqidi adalah perawi matruk, sehingga riwayatnya sangat lemah.

As-Syami menyebutkan bahwa Al-Waqidil dan Al-Maqeizi di dalam Al-lmta' meriwayatkan bahwa Wahsyi membelah perut Hamzah dan mengeluarkan hatinya, kemudian ia membawanya ke Hindun. Hindun lalu mengunyah-ngunyah lalu memuntahkannya. Kemudian, Hindun bersama Wahsyi mendatangi tempat jasad Hamzah berada, kemudian ia memotong hati, hidung, dan kedua telinga Hamzah, lalu la menjadikannya sebagai anting-anting, gelang, dan kalung yang dipakainya hingga tiba di Mekkah. Lihat: Subul AI-Huda wa Ar-Rasyad, hlm. 161.

Riwayat AI-Waqidi dan Al-Maqrizi yang ditunjukkan oleh Asy-Syami ini mungkin bermaksud untuk menyatukan dua tiwayat; riwayat lbnu Uqbah dan riwayat lbnu Ishaq. Keduanya bertemu di Al Madhmun, dan riwayat ini dha'if.

Kesimpulannya, dapat kita katakan bahwa melalui penyatuan semua riwayat yang shahih dan dhaif, maka kita menemukan dua catatan:

Pertama, mutilasi jasad Hamzah terbukti benar dari beberapa jalur periwayatan yang shahih seperti telah kami sebutkan. Ini menunjukkan bahwa kisah pembelahan perut Hamzah yang disebutkan oleh ahli sejarah perang dan biografi tidak ada dasarnya.

Kedua, Hindun bersih dari tindakan yang memalukan itu. Hal ini karena lemahnya semua jalur yang menyebutkan bahwa Hindun sndiri yang memotong hati Hamzah dan memutilasi jasadnya. Lihat: Ma Sya'a wa Lam Yatsbut fi As-Sirah, Al-Ausyan, hlm. 147-152. (edt.)

No comments: