adsense

May 05, 2020

Ammar bin Yasir Seorang Tokoh Penghuni Surga_LELAKI-LELAKI DI SEKITAR ROSULULLOH (Bagian ke 22)

Terima kasih Semoga bermanfaat Dan menjadi ladang pahala

Benar, Ammar akan tetap mengikuti kebenaran itu ke mana saja perginya. Dan sekarang ini kita sedang menyelusuri jejak langkahnya, dan menyelidiki peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupannya. Marilah kita pergi untuk menyaksikan suatu peristiwa besar. Namun, sebelum kita memperhatikan kejadian yang mempesona dan sangat mengharukan itu, baik tentang keutamaan, kesempurnaan, kemampuan, keunggulan, kegigihan, maupun kesungguhannya, sebaiknya kita perhatikan lebih dulu suatu peristiwa lain yang terjadi sebelumnya.

Rasulullah mengungkapkan peristiwa yang akan menimpa Ammar di kemudian hari. Hal ini terjadi tidak lama setelah menetapnya kaum muslimin di Madinah. Rasul Al-Amin yang dibantu oleh sahabat sahabatnya yang budiman sibuk dalam membaktikan diri kepada Rabb mereka, membina dan mendirikan masjid-Nya. Hati yang beriman dipenuhi kegembiraan dan sinar harapan menyampaikan puji dan syukur kepada Allah.

Semua bekerja dengan riang gembira, semua mengangkat batu, mengaduk pasir dengan kapur atau mendirikan tembok, sekelompok di sini dan sekelompok lagi di sana, sedangkan cakrawala bahagia bergema dipenuhi senandung mereka yang dikumandangkan dengan suara merdu, "Bila kita hanya duduk berpangku tangan, sedangkan Nabi sibuk bekerja, tentu kita telah melakukan perbuatan yang sesat."

Sementara itu, sekelompok lain menyanyikan senandung:

"Ya Allah, tidak ada kehidupan sejati selain kehidupan akhirat. Sayangilah kaum Anshar dan Muhajirin."

Setelah itu terdengar pula senandung ketiga:

"Tidak sama antara orang yang memakmurkan masjid bekerja, baik saat berdiri maupun duduk, dengan yang menyingkir dan berpangku tangan."

Mereka tak ubahnya bagai anai-anai yang sedang sibuk bekerja demi Allah, bahkan mereka adalah tentara Allah yang memanggul bendera Nya dan meninggikan bangunan-Nya. Sementara itu, Rasulullah yang mulia lagi terpercaya tidak terpisah dari mereka, ikut mengangkat batu yang paling berat dan melakukan pekerjaan yang paling sulit.

Alunan suara mereka yang sedang berdendang melukiskan kegembiraan yang tulus dan hati yang pasrah. Langit tempat mereka bernaung merasa bangga terhadap bumi tempat mereka berpijak. Kehidupan penuh gairah dengan pesta yang paling meriah.

Di tengah-tengah khalayak ramai yang sedang hilir mudik itu, Ammar bin Yasir kelihatan sedang mengangkat batu besar dari tempat pengambilannya ke tempat peletakannya. Tiba-tiba Rasulullah melihatnya, dan rasa belas kasihan telah mendorong beliau untuk mendekatinya, dan setelah berhadap-hadapan, tangan beliau yang penuh berkah itu mengipaskan debu yang menutupi kepala Ammar lalu dengan pandangan yang dipenuhi cahaya Ilahi beliau mengamati wajah yang beriman dan diliputi ketenangan itu. Kemudian, beliau bersabda di hadapan semua sahabat, “Aduhai Ibnu Sumayyah, engkau akan dibunuh oleh golongan yang melampaui batas."

Sabda tersebut diulangi oleh Rasulullah sekali lagi dan waktu itu bertepatan dengan ambruknya dinding di atas tempat Ammar bekerja, hingga sebagian sahabat menyangka bahwa ia tewas yang menyebabkan Rasulullah meratapi kematiannya itu. Para sahabat terkejut dan menjadi ribut karenanya. Tetapi dengan nada menenangkan dan penuh kepastian, Rasulullah bersabda. “Tidak, Ammar tidak apa-apa. Hanya saja nanti ia akan dibunuh oleh golongan yang melampaui batas."

Siapakah gerangan yang dimaksud dengan golongan yang melampaui batas itu? Kapankah itu terjadi dan bagaimana prosesnya? Ammar mendengarkan sabda tersebut dan meyakini kebenaran pandangan jauh yang disingkapkan oleh Rasul yang utama tersebut. Tetapi, ia tidak merasa gentar, karena sejak menganut Islam ia telah dicalonkan untuk menghadapi maut dan mati syahid setiap detik, baik siang maupun malam.

Hari demi hari terus berganti, tahun demi tahun terus berputar, Rasulullah telah kembali ke tempat Tertinggi, disusul oleh Abu Bakar, lalu Umar pergi mengiringi menghadap keridhaan ilahi. Setelah itu, kekhalifahan dipegang oleh Dzun Nurain, Utsman bin Affan. Sementara itu, musuh-musuh Islam yang bergerak di bawah tanah berusaha menebus kekalahannya di medan tempur dengan jalan menyebarluaskan fitnah.

Terbunuhnya Umar merupakan hasil pertama yang dicapai oleh persekongkolan jahat, yang gerakannya menyusup ke Madinah bagai angin panas, dan bergerak dari negeri yang kerajaan dan singgasananya telah dibebaskan oleh umat Islam. Keberhasilan upaya mereka dalam membunuh Umar rupanya membangkitkan minat dan semangat mereka untuk melanjutkan misi jahat. Mereka menyebarkan fitnah dan menyalakan apinya ke sebagian besar negeri Islam. Utsman bisa jadi tidak melihat gelagat jahat tersebut, sehingga persekongkolan itu pun menargetkan dirinya, hingga menyebabkan Utsman gugur syahid dan pintu fitnah pun terbuka dan melanda kaum muslimin.

Mu'awiyah bangkit untuk mendapatkan jabatan khalifah dari tangan Khalifah Ali karramallahu wajhah yang baru diangkat dan dibaiat¹ (lihat catatan kaki ke 1, -peny. ). Pendirian sahabat pun bermacam-macam; ada yang menghindar dan mengunci diri di rumahnya, dengan mengambil ucapan Ibnu Umar sebagai semboyannya, “Siapa yang menyerukan marilah shalat, saya penuhi. Dan siapa yang mengatakan: marilah menuju kemenangan, saya turuti. Tetapi, siapa yang mengatakan: mari membunuh saudaramu semuslim dan mari merampas harta bendanya, saya jawab, 'Tidak'.” Di antara mereka ada yang berpihak kepada Mu'awiyah. Ada pula yang berdiri mendampingi Ali, membaiat dan menganggap sah pengangkatannya sebagai khalifah kaum muslimin.

Tahukah Anda, di pihak mana Ammar berdiri waktu itu? Di pihak siapakah keberpihakan laki-laki yang mengenai dirinya Rasulullah, pernah bersabda, "Dan ambillah olehmu petunjuk Ammar sebagai bimbingan"? Bagaimanakah pendirian orang yang mengenai dirinya Rasulullah pernah pula bersabda. "Barang siapa memusuhi Ammar, ia akan dimusuhi oleh Allah” ini? Ia adalah sosok yang bila suaranya kedengaran mendekat ke rumah Rasulullah, beliau segera menyambut dengan sabdanya. “Selamat datang untuk orang baik dan diterima dengan baik. Izinkanlah ia masuk!"

Ternyata, ia berdiri membela Ali bin Abi Thalib, tetapi bukan karena fanatik atau berpihak kepadanya, melainkan karena tunduk kepada kebenaran dan teguh memegang janji. Ali adalah khalifah kaum muslimin, yang berhak menerima baiat sebagai pemimpin umat. Ia menerima kekhalifahan itu karena Ali memang berhak untuk itu dan layak untuk menjabatnya. Baik sebelum maupun sesudah ini. Ali memiliki keutamaan yang menjadikan kedudukannya di sisi Rasul tidak ubahnya bagai kedudukan Harun di sisi Musa.

Dengan cahaya pandangan hati nurani dan ketulusannya, Ammar selalu mengikuti kebenaran ke mana juga perginya. Ia dapat mengetahui pemilik hak satu-satunya dalam perselisihan ini. Menurut keyakinannya, tidak seorang pun berhak atas hal ini pada saat itu selain Ali, sehingga ia berdiri di sampingnya. Ali sendiri merasa gembira atas dukungan yang diberikannya itu, bahkan mungkin tidak ada kegembiraan yang lebih besar daripada itu, hingga keyakinannya bahwa ia berada di pihak yang benar kian bertambah, yakni selama tokoh utama pencinta kebenaran, Ammar, datang kepadanya dan berdiri di sisinya.

Akhirnya Perang Shiffin yang mengerikan itu pun meletus. Ali menghadapi pekerjaan penting ini sebagai tugas memadamkan pembangkangan dan pemberontakan. Ammar ikut bersamanya, yang waktu itu usianya telah mencapai 93 tahun.

Apakah orang berusia 93 tahun masih pantas pergi ke medan juang? Tentu saja, selama menurut keyakinannya peperangan itu menjadi tugas dan kewajibannya. Bahkan, ia melakukannya lebih semangat dan dahsyat dari yang dilakukan oleh orang-orang muda berusia 30 tahun. Tokoh yang pendiam dan jarang bicara ini hampir saja tidak menggerakkan kedua bibirnya, kecuali mengucapkan permohonan perlindungan, "Aku berlindung kepada Allah dari fitnah. Aku berlindung kepada Allah dari fitnah."

Tak lama setelah Rasulullah wafat, kata-kata ini merupakan doa yang selalu membasahi bibirnya. Setiap hari ia selalu memperbanyak doa dan memohon perlindungan Allah dari fitnah tersebut, seolah-olah hatinya yang suci merasakan bahaya mengancam yang semakin dekat dan menghampiri juga.

Tatkala bahaya itu tiba dan fitnah merajalela, lbnu Sumayyah telah mengerti di mana ia harus berdiri. Pada hari perang Shifin, meski telah kita sebutkan usianya telah mencapai 93 tahun, ia bangkit menghunus pedangnya, demi membela kebenaran yang menurut keimanannya harus dipertahankan.

Pandangan terhadap pertempuran ini telah dinyatakan dengan ungkapan, “Wahai umat manusia, marilah kita berangkat menuju kelompok yang mengaku-aku hendak menuntut bela bagi Utsman. Demi Allah, maksud mereka bukanlah hendak menuntut bela, melainkan karena telah merasakan manisnya dunia dan telah ketagihan terhadapnya. Mereka mengetahui bahwa kebenaran itu menjadi penghalang bagi pelampiasan nafsu serakah mereka.

Mereka bukan orang-orang terdahulu memeluk Islam yang berhak untuk ditaati oleh kaum muslimin dan diangkat sebagai pemimpin, dan tidak pula dijumpai dalam hati mereka perasaan takut kepada Allah, yang akan mendorong mereka untuk mengikuti kebenaran. Mereka telah menipu orang banyak dengan mengakui hendak menuntut bela atas kematian Utsman, padahal tujuan mereka yang sesungguhnya ialah hendak menjadi tiran dan penguasa."

Ia kemudian mengambil bendera dengan tangannya, lalu mengibarkannya tinggi-tinggi di atas kepala sambil berseru, "Demi Dzat yang menguasai nyawaku, aku telah bertempur dengan mengibarkan bendera ini bersama Rasulullah, dan inilah aku siap berperang dengan mengibarkannya ini. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya mereka menggempur dan menyerbu hingga berhasil mencapai kubu pertahanan kita, aku tahu pasti bahwa kita berada di pihak yang benar, dan bahwa mereka di pihak yang salah."

Orang-orang mengikuti Ammar karena mereka percaya kebenaran ucapannya. Abu Abdirrahman As-Sulami berkata, "Kami ikut serta dengan Ali di pertempuran Shiffin, maka saya melihat setiap Ammar bin Yasir menyerbu ke sesuatu sasaran atau turun ke sesuatu lembah, para sahabat Rasulullah pun mengikutinya. Ia tidak ubahnya bagai panji-panji bagi mereka."

Ammar menerjang dan menyusup ke medan juang. Ia yakin akan menjadi salah seorang syuhada'nya. "Ramalan" Rasulullah terang terpampang di depan matanya dengan huruf-huruf yang besar, “Ammar akan dibunuh oleh kelompok yang melampaui batas." Karena itu, suaranya bergema di seluruh medan perang dengan senandung ini, "Hari ini aku akan berjumpa dengan para kekasih tercinta, Muhammad dan para sahabatnya."

Kemudian bagai sebuah peluru dahsyat ia menyerbu ke arah Mu'awiyah dan orang-orang di sekelilingnya dari golongan Bani Umayyah, lalu melepaskan seruannya yang nyaring dan menggetarkan:

"Dahulu kami memerangi kalian atas dasar perintah Al-Quran.

Kini kami memerangi kalian lagi atas dasar penafsiran Al-Qur'an.

Tebusan maut menghentikan niat jahat dan memisahkan kawanan pengkhianat

Agar kebenaran berjalan kembali pada relnya."

Maksud Ammar dengan syairnya itu, bahwa para sahabat yang terdahulu dan Ammar termasuk salah seorang di antara mereka, telah memerangi golongan Bani Umayyah yang dikepalai oleh Abu Sufyan, ayah Mu'awiyah, pemanggul panji-panji syirik dan pemimpin tentara musyrikin. Para sahabat memerangi orang-orang itu karena secara jelas Al-Qur'an turun dengan perintah itu disebabkan mereka adalah orang-orang musyrik. Nah, sekarang di bawah pimpinan Mu'awiyah² (lihat catatan kaki ke 2, -peny. ) walaupun mereka telah menganut Islam dan meskipun Al-Qur'an Al Karim tidak menitahkan secara tegas memerangi mereka. Namun, menurut ijtihad Ammar dalam penyelidikannya mengenai kebenaran dan pemahamannya terhadap maksud dan tujuan Al-Qur'an, ia meyakinkan dirinya akan keharusan memerangi mereka, agar barang yang dirampas itu kembali kepada pemiliknya, serta api fitnah dan pemberontakan itu dapat dipadamkan untuk selama-lamanya.

Bisa juga diartikan bahwa dulu mereka memerangi orang-orang Bani Umayah karena mereka kafir kepada Islam dan Al-Qur'an. Sekarang, mereka memerangi orang-orang itu karena menyelewengkan Islam, menyimpang dari ajaran Al-Qur'an yang mulia, mengacaukan takwil dan tafsirnya, dan hendak menyesuaikan tujuan ayat-ayatnya dengan kemauan dan keinginan mereka pribadi. Karena itulah, tokoh tua yang berusia 93 tahun ini menerjuni akhir perjuangan hidupnya yang agung. Sebelum wafat, ia hendak menanamkan pendidikan terakhir tentang keteguhan hati membela kebenaran, dan mewariskan contoh perjuangannya yang besar dan mulia, yang menimbulkan kesan yang mendalam.

Orang-orang dari pihak Mu'awiyah berupaya sekuat tenaga untuk menghindari Ammar, agar pedang mereka tidak menyebabkan kematiannya hingga nyata bagi manusia bahwa merekalah golongan yang melampaui batas itu. Tetapi, keberanian Ammar yang berjuang seolah-olah ia satu pasukan tentara, menghilangkan pertimbangan dan akal sehat mereka. Sebagian dari anak buah Mu'awiyah menanti kesempatan untuk membunuhnya, dan ketika kesempatan itu datang, mereka pun menikamnya.

Sebagian besar tentara Mu'awiyah terdiri dari orang-orang yang baru saja masuk Islam, yakni orang-orang yang menganutnya tidak lama setelah genderang kemenangan atas kebanyakan negeri yang dibebaskan Islam bergema, baik dari kekuasaan Romawi maupun dari penjajahan Persia. Mereka inilah sebenarnya yang menjadi biang keladi dan menyalakan api perang saudara yang dimulai oleh pembangkangan Mu'awiyah dan penolakannya untuk mengakui Ali sebagai khalifah dan imam. Jadi, mereka inilah yang bagaikan kayu bakar menyalakan apinya hingga jadi besar dan menggejalak.

Bagaimanapun gentingnya pertikaian ini, mestinya dapat diselesaikan dengan jalan damai, andai saja persoalan tersebut berada dalam kendali kaum muslimin generasi awal. Namun, perselisihan tersebut meruncing karena jatuh ke tangan tokoh-tokoh kotor yang tidak peduli terhadap nasib Islam hingga api kian menyala dan tambah berkobar.

Berita tewasnya Ammar segera tersebar dan "ramalan" Rasulullah yang didengar oleh semua sahabatnya ketika mereka sedang membangun masjid di Madinah pada masa yang telah jauh sebelumnya, berpindah dari mulut ke mulut, "Aduhai Ibnu Sumayyah, la akan dibunuh oleh golongan yang melampaui batas." Dengan demikian, sekarang orang-orang tahu siapa kiranya golongan yang melampaui batas itu, yaitu golongan yang membunuh Ammar, yang tidak lain dari pihak Mu'awiyah.

Dengan kematian Ammar tersebut, keimanan para pengikut Ali semakin bertambah, sedangkan di pihak Mu'awiyah keraguan mulai menyusup ke dalam hati mereka, bahkan sebagian telah bersedia hendak memisahkan diri dan bergabung ke pihak Ali. Mu'awiyah sendiri ketika mendengar peristiwa yang telah terjadi, ia segera keluar mendapatkan orang-orang dan menyatakan kepada mereka bahwa ramalan itu benar adanya, dan Rasulullah benar-benar telah meramalkan bahwa Ammar akan dibunuh oleh golongan pemberontak. Tetapi, siapakah yang telah membunuhnya itu?

Kepada orang-orang di sekelilingnya, ia berseru. "Yang telah membunuh Ammar ialah orang-orang yang keluar bersama dari rumahnya dan membawanya pergi berperang." Takwil yang dicari-cari ini berhasil mengelabui orang-orang yang memendam maksud tertentu dalam hatinya, sehingga pertempuran kembali berkobar sampai saat yang telah ditentukan.

Adapun Ammar, la dipangku oleh Ali ke tempat ia menshalatkannya bersama kaum muslimin, lalu dimakamkan dengan pakaiannya. Ia dimakamkan dengan pakaian yang dilumuri oleh darahnya yang bersih suci, sebab tidak satu pun kain sutera atau beludru dunia yang layak untuk menjadi kain kafan bagi seorang syahid mulia, seorang yang suci dan utama setingkat Ammar.

Kaum muslimin pun berdiri di kuburnya dengan penuh ketakjuban. Beberapa saat yang lalu, Ammar berdendang di depan mereka di medan perang, hatinya penuh dengan kegembiraan. Bagai seorang perantau yang merindukan kampung halaman, sedang dalam perjalanan pulang, mulutnya melambaikan seruan, “Hari ini aku akan berjumpa dengan para kekasih tercinta; dengan Muhammad dan para sahabatnya."

Apakah Rasulullah dan para sahabat memang sudah mempunyai satu hari yang mereka janjikan untuk bertemu dengan Ammar dan tempat berjumpa yang ditunggu tunggu? Para sahabat saling bertanya, "Apakah engkau masih ingat waktu sore hari itu di Madinah, ketika kita sedang duduk-duduk bersama Rasulullah dan tiba-tiba wajah beliau berseri-seri lalu bersabda. 'Surga telah merindukan Ammar?” Teman bicaranya menjawab, “Benar, dan waktu itu beliau juga menyebutkan beberapa nama lain, di antaranya Ali, Salman, dan Bilal."³ (lihat catatan kaki ke 3, -peny. )

Ini berarti surga benar-benar telah merindukan Ammar. Bila demikian, berarti surga telah lama merindukannya, hanya saja kerinduannya tertangguhkan karena Ammar masih harus menyelesaikan kewajiban dan memenuhi tanggung jawabnya.

Kini tugas itu telah dilaksanakannya dan dipenuhinya dengan hati gembira. Jadi, sekarang sudah sepantasnya ia memenuhi panggilan kerinduan yang memanggil dari haribaan surga. Kini telah tiba waktu bagi Ammar untuk mengabulkan panggilan itu, karena tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan pula. Ia melemparkan tombaknya, dan setelah itu ia pergi berlalu. Ketika tanah pusaranya didatarkan oleh para sahabat di atas jasadnya, ruhnya yang mulia telah bersemayam di tempat bahagia, jauh di sana di dalam surga yang kekal abadi, yang telah lama rindu menanti.“

______
Catatan kaki:

1. [Al Khurasyi berkata]: Salah satu ungkapan Khalid (penulis buku) adalah:
"Mu’awiyah bangkit melawan khalifah yang baru, Ali Karamallahu wajhah  (semoga Allah memuliakan wajahnya) untuk menuntut haknya dalam urusan baiat dan khilafah.”

Alangkah baiknya jika menggunakan ungkapan Radhiyallahu 'anhu (semoga Allah meridhainya) seperti yang biasanya berlaku untuk sahabat yang lain. Ungkapan "Karamallahu wajhah" ialah ungkapan Syiah Rafidhah yang disusupkan ke dalam Ahlus Sunnah. Lihat: Mu'jam Al-Manahi, Syaikh Bakar Abu Zaid, hlm. 454).

Saya (Al Khurasyi) katakan: ini merupakan kedustaan terhadap Mu'awiyah karena ia melawan Ali dalam perkara penyerahan urusan pembunuhan terhadap Utsman --seperti telah diketahui-- dan urusan kekhalifahan tidak terlintas di dalam benaknya kecuali setelah Ali gugur syahid.

Syaikhul Islam mengatakan, 'Mu'awiyah tidak merebut kekuasaan dan ia tidaklah dibaiat untuk menjadi khalifah ketika Ali gugur. Ia juga tidak memerangi Ali karena Ali telah menjadi Khalifah. Mu'awiyah juga tidak merasa dirinya lebih berhak atas kekhlalifahan itu. Orang-orang di pihaknya mengakui hal ini pada diri Mu'awiyah dan ia sendiri pun mengakuinya setiap ada orang yang menanyakan kepada dirinya.” (Footnote no. 11) (Al-Khurasyi)

_____

2. [Al Khurasyi berkata]: Khalid (penulis buku) menyerang Daulah Bani Umayah, yang berinduk kepada seorang shahabat --yaitu Abu Sufyan-- dengan ungkapannya ini. Saya katakan, Rasulullah dan para shahabat tidak memerangi Bani Umayah saja seperti klaim Khalid, tetapi memerangi seluruh kaum kafir Quraisy, baik Bani Umayyah maupun lainnya. Bahkan, sejumlah besar Bani Hasyim ada di barisan depan pasukan musyrikin. Mengapa hanya dikhususkan kepada mereka, sedangkan yang lain tidak? Ataukah ini merupakan dusta yang dibuat-buat dan bentuk ketidakadilan terhadap Bani Umayyah?

Contoh kebohongan ini ialah apa yang dilakukan oleh Al-Maqrizi dalam bukunya At-Tahakum fi Ma Baina Bani Umayyah wa Bani Hasyim minat Takhashum, karena ia telah menyampaikan tuduhan tanpa dasar, ketika ia mengklaim bahwa telah terjadi permusuhan berat antara dua kelompok ini pada masa jahiliah, kemudian terus berlanjut ketika kedua kelompok berada di bawah naungan Islam. lni adalah kepalsuan yang tidak ada dasarnya selain obsesi dan dugaan belaka. lni merupakan tindakan yang meniru hawa nafsu dan obsesi Rafidhah yang selalu membesar-besarkan perkara dan tidak menggambarkan apa adanya, dengan alasan untuk membela Ahli Bait.

Allah Ta'a a berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekaIi-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (AI-Maidah: 8)

Bani Umayyah --meskipun sebagian penguasa dari keluarga mereka melakukan beberapa kesalahan dan tindakan berlebihan-- tetap lebih baik daripada para penguasa setelah mereka dari kalangan Bani Abbas dan orang-orang semacamnya. Pasalnya, para penguasa dari kalangan Bani Umayyah masih menjaga kesucian Islam yang utama, menyebarkannya ke penjuru dunia, menjadikannya sebagai kabar gembira di banyak negara, dan bangsa Arab menjadi mulia dalam majelis-majelis mereka. Mereka tidak menjerumuskan rakyat ke dalam bahaya maupun memasukkan mereka ke dalam doktrin-doktrin ateis dan zindik yang dikemas dengan terjemahan ilmu filsafat yang menjadi fitnah (ujian) bagi selain mereka.

Seperti yang diungkapkan oleh Dr. Yusuf Al-lsy, mereka --meskipun kesalahan-kesalahannya tidak dipungkiri-- adalah Muslim, yang berkeinginan menyebarkan Islam hingga ke wilayah terjauh. Mereka menegakkan jihad dengan sebaik-baiknya dan mengirimkan pasukan perang ke banyak negeri....' (Ad-Daulah AI-Umawiyyah, hlm. 324).

Lebih jelasnya, silakan periksa catatan Muhibbuddin Al-Khatib Rahimahullah terhadap kitab Al 'Awashim karya Ibnul Arabi (hlm. I79) yang menjelaskan penyebab terjadinya distorsi sejarah Bani Umayah. (Al-Khurasyi)

______

3. [Al Khurasyi berkata]: Lihat penjelasan tentang kelemahan hadits ini di Al-Ilal Al-Muntanahiyyah, Ibnul Jauzi: I/283, dan Al-Ahadits Adh-Dha'ifah, Al-Albani (2328) (Al-Khurasyi)

No comments: