adsense

January 28, 2017

Tata Cara Wudhu Yang Diajarkan Oleh Rasulullah sangat mudah dan gampang, banyak sekali kaum muslimin yang tidak mengetahuinya Sumber: https://aslibumiayu.net/5962-tata-cara-wudhu-yang-diajarkan-oleh-rasulullah-banyak-sekali-kaum-muslimin-yang-tidak-mengetahuinya.html

Secara syari’at wudhu’ ialah menggunakan air yang suci untuk mencuci anggota-anggota tertentu yang sudah diterangkan dan disyari’at kan Allah subhanahu wata’ala. Allah memerintahkan:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melakukan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan , kedua mata-kaki (Al-Maaidah:6).
Allah tidak akan menerima shalat seseorang sebelum ia berwudhu’ (HSR. Bukhari di Fathul Baari, I/206; Muslim, no.255 dan imam lainnya).
Rasulullah juga mengatakan bahwa wudhu’ merupakan kunci diterimanya shalat. (HSR. Abu Dawud, no. 60).
Utsman bin Affan ra berkata: “Barangsiapa berwudhu’ seperti yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, dan perjalanannya menuju masjid dan shalatnya sebagai tambahan pahala baginya” (HSR. Muslim, I/142, lihat Syarah Muslim, III/13).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Barangsiapa menyempurnakan wudhu’nya, kemudian ia pergi mengerjakan shalat wajib bersama orang-orang dengan berjama’ah atau di masjid (berjama’ah), niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya” (HSR. Muslim, I//44, lihat Mukhtashar Shahih Muslim, no. 132).
Maka wajiblah bagi segenap kaum muslimin untuk mencontoh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam dalam segala hal, lebih-lebih dalam berwudhu’. Al-Hujjah kali ini memaparkan secara ringkas tentang tatacara wudhu’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam melakukan wudhu’:
1. Memulai wudhu’ dengan niat.
Niat artinya menyengaja dengan kesungguhan hati untuk mengerjakan wudhu’ karena melaksanakan perintah Allah subhanahu wata’ala dan mengikuti perintah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Salam.
Ibnu Taimiyah berkata: “Menurut kesepakatan para imam kaum muslimin, tempat niat itu di hati bukan lisan dalam semua masalah ibadah, baik bersuci, shalat, zakat, puasa, haji, memerdekakan budak, berjihad dan lainnya. Karena niat adalah kesengajaan dan kesungguhan dalam hati. (Majmu’atu ar-Rasaaili al-Kubra, I/243)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menerangkan bahwa segala perbuatan tergantung kepada niatnya, dan seseorang akan mendapatkan balasan menurut apa yang diniatkannya… (HSR. Bukhari dalam Fathul Baary, 1:9; Muslim, 6:48).

2. Tasmiyah (membaca bismillah)
Beliau memerintahkan membaca bismillah saat memulai wudhu’. Beliau bersabda:
Tidak sah/sempurna wudhu’ sesorang jika tidak menyebut nama Allah, (yakni bismillah) (HR. Ibnu Majah, 339; Tirmidzi, 26; Abu Dawud, 101. Hadits ini Shahih, lihat Shahih Jami’u ash-Shaghir, no. 744).
Abu Bakar, Hasan Al-Bashri dan Ishak bin Raahawaih mewajibkan membaca bismillah saat berwudhu’. Pendapat ini diikuti pula oleh Imam Ahmad, Ibnu Qudamah serta imam-imam yang lain, dengan berpegang pada hadits dari Anas tentang perintah Rasulullah untuk membaca bismillah saat berwudhu’. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Berwudhu’lah kalian dengan membaca bismillah!” (HSR. Bukhari, I: 236, Muslim, 8: 441 dan Nasa’i, no. 78)
Dengan ucapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam: ”Berwudhu’lah kalian dengan membaca bismillah” maka wajiblah tasmiyah itu. Adapun bagi orang yang lupa hendaknya dia membaca bismillah ketika dia ingat. Wallahu a’lam.

3. Mencuci kedua telapak tangan
Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam mencuci kedua telapak tangan saat berwudhu’ sebanyak tiga kali. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam juga membolehkan mengambil air dari bejancdengan telapak tangan lalu mencuci kedua telapak tangan itu. Tetapi Rasulullah melarang bagi orang yang bangan tidur mencelupkan tangannya ke dalam bejana kecuali setelah mencucinya. (HR. Bukhari-Muslim)

4. Berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung
Yaitu mengambil air sepenuh telapak tangan kanan lalu memasukkan air kedalam hidung dengan cara menghirupnya dengan sekali nafas sampai air itu masuk ke dalam hidung yang paling ujung, kemudian menyemburkannya dengan cara memencet hidung dengan tangan kiri. Beliau melakukan perbuatan ini dengan tiga kali cidukan air. (HR. Bukhari-Muslim. Abu Dawud no. 140)
Imam Nawawi berkata: “Dalam hadits ini ada penunjukkan yang jelas bagi pendapat yang shahih dan terpilih, yaitu bahwasanya berkumur dengan menghirup air ke hidung dari tiga cidukan dan setiap cidukan ia berkumur dan menghirup air ke hidung, adalah sunnah. (Syarah Muslim, 3/122).
Demikian pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menganjurkan untuk bersungguh-sungguh menghirup air ke hidung, kecuali dalam keadaan berpuasa, berdasarkan hadits Laqith bin Shabrah. (HR. Abu Dawud, no. 142; Tirmidzi, no. 38, Nasa’i )

5. Membasuh muka sambil menyela-nyela jenggot.
Yakni mengalirkan air keseluruh bagian muka. Batas muka itu adalah dari tumbuhnya rambut di kening sampai jenggot dan dagu, dan kedua pipi hingga pinggir telinga. Sedangkan Allah memerintahkan kita:
Dan basuhlah muka-muka kamu.” (Al-Maidah: 6)
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Humran bin Abaan, bahwa cara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam membasuh mukanya saat wudhu’ sebanyak tiga kali”. (HR Bukhari, I/48), Fathul Bari, I/259. no.159 dan Muslim I/14)
Setalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam membasuh mukanya beliau mengambil seciduk air lagi (di telapak tangan), kemudian dimasukkannya ke bawah dagunya, lalu ia menyela-nyela jenggotnya, dan beliau bersabda bahwa hal tersebut diperintahkan oleh Allah subhanahu wata’ala. (HR. Tirmidzi no.31, Abu Dawud, no. 145; Baihaqi, I/154 dan Hakim, I/149, Shahih Jaami’u ash-Shaghir no. 4572).
6. Membasuh kedua tangan sampai siku
Menyiram air pada tangan sampai membasahi kedua siku, Allah subhanahu wata’ala berfirman:
Dan bashlah tangan-tanganmu sampai siku” (Al-Maaidah: 6)
Rasulullah membasuh tangannya yang kanan sampai melewati sikunya, dilakukan tiga kali, dan yang kiri demikian pula, Rasulullah mengalirkan air dari sikunya (Bukhari-Muslim, HR. Daraquthni, I/15, Baihaqz, I/56)
Rasulullah juga menyarankan agar melebihkan basuhan air dari batas wudhu’ pada wajah, tangan dan kaki agar kecemerlangan bagian-bagian itu lebih panjang dan cemerlang pada hari kiamat (HR. Muslim I/149)
7. Mengusap kepada, telinga dan sorban
Mengusap kepala, haruslah dibedakan dengan mengusap dahi atau sebagian kepala. Sebab Allah subhanahu wata’ala memerintahkan:
Dan usaplah kepala-kepala kalian…” (Al-Maidah: 6).
Rasulullah mencontohkan tentang caranya mengusap kepala, yaitu dengan kedua telapak tangannya yang telah dibasahkan dengan air, lalu ia menjalankan kedua tangannya mulai dari bagian depan kepalanya ke belakangnya tengkuknya kemudian mengambalikan lagi ke depan kepalanya. (HSR. Bukhari, Muslim, no. 235 dan Tirmidzi no. 28 lih. Fathul Baari, I/251)
Setelah itu tanpa mengambil air baru Rasulullah langsung mengusap kedua telingannya. Dengan cara memasukkan jari telunjuk ke dalam telinga, kemudian ibu jari mengusap-usap kedua daun telinga. Karena Rasulullah bersabda: ”Dua telinga itu termasuk kepala.”(HSR. Tirmidzi, no. 37, Ibnu Majah, no. 442 dan 444, Abu Dawud no. 134 dan 135, Nasa’i no. 140)
Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ahadits adh-Dha’ifah, no. 995 mengatakan: “Tidak terdapat di dalam sunnah (hadits-hadits nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam) yang mewajibkan mengambil air baru untuk mengusap dua telinga. Keduanya diusap dengan sisa air dari mengusap kepala berdasarkan hadits Rubayyi’:
Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam mengusap kepalanya dengan air sisa yang ada di tangannya. (HR. Abu Dawud dan lainnya dengan sanad hasan)
Dalam mengusap kepala Rasulullah melakukannya satu kali, bukan dua kali dan bukan tiga kali. Berkata Ali bin Abi Thalib ra : “Aku melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam mengusap kepalanya satu kali. (lihat _Shahih Abu Dawud, no. 106). Kata Rubayyi bin Muawwidz: “Aku pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam berwudhu’, lalu ia mengusap kepalanya yaitu mengusap bagian depan dan belakang darinya, kedua pelipisnya, dan kedua telinganya satu kali.“ (HSR Tirmidzi, no. 34 dan Shahih Tirmidzi no. 31)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam juga mencontohkan bahwa bagi orang yang memakai sorban atau sepatu maka dibolehkan untuk tidak membukanya saat berwudhu’, cukup dengan menyapu diatasnya, (HSR. Bukhari dalam Fathul Baari I/266 dan selainnya) asal saja sorban dan sepatunya itu dipakai saat shalat, serta tidak bernajis.
Adapun peci/kopiah/songkok bukan termasuk sorban, sebagaimana dijelaskan oleh para Imam dan tidak boleh diusap diatasnya saat berwudhu’ seperti layaknya sorban. Alasannya karena:
  1. Peci/kopiah/songkok diluar kebiasaan dan juga tidak menutupi seluruh kepala.
  2. Tidak ada kesulitan bagi seseorang untuk melepaskannya.
Adapun Kerudung, jilbab bagi wanita, maka dibolehkan untuk mengusap diatasnya, karena ummu Salamah (salah satu isteri Nabi) pernah mengusap jilbabnya, hal ini disebutkan oleh Ibnu Mundzir. (Lihat al-Mughni, I/312 atau I/383-384).
8. Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki
Allah subhanahu wata’ala berfirman: ”Dan basuhlah kaki-kakimu hingga dua mata kaki” (Al-Maidah: 6)
Rasulullah menyuruh umatnya agar berhati-hati dalam membasuh kaki, karena kaki yang tidak sempurna cara membasuhnya akan terkena ancaman neraka, sebagaimana beliau mengistilahkannya dengan tumit-tumit neraka. Beliau memerintahkan agar membasuh kaki sampai kena mata kaki bahkan beliau mencontohkan sampai membasahi betisnya. Beliau mendahulukan kaki kanan dibasuh hingga tiga kali kemudian kaki kiri juga demikian. Saat membasuh kaki Rasulullah menggosok-gosokan jari kelingkingnya pada sela-sela jari kaki. (HSR. Bukhari; Fathul Baari, I/232 dan Muslim, I/149, 3/128)
Imam Nawai di dalam Syarh Muslim berkata. “Maksud Imam Muslim berdalil dari hadits ini menunjukkan wajibnya membasuh kedua kaki, serta tidak cukup jika dengan cara mengusap saja.”
Sedangkan pendapat menyela-nyela jari kaki dengan jari kelingking tidak ada keterangan di dalam hadits. Ini hanyalah pendapat dari Imam Ghazali karena ia mengqiyaskannya dengan istinja’.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “…barangsiapa diantara kalian yang sanggup, maka hendaklahnya ia memanjangkan kecermerlangan muka, dua tangan dan kakinya.” (HSR. Muslim, 1/149 atau Syarah Shahih Muslim no. 246)
9. Tertib
Semua tatacara wudhu’ tersebut dilakukan dengan tertib (berurutan) muwalat (menyegerakan dengan basuhan berikutnya) dan disunahkan tayaamun (mendahulukan yang kanan atas yang kiri) [Bukhari-Muslim]
Dalam penggunaan air hendaknya secukupnya dan tidak berlebihan, sebab Rasulullah pernah mengerjakan dengan sekali basuhan, dua kali basuhan atau tiga kali basuhan [Bukhari]
10. Berdoa
Yakni membaca do’a yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam:

“Asyahdu anlaa ilaa ha illalah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abdullahi wa rasuulahu. Allahummaj ‘alni minattawwabiina waja’alni minal mutathohhiriin (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah)
Dan ada beberapa bacaan lain yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam.
Semoga tulisan ini menjadi risalah dalam berwudhu’ yang benar serta merupakan pedoman kita sehari-hari.
Maraji’:
  1. Sifat Wudhu’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam, Syaikh Fadh asy Syuwaib.
  2. At-Tadzkirah, Syaikh Ali Hasan al-Halabi al-Atsari



Sumber: tata cara wudhu

January 26, 2017

Adab ketika dikamar Mandi (WC)

Sobat semua pastinya hampir setiap hari keluar-masuk kamar mandi (WC-Toilet), entah di rumah, ditempat kerja, di Mall atau di Pom Bensin. Tapi mungkin ada yang belum begitu tau tentang adab-adab dan sunnah-sunnah di kamar mandi yang bisa bermanfaat baik di dunia (Kesehatan) ataupun di akhirat (Agama).

Berikut sunnah-sunnah ketika di kamar mandi ataupun ketika hendak buang Hajat (buang air kecil ataupun buang air besar) seperti yang telah diajarkan Rasulullah SAW, saya tulis disini..


عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { كَانَ إذَا دَخَلَ الْخَلَاءَ قَالَ : اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ

Artinya :
Anas bin Malik Ra. Menuturkan “jika Rosulullah Saw hendak masuk WC, beliau berdo’a, “Allahumma inni a’udzu bika minal khubutsi wal khabaits”
(Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari setan laki- dan setan perempuan)”.



Membaca Doa Ketika Hendak Masuk Kamar Mandi (WC-Toilet)

Sunnah yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW, disunnahkan untuk membaca Doa Sebelum Masuk Kamar Mandi (Doa dibaca di luar kamar mandi). Membaca "Basmalah" dan meminta Perlindungan pada Allah (membawa ta’awudz) sebelum masuk tempat buang Hajat.
Dalil dari hal ini adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

سَتْرُ مَا بَيْنَ أَعْيُنِ الْجِنِّ وَعَوْرَاتِ بَنِى آدَمَ إِذَا دَخَلَ أَحَدُهُمُ الْخَلاَءَ أَنْ يَقُولَ بِسْمِ اللَّهِ

Artinya:
Penghalang antara pandangan jin dan aurat manusia adalah jika salah seorang di antara mereka memasuki tempat buang hajat, lalu ia ucapkan “Bismillah”.


Dan berikut bacaan Doa Sebelum Masuk Kamar Mandi,

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ

“Allahumma inni a’udzu bika minal khubutsi wal khobaits..”

Artinya:
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari godaan syaitan laki-laki dan syaitan perempuan..


Masuk Kamar Mandi (WC-Toilet) dengan Kaki Kiri

Menurut berbagai sumber yang pino cari, sebenernya Tidak ada Dalil yang khusus dari Rasulullah Shallallahuálahi wassalam mengenai keharusan mendahulukan kaki kiri dan mengakhirkan kaki kanan. Tapi karna sedang (akan) memasuki tempat Najis, maka seharusnya mendahulukan kaki kiri. Berbeda halnya ketika memasuki Rumah atau tempat yang terhormat dan mulia, misalnya masuk ke Masjid hendaknya mendahulukan Kaki Kanan.

Sebab sebelah kanan selalu di dahulukan dalam melakukan setiap perkara yang baik. Keluar dari kamar mandi (WC-Toilet) berarti berpindah dari tempat yang Kotor ke tempat yang Bersih. Karena itu mendahulukan Kaki Kanan ketika Keluar.

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِى تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِى شَأْنِهِ كُلِّهِ

Artinya:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih suka mendahulukan yang kanan ketika memakai sandal, menyisir rambut, ketika bersuci dan dalam setiap perkara (yang baik-baik).”


Dari hadits ini, Syaikh Ali Basam mengatakan,
“Mendahulukan yang kanan untuk perkara yang baik, ini ditunjukkan oleh dalil syar’i, dalil logika dan didukung oleh fitrah yang baik. Sedangkan untuk perkara yang jelek, maka digunakan yang kiri. Hal inilah yang lebih pantas berdasarkan dalil syar’i dan logika.”

Asy Syaukani rahimahullah mengatakan,
“Adapun mendahulukan kaki kiri ketika masuk ke tempat buang hajat dan kaki kanan ketika keluar, maka itu memiliki alasan dari sisi bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih suka mendahulukan yang kanan untuk hal-hal yang baik-baik. Sedangkan untuk hal-hal yang jelek (kotor), beliau lebih suka mendahulukan yang kiri. Hal ini berdasarkan dalil yang sifatnya global.”

Menutup Diri dan Menjauh dari Manusia Ketika Buang Hajat

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَفَرٍ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَأْتِى الْبَرَازَ حَتَّى يَتَغَيَّبَ فَلاَ يُرَى

Artinya:
“Kami pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika safar, beliau tidak menunaikan hajatnya di daerah terbuka, namun beliau pergi ke tempat yang jauh sampai tidak nampak dan tidak terlihat.”


Tidak Membawa Sesuatu yang Bertuliskan Nama Allah

Seperti memakai cincin, kalung, gelang, aksesoris yang bertuliskan nama Allah dan semacamnya. Hal ini terlarang karena kita diperintahkan untuk mengagungkan nama Allah. Allah Ta’ala berfirman,

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

Artinya:
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al Hajj : 32)


Ada sebuah riwayat dari Anas bin Malik, beliau mengatakan,

كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا دَخَلَ الْخَلاَءَ وَضَعَ خَاتَمَهُ

Artinya:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika memasuki kamar mandi, beliau meletakkan cincinnya.”


Akan tetapi hadits ini adalah hadits munkar yang diingkari oleh banyak peneliti hadits. Namun memang cincin beliau betul bertuliskan “Muhammad Rasulullah”.

Syaikh Abu Malik hafizhohullah mengatakan,
“Jika cincin atau semacam itu dalam keadaan tertutup atau dimasukkan ke dalam saku atau tempat lainnya, maka boleh barang tersebut dimasukkan ke WC.”

Imam Ahmad bin Hambal mengatakan,
“Jika ia mau, ia boleh memasukkan barang tersebut dalam genggaman tangannya. Sedangkan jika ia takut barang tersebut hilang karena diletakkan di luar, maka boleh masuk ke dalam kamar mandi dengan barang tersebut dengan alasan kondisi darurat.”

Menggunakan Alas Kaki

Menurut penelitian di Amerika di dalam kamar mandi/WC ada sejenis virus dengan type 'Americanus' yang masuk lewat telapak kaki orang yang ada di WC tersebut. Dengan proses waktu yang panjang virus tersebut naik ke atas tubuh dan ke kepala merusak jaringan otak yang menyebabkan otak lemah tak mampu lagi mengingat, blank semua memori otak sehingga pikun.

Sandal hendaknya diletakkan di luar WC, jangan di dalam WC. Karena semakin kotor, lembab dan tak mengenai sasaran kebesihan..

Buang Air Jongkok

Ketika hendak buang air kecil, disunahkan untuk Jongkok (gak berdiri terkecuali terpaksa/darurat). Dengan jongkok kotoran bisa keluar tuntas, sehingga gak jadi penyebab kencing batu maupun lemah syahwat.

Ketika Buang Air di WC Dilarang Menghadap atau Membelakangi Qiblat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang ketika membuang hajat menghadap atau membelakangi Kiblat (qiblat).. Apabila lubang WC menghadap qiblat hendaknnya ketika buang air, badan agak diserongkan sedikit agar tidak menghadap/membelakangi arah qiblat. Dan usahakan juga, sebelum membuat WC Jangan menghadap atau membelakangi Kiblat.

Dari Abu Ayyub Al Anshori, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَتَيْتُمُ الْغَائِطَ فَلاَ تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَلاَ تَسْتَدْبِرُوهَا ، وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا » . قَالَ أَبُو أَيُّوبَ فَقَدِمْنَا الشَّأْمَ فَوَجَدْنَا مَرَاحِيضَ بُنِيَتْ قِبَلَ الْقِبْلَةِ ، فَنَنْحَرِفُ وَنَسْتَغْفِرُ اللَّهَ تَعَالَى

Artinya:
“Jika kalian mendatangi jamban, maka janganlah kalian menghadap kiblat dan membelakanginya. Akan tetapi, hadaplah ke arah timur atau barat.” Abu Ayyub mengatakan, “Dulu kami pernah tinggal di Syam. Kami mendapati jamban kami dibangun menghadap ke arah kiblat. Kami pun mengubah arah tempat tersebut dan kami memohon ampun pada Allah Ta’ala.”


Yang dimaksud dengan “hadaplah arah barat dan timur” adalah ketika kondisinya di Madinah. Tapi kalo kita berada di Indonesia, maka berdasarkan hadits ini kita dilarang buang hajat dengan menghadap arah barat dan timur, dan diperintahkan menghadap ke utara atau selatan atau menserongkan sedikit agar tidak menghadap/membelakangi arah qiblat..

Beristinja' Dengan Air

Beristinja’ (bersuci dan membersihkan kotoran atau cebok) bisa dengan menggunakan air atau menggunakan minimal tiga batu (istijmar). Beristinja’ dengan menggunakan air lebih utama daripada menggunakan batu, sebagaimana menjadi pendapat Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarok, Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad dan Ishaq. Alasannya, dengan air tentu saja lebih bersih.

Dalil yang menunjukkan istinja’ dengan air adalah hadits dari Anas bin Malik, beliau mengatakan,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا خَرَجَ لِحَاجَتِهِ أَجِىءُ أَنَا وَغُلاَمٌ مَعَنَا إِدَاوَةٌ مِنْ مَاءٍ . يَعْنِى يَسْتَنْجِى بِهِ

Artinya:
“Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk buang hajat, aku dan anak sebaya denganku datang membawa seember air, lalu beliau beristinja’ dengannya.”


Dalil yang menunjukkan istinja’ dengan minimal tiga batu adalah hadits Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا اسْتَجْمَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَجْمِرْ ثَلاَثاً

Artinya:
“Jika salah seorang di antara kalian ingin beristijmar (istinja’ dengan batu), maka gunakanlah tiga batu.”


Beristinja' lebih utama dengan air. Tapi kalo tidak ditemukan air, seperti ketika di hutan, padang pasir, dsb. Bisa menggunakan tiga batu (istijmar). Tapi kalo tidak mendapati batu untuk istinja’, maka bisa digantikan dengan tissue yang khusus untuk membersihkan kotoran setelah buang hajat atau dengan benda lainnya, asalkan memenuhi tiga syarat:
[1] Benda tersebut Suci,
[2] Bisa menghilangkan Najis, dan
[3] Bukan Barang Berharga seperti Uang atau Makanan.


Tapi diusahakan harus dibilas lagi dengan air setelahnya.. Karna Syarat Kebersihan dan kesucian dari Najis menurut Syariat adalah Hilang Warna, Hilang Bau, dan Hilang Rasa dari Najis tersebut..

Beristinja' Dengan Tangan Kiri

Beristinja' juga disunnahkan dengan Tangan Kiri, inilah pembagian tugas dari tangan, bagaimana Tangan Kiri untuk urusan 'Belakang' sedangkan untuk 'makan & minum' disunnahkan dengan Tangan Kanan. Jangan dicampuradukkaan, tangan yang untuk urusan belakang itu juga untuk makan. Dan Rasulullah melarang makan & minum dengan tangan kiri.

Ketika Beristinja’ Tidak Menyentuh Kemaluan Dengan Tangan Kanan

Dalilnya adalah hadits Abu Qotadah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا شَرِبَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَتَنَفَّسْ فِى الإِنَاءِ ، وَإِذَا أَتَى الْخَلاَءَ فَلاَ يَمَسَّ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ ، وَلاَ يَتَمَسَّحْ بِيَمِينِهِ

Artinya:
“Jika salah seorang di antara kalian minum, janganlah ia bernafas di dalam bejana. Jika ia buang hajat, janganlah ia memegang kemaluan dengan tangan kanannya. Janganlah pula ia beristinja’ dengan tangan kanannya.”


Memerciki Kemaluan dan Celana Dengan Air Setelah Kencing untuk Menghilangkan Was-Was

Ibnu ‘Abbas mengatakan,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- تَوَضَّأَ مَرَّةً مَرَّةً وَنَضَحَ فَرْجَهُ

Artinya:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dengan satu kali – satu kali membasuh, lalu setelah itu beliau memerciki kemaluannya.”


Ketika di WC Dilarang Mengucap Asma Allah dan Berbicara Kecuali Darurat

Dalilnya adalah hadits dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

أَنَّ رَجُلاً مَرَّ وَرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَبُولُ فَسَلَّمَ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ

Artinya:
“Ada seseorang yang melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau sedang kencing. Ketika itu, orang tersebut mengucapkan salam, namun beliau tidak membalasnya.”


Syaikh Ali Basam mengatakan,
“Diharamkan berbicara dengan orang lain ketika buang hajat karena perbuatan semacam ini adalah suatu yang hina, menunjukkan kurangnya rasa malu dan merendahkan murua’ah (harga diri).” Kemudian beliau berdalil dengan hadits di atas.

Syaikh Abu Malik mengatakan,
“Sudah kita ketahui bahwa menjawab salam itu wajib. Ketika buang hajat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkannya, maka ini menunjukkan diharamkannya berbicara ketika itu, lebih-lebih lagi jika dalam pembicaraan itu mengandung dzikir pada Allah Ta’ala.”

Tapi jika seseorang berbicara karena ada suatu kebutuhan yang mesti dilakukan ketika itu, seperti menunjuki jalan pada orang (ketika ditanya saat itu) atau ingin meminta air dan semacamnya, maka dibolehkan saat itu karena alasan Darurat.. Wallahu a’lam.

Dilarang Merancang atau Merencanakan Sesuatu di WC

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat melarang merencanakan atau membuat suatu rencana/ide/inspirasi di dalam WC. Karena WC adalah markaz'nya syetan. Sebagaimana doa kita ketika hendak masuk WC:

“Allahumma inni a'udzubika minal khubutsi wal khabaits”
Yaa Allah, aku berlindung kepada-Mu dari godaan syetan laki-laki maupun perempuan".

Karena dikhawatirkan rencana/ide/inspirasi yang didapat seaktu di dalam WC (sedang buang Hajat) berasal dari bisikan Syetan yang kelihatannya baik tapi setelah dijalankan ternyata banyak mudharat/keburukannya.. Secara adab dan budaya pun sangat tidak baik, masa sambil buang kotoran mencari ide/inspirasi atau merencanakan sesuatu yang baik apalagi sesuatu itu menyangkut hajat hidup orang banyak ??

Begitu juga setelah keluar WC, baca istighfar dan doa keluar WC.

Tidak Buang Hajat di Jalan dan Tempat Bernaungnya Manusia

Dalilnya adalah hadits dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« اتَّقُوا اللَّعَّانَيْنِ ». قَالُوا وَمَا اللَّعَّانَانِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « الَّذِى يَتَخَلَّى فِى طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ فِى ظِلِّهِمْ »

Artinya:
“Hati-hatilah dengan al la’anain (orang yang dilaknat oleh manusia)!” Para sahabat bertanya, “Siapa itu al la’anain (orang yang dilaknat oleh manusia), wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Mereka adalah orang yang buang hajat di jalan dan tempat bernaungnya manusia.”


Tidak Buang Hajat di Air yang Tergenang

Dalilnya adalah hadits Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata,

أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِى الْمَاءِ الرَّاكِدِ

Artinya:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kencing di air tergenang.”


Salah seorang ulama besar Syafi’iyah, Ar Rofi’i mengatakan,
“Larangan di sini berlaku untuk air tergenang yang sedikit maupun banyak karena sama-sama dapat mencemari.”

Dari sini, berarti terlarang kencing di waduk, kolam air dan bendungan karena dapat menimbulkan pencemaran dan dapat membawa dampak bahaya bagi yang lainnya. Jika kencing saja terlarang, terlebih lagi buang air besar. Sedangkan jika airnya adalah air yang mengalir (bukan tergenang), maka tidak mengapa. Tapi ahsannya (lebih baik) tidak melakukannya, karena seperti ini juga dapat mencemari dan menyakiti yang lain..

Segera Keluar WC Setelah Hajat Selesai

Disunnahkan juga untuk menyegerakan keluar WC apabila Hajat udah selesai, bukan malah bernyanyi-nyanyi apalagi sambil baca Koran, baca Buku atau baca Majalah.

Janganlah seseorang berlama lama dalam kamar mandi, usahakan selekas mungkin ia menyelesaikan hajatnya di kamar mandi (WC-Toilet). Kalo udah selesai segeralah keluar dan jangan berlama lama menetap di dalamnya. Karena kamar mandi (WC-Toilet) adalah tempat setan dan kotoran, sehingga tempat seperti itu tidak di anjurkan untuk berlama lama berada di situ.

Keluar Kamar Mandi (WC-Toilet) dengan Kaki Kanan

Disunnahkan juga untuk Berdo'a ketika keluar dari Kamar Mandi (WC-Toilet). Berdasarkan hadits:

حَدّثَنَا عَمْرُو بْنُ مُحَمَّدٍ النّاقِدُ، حَدّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ، حَدّثَنَا إِسْرَائِيلُ، عَنْ يُوسُفَ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ، عَنْ أَبِيهِ، حَدّثَتْنِي عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّ النّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ كَانَ إِذَا خَرَجَ مِنَ الغَائِطِ قَالَ:

Imam Abu Dawud berkata,
“Telah menceritakan kepada kami Amr bin Muhammad An-Naqidh, dia (Amr bin Muhammad an-Naqidh) berkata, 'Telah mengabarkan kepada kami Hasyim bin al-Qasim, dia (Hasyim bin al-Qasim) berkata, 'Telah menceritakan kepada kami Israil (bin Yunus bin Abi Ishaq) dari Yusuf bin Abu Burdah dari Bapaknya, (Abu Burdah berkata) telah menceritakan kepadaku Aisyah radhiallahuánha, Bahwa Rasulullah Shallallahuálaihi wassalam apabila keluar dari kamar mandi/WC beliau mengucapkan..”:

غُفْرَانَكَ

“Gufronaka”

Artinya:
"Aku memohon ampun kepada-Mu"


Hadits ini diriwayatkan oleh seluruh penyusun Kitab-Kitab sunan (Empat Imam) kecuali an-Nasa'i. Maknanya memohon ampunan ketika merasa lemah untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat dan kemudahan dalam mendapatkan makanan dan mendapatkan manfaat dari yang dimakan dan keluarnya sisa-sisa pencernaan dengan mudah, maka sebagai kompensasi dari kelemahan untuk bersyukur itu adalah dengan permohonan ampunan.. Berlindunglah kepada Allah dari kejahatan mereka, karena sesungguhnya kamar mandi adalah tempat tinggal mereka (syaitan).

“Alhamdulillahil ladzii adzhaba 'annil adza wa 'aafani..”

Atau baca doa keluar kamar mandi berikut:

غُفْرَانَكَ الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَذْهَبَ عَنِّيْ الْأَذَى وَ عَافَانِيْ

Artinya:
"Aku meminta ampun kepada-Mu, segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan penyakit dariku dan memberi kesehatan kepadaku."


الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَذَاقَنِيْ لَذَّتَهُ وَ أَبْقَى فِيَّ قُوَّتَهُ وَ دَفَعَ عَنِّيْ أَذَاهُ

Artinya:
"Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kenikmatan kepadaku, menetapkan kekuatan-Nya kepadaku, dan menghilangkan rasa sakit dariku."


Itulah beberapa adab dan sunnah ketika di kamar mandi atau ketika ingin membuang hajat kecil / besar, yang terkadang diantara kita masih belum tau semuanya dan masih melakukan kesalahan-kesalahan yang dilarang.

Semoga penjelasan tentang adab di Kamar Mandi atau WC / Toilet diatas bisa menambah pengetahuan kita, untuk melakukan yang disunahkan dan menghindari yang dilarang. Semoga bermanfaat Dan apabila ada kesalahan penulisan, hadist, atau kesalahan penjelasan, saya pribadi mohon maaf.


sumber: sunnah-sunnah-di-kamar-mandi-wc

January 25, 2017

Adab-Adab Makan Seorang Muslim

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

{ يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ }

“Wahai anakku, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang berada di dekatmu.” (HR Bukhari no. 5376 dan Muslim 2022)

Hadits di atas mengandung tiga adab makan:

Pertama, membaca basmallah

Di antara sunnah Nabi adalah mengucapkan bismillah sebelum makan dan minum dan mengakhirinya dengan memuji Allah. Imam Ahmad mengatakan, “Jika dalam satu makanan terkumpul 4 (empat) hal, maka makanan tersebut adalah makanan yang sempurna. Empat hal tersebut adalah menyebut nama Allah saat mulai makan, memuji Allah di akhir makan, banyaknya orang yang turut makan dan berasal dari sumber yang halal."

Menyebut nama Allah sebelum makan berfungsi mencegah setan dari ikut berpartisipasi menikmati makanan tersebut. Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Apabila kami makan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka kami tidak memulainya sehingga Nabi memulai makan. Suatu hari kami makan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datanglah seorang gadis kecil seakan-akan anak tersebut terdorong untuk meletakkan tangannya dalam makanan yang sudah disediakan. Dengan segera Nabi memegang tangan anak tersebut. Tidak lama sesudah itu datanglah seorang Arab Badui. Dia datang seakan-akan di dorong oleh sesuatu. Nabi lantas memegang tangannya. Sesudah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya syaitan turut menikmati makanan yang tidak disebut nama Allah padanya. Syaitan datang bersama anak gadis tersebut dengan maksud supaya bisa turut menikmati makanan yang ada karena gadis tersebut belum menyebut nama Allah sebelum makan. Oleh karena itu aku memegang tangan anak tersebut. Syaitan pun lantas datang bersama anak Badui tersebut supaya bisa turut menikmati makanan. Oleh karena itu, ku pegang tangan Arab Badui itu. Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya sesungguhnya tangan syaitan itu berada di tanganku bersama tangan anak gadis tersebut.” (HR Muslim no. 2017)

Bacaan bismillah yang sesuai dengan sunnah adalah cukup dengan bismillah tanpa tambahan ar-Rahman dan ar-Rahim. Dari Amr bin Abi Salamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai anakku, jika engkau hendak makan ucapkanlah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang berada di dekatmu.” (HR Thabrani dalam Mu’jam Kabir) Dalam silsilah hadits shahihah, 1/611 Syaikh al-Albani mengatakan, “Sanad hadits ini shahih menurut persyaratan Imam Bukhari dan Imam Muslim)

Ibnu Hajar al-Astqalani mengatakan, “Aku tidak mengetahui satu dalil khusus yang mendukung klaim Imam Nawawi bahwa ucapan bismillahirramanirrahim ketika hendak makan itu lebih afdhal.” (Fathul Baari, 9/431)

Apabila kita baru teringat kalau belum mengucapkan bismillah sesudah kita memulai makan, maka hendaknya kita mengucapkan bacaan yang Nabi ajarkan sebagaimana dalam hadits berikut ini, dari Aisyah radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah satu kalian hendak makan, maka hendaklah menyebut nama Allah. Jika dia lupa untuk menyebut nama Allah di awal makan, maka hendaklah mengucapkan bismillahi awalahu wa akhirahu.” (HR Abu Dawud no. 3767 dan dishahihkan oleh al-Albani)

Apabila kita selesai makan dan minum lalu kita memuji nama Allah maka ternyata amal yang nampaknya sepele ini menjadi sebab kita mendapatkan ridha Allah. Dari Anas bin Malik, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah ridha terhadap seorang hamba yang menikmati makanan lalu memuji Allah sesudahnya atau meneguk minuman lalu memuji Allah sesudahnya.” (HR Muslim no. 2734)

Bentuk bacaan tahmid sesudah makan sangatlah banyak. Diantaranya adalah dari Abu Umamah, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika selesai makan mengucapkan:

{ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي كَفَانَا وَأَرْوَانَا غَيْرَ مَكْفِيٍّ وَلَا مَكْفُورٍ }

“segala puji milik Allah Dzat yang mencukupi kita dan menghilangkan dahaga kita, pujian yang tidak terbatas dan tanpa diingkari.”

Terkadang beliau juga mengucapkan:

{ الـحَمْدُ للـهِ حَمْداً كَثِيراً طَيِّباً مُبَارَكاً فِيهِ، غَيْرَ [مَكْفِيٍّ ولا] مُوَدَّعٍ، ولا مُسْتَغْنَىً عَنْهُ رَبَّنَا }

“Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak dan penuh berkah meski bukanlah pujian yang mencukupi dan memadai, dan meski tidaklah dibutuhkan oleh Rabb kita.” (HR. Bukhari).

Dari Abdurrahman bin Jubair dia mendapat cerita dari seorang yang melayani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selama delapan tahun. Orang tersebut mengatakan, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan bismillah apabila makanan disuguhkan kepada beliau. Apabila selesai makan Nabi berdoa: Allahumma Ath’amta wa Asqaita wa Aqnaita wa Ahyaita falillahil hamdu ala ma A’thaita yang artinya, “Ya Allah engkaulah yang memberi makan memberi minum, memberi berbagai barang kebutuhan, memberi petunjuk dan menghidupkan. Maka hanya untukmu segala puji atas segala yang kau beri.” (HR Ahmad 4/62, 5/375 al-Albani mengatakan sanad hadits ini shahih. Lihat silsilah shahihah, 1/111)

Hadits ini menunjukkan bahwa ketika kita hendak makan cukup mengucap bismillah saja tanpa arrahman dan arrahim dan demikianlah yang dilakukan oleh Nabi sebagaimana tertera tegas dalam hadits di atas. Di samping bacaan-bacaan tahmid di atas, sebenarnya masih terdapat bacaan-bacaan yang lain. Dan yang paling baik dalam hal ini adalah berganti-ganti, terkadang dengan bentuk bacaan tahmid yang ini dan terkadang dalam bentuk bacaan tahmid yang lain. Dengan demikian kita bisa menghafal semua bacaan doa yang Nabi ajarkan serta mendapatkan keberkahan dari semua bacaan-bacaan tersebut. Di samping itu kita bisa meresapi makna-makna yang terkandung dalam masing-masing bacaan tahmid karena kita sering berganti-ganti bacaan. Jika kita membiasakan melakukan perkara tertentu seperti membaca bacaan zikir tertentu, maka jika ini berlangsung terus menerus kita kesulitan untuk meresapi makna-makna yang kita baca, karena seakan-akan sudah menjadi suatu hal yang refleks dan otomatis

Kedua, makan dan minum menggunakan tangan kanan dan tidak menggunakan tangan kiri 

Dari Jabir bin Aabdillah radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “janganlah kalian makan dengan tangan kiri karena syaitan itu juga makan dengan tangan kiri.” (HR Muslim no. 2019) dari Umar radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang diantara kalian hendak makan maka hendaknya makan dengan menggunakan tangan kanan, dan apabila hendak minum maka hendaknya minum juga dengan tangan kanan. Sesungguhnya syaitan itu makan dengan tangan kiri dan juga minum dengan menggunakan tangan kirinya.” (HR Muslim no. 2020) Imam Ibnul Jauzi mengatakan, “karena tangan kiri digunakan untuk cebok dan memegang hal-hal yang najis dan tangan kanan untuk makan maka tidak sepantasnya salah satu tangan tersebut digunakan untuk melakukan pekerjaan tangan yang lain.” (Kasyful Musykil, hal 2/594)

Meskipun hadits-hadits tentang hal ini sangatlah terkenal dan bisa kita katakan orang awam pun mengetahuinya, akan tetapi sangat disayangkan masih ada sebagian kaum muslimin yang bersih kukuh untuk tetap makan dan minum dengan menggunakan tangan kiri. Apabila ada yang mengingatkan, maka dengan ringannya menjawab karena sudah terlanjur jadi kebiasaan yang sulit untuk dihilangkan. Tidak disangsikan lagi bahwa prinsip seperti ini merupakan tipuan syaitan agar manusia jauh dari mengikuti aturan Allah yang Maha Penyayang. Lebih parah lagi jika makan dan minum dengan tangan kiri ini disebabkan faktor kesombongan.

Dari Salamah bin Akwa radhiyallahu ‘anhu beliau bercerita bahwa ada seorang yang makan dengan menggunakan tangan kiri di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Melihat hal tersebut Nabi bersabda, “Makanlah dengan tangan kananmu.” “Aku tidak bisa makan dengan tangan kanan,” sahut orang tersebut. Nabi lantas bersabda, “Engkau memang tidak biasa menggunakan tangan kananmu.” Tidak ada yang menghalangi orang tersebut untuk menuruti perintah Nabi kecuali kesombongan. Oleh karena itu orang tersebut tidak bisa lagi mengangkat tangan kanannya ke mulutnya.” (HR Muslim no. 2021)

Dalam riwayat Ahmad no. 16064 dinyatakan, “Maka tangan kanan orang tersebut tidak lagi bisa sampai ke mulutnya sejak saat itu.” Imam Nawawi mengatakan, “Hadits ini menunjukkan bahwa kita diperbolehkan untuk mendoakan kejelekan terhadap orang yang tidak melaksanakan aturan syariat tanpa aturan yang bisa dibenarkan. Hadits di atas juga menunjukkan bahwasanya amar ma’ruf nahi munkar itu dilakukan dalam segala keadaan. Sampai-sampai meskipun sedang makan. Di samping itu hadits di atas juga menunjukkan adanya anjuran mengajari adab makan terhadap orang yang tidak melaksanakannya (Syarah shahih Muslim, 14/161)

Meskipun demikian jika memang terdapat alasan yang bisa dibenarkan yang menyebabkan seseorang tidak bisa menikmati makanan dengan tangan kanannya karena suatu penyakit atau sebab lain, maka diperbolehkan makan dengan menggunakan tangan kiri. Dalilnya firman Allah, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. al-Baqarah: 286)

Ketiga, memakan makanan yang berada di dekat kita

Umar bin Abi Salamah meriwayatkan, “Suatu hari aku makan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan aku mengambil daging yang berada di pinggir nampan, lantas Nabi bersabda, “Makanlah makanan yang berada di dekatmu.” (HR. Muslim, no. 2022)

Hikmah dari larangan mengambil makanan yang berada di hadapan orang lain, adalah perbuatan kurang sopan, bahkan boleh jadi orang lain merasa jijik dengan perbuatan itu.

Anas bin Malik meriwayatkan, “Ada seorang penjahit yang mengundang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menikmati makanan yang ia buat. Aku ikut pergi menemani Nabi. Orang tersebut menyuguhkan roti yang terbuat dari gandum kasar dan kuah yang mengandung labu dan dendeng. Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu mengambil labu yang berada di pinggir nampan.” (HR. Bukhari, no. 5436, dan Muslim no. 2041)

Kalau lihat hadits ini, Nabi pernah tidak hanya memakan makanan yang berada di dekat beliau, tetapi juga di depan orang lain. Sehingga untuk kompromi dua hadits tersebut, Ibnu Abdil Bar dalam at-Tamhiid Jilid I halaman 277, mengatakan, “Jika dalam satu jamuan ada dua jenis atau beberapa macam lauk, atau jenis makanan yang lain, maka diperbolehkan untuk mengambil makanan yang tidak berada di dekat kita. Apabila hal tersebut dimaksudkan untuk memilih makanan yang dikehendaki. Sedangkan maksud Nabi, “Makanlah makanan yang ada di dekatmu” adalah karena makanan pada saat itu hanya satu jenis saja. Demikian penjelasan para ulama”