adsense

July 18, 2008

TANGGAPAN HABIB RIZIEQ terhadap CATATAN PINGGIR GOENAWAN MUHAMMAD

1. Naskah HAK JAWAB HABIB RIZIEQ terhadap CATATAN PINGGIR GOENAWAN MUHAMMAD
2. Salinan CATATAN PINGGIR GOENAWAN MUHAMMAD di Majalah Tempo 16-22 Juni2008
Senin 23 Juni 2008,
Advokasi Anti Ahmadiyah selaku Kuasa Hukum Al-HabibMuhammad Rizieq Syihab, Mendatangi Kantor Majalah TEMPO untuk menyampaikanHAK JAWAB HABIB RIZIEQ terhadap CATATAN PINGGIR GOENAWAN MOHAMAD di majalahTEMPO edisi 16-22 Juni 2008 yang telah secara BIADAB penuh sikap RASIS danFASIS menghina Habib Rizieq dan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir. Namun ternyatamajalah TEMPO hingga saat ini tidak sudi memuat HAK JAWAB tersebut.Karenanya, wajar jika dari balik sel tahanan Habib Rizieq Syihab menyerukanUmat Islam : "SUDAH WAKTUNYA UMAT ISLAM MEMBOIKOT TEMPO !" Berikut ini HAKJAWAB HABIB RIZIEQ yang TEMPO takut memuatnya disebarkan ke seluruh dunia :

Naskah HAK JAWAB HABIB RIZIEQ terhadap CATATAN PINGGIR GOENAWAN MUHAMMAD

"Si goen"
Setelah membaca catatan pinggir si goen dalam majalah tempo edisi 16-22 Juni2008, saya rasakan sel tahanan yang semula sempit dan pengap, berubah menjadi luas dan nyaman.

Tadinya, saya enggan menulis tanggapan ini, tapi karena si goen bertanya dan menantang, maka saya gunakan HAK JAWAB saya. Di sini saya sengaja menulis namanya dengan singkat "si goen", itu pun cukup dengan huruf kecil. Bagi saya huruf besar hanya untuk orang yang besar, palagi nama MUHAMMAD hanya untuk orang mulia.
Saya senang dengan catatan pinggir si goen, bahkan saya sempat tertawa saat membacanya. Bagaimana tidak? Bukankah hal yang sangat membahagiakan ketika kita mendapatkan "musuh" galau dan panik, apalagi depresi berat, ketakutan dan hilang kontrol.

Anehnya, si goen yang selama ini tidak pernah memuji pemerintah, tiba-tiba melalui catatan pinggirnya menjilat Polisi, Jaksa, Hakim hingga Presiden.Kenapa? Takut atau cari muka? Mungkin si goen sedang depresi, takut dituntut dan diperiksa sebagai "biang kerok" insiden Monas? Atau si goen sedang ketar-ketir kedoknya terbuka sebagai antek asing? Atau si goen sedangbingung hilangkan jejak dana asing ratusan juta dolar yang diterimanyabersama "gang" akkbb, dari bosnya di amerika, melalui asia foundation fordfoundation, usaid, ndi, rockefeller, dll?
Lebih anehnya lagi, si goen ingin "menggurui" saya dan Al-Ustadz Asy-Syeikh Abu Bakar Ba'asyir tentang iman, ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, danPancasila.

Lucu, si goen dan "gerombolannya" yang selama ini mati-matian membelapornografi, pornoaksi, sex bebas, homo sex, lesbi, nabi palsu, aliran sesat.Bahkan menghina Allah dan Rasul-Nya, memfitnah Iskam dan Al-Qur'an. Diaingin menggurui kami? Itukah "iman" dan "ketuhanan" yang ingin diajarkan sigoen kepada saya dan Syeikh Ba'asyir?!

Sejak kapan si goen mengenal kemanusiaan dan keadilan? Saat "geng" si goen"dikemplang bambu" oleh Komando Laskar Islam (KLI) pimpinan Sang PahlawanMunarman, teriakan si goen dan "gerombolannya" keras sekali. Namun dimana suara mereka untuk ribuan Umat Islam yang "dibantai dengan sadis" di Sampit,Sambas, Ambon, dan Poso? Mana pula suaranya untuk Kasus Banyuwangi?

Selain itu, si goen ini getol betul membela pki, bahkan nekatmemutar-balikan fakta sejarah dengan mengatakan bahwa pki sebagai "korbanpembantaian" . Lalu bagaimana dengan kebiadaban pki yang telah membakarpesantren, membantai santri, membunuh kyai, menculik jenderal, mengkhianatinegara, mengangkangi Pancasila? Kemanusiaan dan keadilan itukah yang ingin ditunjukkan si goen kepada saya dan Ustadz Ba'asyir?!

Soal Pancasila, lagi-lagi si goen sok menggurui. Saya ingin bertanya:Pancasilais kah orang macam berikut ini:
yang membela pki sang pengkhianatPancasila? yang ingin memperkosa kawan gadis "lsm"nya sendiri? yang membayar orang miskin untuk demo tentang apa yang tidak mereka paham? yang menipu orang kampung dengan janji wisata ke Dunia Fantasi-Ancol, ternyata diajak demo di Monas? Yang membohongi publik dengan publikasi foto Panglima KLI yang sedang mencekik anak buahnya sendiri, lalu dipelintir menjadi beritaPanglima KLI mencekik anggota gerombolan akkbb? Yang menerima dana asing untuk memecah belah bangsa? Yang menjadi antek asing? Yang membentuk ataumendukung lsm-lsm komprador yang menjadi antek asing? Yang menjual harkatdan martabat bangsa dengan dolar?

Pantaskah orang macam itu bicara Pancasila? Orang model itukah yang inginmenggurui saya dan Amir MMI?! Memalukan sekali. Orang yang tidak bermoralbicara tentang moral. Orang yang rasis dan fasis berbicara tentangkekeluargaan dan persamaan.
Saya ingatkan anda goen: Indonesia memang bukan Arab dan Turki, tapi jangan lupa Indonesia bukan amerika! Indonesia memang bukan negara Agama, tapiIndonesia juga bukan negara syetan yang kau bisa seenaknya menistakan agama dan budaya.

Indonesia adalah Indonesia, negeriku tercinta, yang takkan kubiarkan orangmacammu untuk merusak dan menghancurkannya. Aku anak Indonesia dan kaugundik amerika..

Ingat, orang yang hidupnya hanya berpikir tentang apa yang masuk keperutnya, maka harga dirinya sama dengan apa yang keluar dari perutnya

Jakarta, 21 Juni 2008
*Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab*

Salinan CATATAN PINGGIR GOENAWAN MUHAMMAD di Majalah Tempo 16-22 Juni 2008

Di luar sel kantor Kepolisian Daerah Jakarta Raya itu sebuah statemendimaklumkan pada pertengahan Juni yang panas: "SBY Pengecut!"

Yang membacakannya Abu Bakar Ba'asyir, disebut sebagai "Amir" MajelisMujahidin Indonesia, yang pernah dihukum karena terlibat aksi terorisme.Yang bikin statemen Rizieq Shihab, Ketua Front Pembela Islam, yang sedangdalam tahanan polisi dan hari itu dikunjungi sang Amir.
Dari kejadian itu jelas: mencerca Presiden dapat dilakukan dengan gampang.Suara itu tak membuat kedua orang itu ditangkap, dijebloskan ke dalam selpengap, atau dipancung.

Sebab ini bukan Arab Saudi, wahai Saudara Shihab dan Ba'asyir! Ini bukanTurki abad ke-17, bukan pula Jawa zaman Amangkurat! Ini Indonesia tahun2008.

Di tanah air ini, seperti Saudara alami sendiri, seorang tahanan bolehdikunjungi ramai-ramai, dipotret, didampingi pembela, tak dianggap bersalahsebelum hakim tertinggi memutuskan, dapat kesempatan membuat maklumat,bahkan mengecam Kepala Negara.

Di negeri ini proses keadilan secara formal dilakukan denganhati-hati--karena para polisi, jaksa, dan hakim diharuskan berendah hati danberadab. Berendah hati: mereka secara bersama atau masing-masing tak bolehmeletakkan diri sebagai yang mahatahu dan mahaadil. Beradab: karena dengankerendahan hati itu, orang yang tertuduh tetap diakui haknya untuk membeladiri; ia bukan hewan untuk korban.

Keadilan adalah hal yang mulia, Saudara Shihab dan Ba'asyir, sebab itupelik. Ia tak bisa digampangkan. Ia tak bisa diserahkan mutlak kepada hakim,jaksa, polisi--juga tak bisa digantungkan kepada kadi, majelis ulama, KetuaFPI, atau amir yang mana pun. Keadilan yang sebenarnya tak di tanganmanusia.

Itulah yang tersirat dalam iman. Kita percaya kepada Tuhan: kita percayakepada yang tak alang kepalang jauhnya di atas kita. Ia Yang Maha Sempurnayang kita ingin dekati tapi tak dapat kita capai dan samai. Dengan katalain, iman adalah kerinduan yang mengakui keterbatasan diri. Iman membentuk,dan dibentuk, sebuah etika kedaifan.

Di negeri dengan 220 juta orang ini, dengan perbedaan yang tak tepermanai di17 ribu pulau ini, tak ada sikap yang lebih tepat ketimbang bertolak darikesadaran bahwa kita daif. Kemampuan kita untuk membuat 220 juta orang tanpakonflik sangat terbatas. Maka amat penting untuk punya cara terbaikmengelola sengketa.

Harus diakui (dan pengakuan ini penting), tak jarang kita gagal. Saya bacasebuah siaran pers yang beredar pada Jumat kemarin, yang disusun olehorang-orang Indonesia yang prihatin: "… *ternyata, sejarah Indonesia tidakbebas dari konflik dengan kekerasan. Sejarah kita menyaksikan pemberontakanDarul Islam sejak Indonesia berdiri sampai dengan pertengahan 1960-an.Sejarah kita menanggungkan pembantaian 1965, kekerasan Mei 1998, konflikantargolongan di Poso dan Maluku, tindakan bersenjata di Aceh dan Papua,sampai dengan pembunuhan atas pejuang hak asasi manusia, Munir."*

Ingatkah, Saudara Ba'asyir dan Saudara Shihab, semua itu? Ingatkah Saudaraberapa besar korban yang jatuh dan kerusakan yang berlanjut karena kitamenyelesaikan sengketa dengan benci, kekerasan, dan sikap memandang diripaling benar? Saudara berdua orang Indonesia, seperti saya. Saya mengimbauagar Saudara juga memahami Indonesia kita: sebuah rahmat yang disebut"bhineka-tunggal- ika". Saya mengimbau agar Saudara juga merawat rahmat itu.

Merawat sebuah keanekaragaman yang tak tepermanai sama halnya denganmeniscayakan sebuah sistem yang selalu terbuka bagi tiap usaha yang berbedauntuk memperbaiki keadaan. Indonesia yang rumit ini tak mungkin berilusi adasebuah sistem yang sempurna. Sistem yang merasa diri sempurna--denganmengklaim diri sebagai buatan Tuhan--akan tertutup bagi koreksi, sementarakita tahu, di Indonesia kita tak hidup di surga yang tak perlu dikoreksi

Itulah yang menyebabkan demokrasi penting dan Pancasila dirumuskan.

Demokrasi mengakui kedaifan manusia tapi juga hak-hak asasinya--dan itulahyang membuat Saudara tak dipancung karena mengecam Kepala Negara.

Dan Pancasila, Saudara, yang bukan wahyu dari langit, adalah buah sejarahdan geografi tanah air ini--di mana perbedaan diakui, karena kebhinekaan itutakdir kita, tapi di mana kerja bersama diperlukan.

Pada 1 Juni 1945, Bung Karno memakai istilah yang dipetik dari tradisilokal, "gotong-royong" . Kata itu kini telah terlalu sering dipakai dandisalahgunakan, tapi sebenarnya ada yang menarik yang dikatakan Bung Karno:"gotong-royong" itu "paham yang dinamis," lebih dinamis ketimbang"kekeluargaan" .

Artinya, "gotong-royong" mengandung kemungkinan berubah-ubah cara danprosesnya, dan pesertanya tak harus tetap dari mereka yang satu ikatanprimordial, ikatan "kekeluargaan" . Sebab, ada tujuan yang universal, yangbisa mengimbau hati dan pikiran siapa saja--"yang kaya dan yang tidak kaya,"kata Bung Karno, "yang Islam dan yang Kristen", "yang bukan Indonesia tulendengan yang peranakan yang menjadi bangsa Indonesia."

"Gotong-royong" itu juga berangkat dari kerendahan hati dan sikap beradab,sebagaimana halnya demokrasi. Itu sebabnya, bahkan dengan membawa namaTuhan--atau justru karena membawa nama Tuhan--siapa pun, juga SaudaraBa'asyir dan Saudara Shihab, tak boleh mengutamakan yang disebut Bung Karnosebagai "egoisme-agama. "

Bung Karno tak selamanya benar.. Tapi tanpa Bung Karno pun kita tahu, tanahair ini akan jadi tempat yang mengerikan jika "egoisme" itu dikobarkan.Pesan 1 Juni 1945 itu patut didengarkan kembali: "Hendaknya negara Indonesiaialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan caraleluasa."

Dengan begitulah Indonesia punya arti bagi sesama, Saudara Shihab danBa'asyir. Ataukah bagi Saudara ia tak punya arti apa-apa?
Goenawan Mohamad