adsense

December 28, 2018

FIQIH IMAM SYAFI'I: Al-Nahy "larangan"





﴿ المبحث الثانى فى النهي ﴾

وهو طلب الترك من الاعلي الي الادني

فيه قواعد : 

۱. الاصل فى النهي للتحريم الا ما دل الدليل علي خلافه قال تعالى ولا تفسدوا فى الارض بعد اصلاحها.

٢. النهي عن الشيء امربضده. قال تعالى              ••    

٣. الاصل في النهي يدل على فساد المنهي عنه فى العبادة. كالصلاة الحايض والصومها.

٤. النهي يدل على فساد المنهي عنه فى المعاملات اِنْ رجع النهي الي نفس العقد كما فى بيع الحصاة. نهي صلي الله عليه وسلم عن بيع الحصاة رواه مسلم. ان رجع الى امر خارج عن العقد غير لازم فلا. كما فى البيع وقت نداء الجمعة. قال الله تعالى                ...الاية. للاخلال بالسعي الواجب الي الجمعة. والاخلال يوجد بالبيع وبغيره كالأكل.

Terjemah:


Pembahasan Ke - 2 AL-NAHY
Al-Nahy (larangan) adalah tuntutan untuk meninggalkan (suatu pekerjaan) dari atasan kepada bawahannya. Pembahasan larangan (al-nahy) meliputi beberapa kaidah sebagai berikut: 
  1. Larangan (al-nahy) pada dasarnya menunjukkan keharaman (sesuatu yang dilarang), kecuali adanya petunjuk (dalil) sebaliknya.
  2. Larangan (al-nahy) akan suatu hal (dapat diartikan sebagai) perintah akan hal-hal yang berlawanan atau kebalikan dari yang dilarang. Allah berfirman QS. al-Baqarah (2):188.
  3.              ••     
    Artinya:
    “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
  4. Larangan (al-nahy) pada dasarnya menunjukkan rusaknya sesuatu yang dilarang dalam ibadah. Seperti shalat dan puasanya perempuan yang haidh.
  5. Larangan (al-nahy) pada dasarnya menunjukkan rusaknya sesuatu yang dilarang dalam muamalah. Hal ini terjadi ketika larangan itu dikembalikan kepada kondisi akad (nafs al-'aqd), seperti bai' al-hashot (jual beli dengan cara melemparkan batu kecil atau spekulasi). Namun ketika larangan itu dikembalikan kepada sesuatu yang keluar dari transaksi (faktor eksternal) yang tidak tetap, maka sesuatu yang dilarang tersebut tidak rusak. Seperti hanya jual beli pada waktu adzan jum'at.
  6. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Jum’ah (62):9. 

                           
    Artinya :
    “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (QS. al-Jum'ah 9).

December 25, 2018

FIQIH IMAM SYAFI'I: PERINTAH (AL-AMR) DALAM SYARIAT ISLAM


Al-Amr (perintah) yaitu tuntutan untuk mengerjakan dari atasan kepada bawahannya. Dalam pembahasan amr ini terdapat beberapa kaidah sebagai berikut : 
  1. Perintah (amr) pada dasarnya menunjukkan wujub, kecuali ada dalil yang menunjukkan selainnya. Firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah (2): 43. 
       ...الاية  

    Artinya:
    “…dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat…”
  2. Perintah (amr) pada dasarnya tidak memiliki konsekuensi pengulangan, kecuali ada dalil yang menunjukkan selainnya.
  3. Firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah (2):196. 
         ..الأية 

    Artinya :
    “…dan sempurnakanlah haji dan umroh karena Allah…”
  4. Perintah (amr) pada dasarnya tidak memiliki konsekuensi untuk segera dikerjakan. Tujuan amr (perintah) adalah terwujudnya suatu pekerjaan tanpa adanya pengkhususan dengan waktu awal.
  5. Perintah (amr) terhadap sesuatu berarti juga perintah kepada hal-hal yang menjadi wasilah (medium) timbulnya sesuatu tersebut.
  6. Contoh perintah shalat berarti perintah untuk bersuci.
  7. Perintah terhadap sesuatu berarti larangan (nahi) terhadap hal-hal yang berlawanan dengan sesuatu tersebut.
  8. Firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah (2):83. 
     ••  ..الأية  

    Artinya :
    “….dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia...”
  9. Ketika suatu perintah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuannya maka orang yang dikenai perintah telah terbebas dari ikatan (perjanjian) amr tersebut. seperti ketika seseorang yang tidak menemukan air (untuk wudhu) kemudian tayamum dan mengerjakan shalat, maka ia tidak wajib qadha (mengulang) shalat ketika menemukan air.

December 24, 2018

FIQH IMAM SYAFI'I: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AT

PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AT



﴿ الأحكام ﴾
الأحكام تسعة : الواجب والمندوب والمباح والحرام والمكروه والصحيح والباطل والرخصة والعزيمة.

فالواجب : مايثاب على فعله ويعاقب على تركه . كالصلوات الخمس وصوم رمضان.

المندوب : مايثاب على فعله ولايعاقب على تركه . كتحية المسجد.

الحرام : مايثاب على تركه ويعاقب على فعله . كالربا وفعل المفسدة

المكروه : مايثاب على تركه ولايعاقب على فعله . كتقديم اليسرى على اليمنى فى الوضوء

المباح : ما لا يثاب على فعله ولايعاقب على تركه . كالنوم فى النهار.

الصحيح : ما يجتمع فيه الركن والشرط

الباطل : ما لا يجتمع فيه الركن والشرط

الركن : ما يتوقف عليه صحة الشيء وكان جزأ منه. كغسل الوجه للوضوء وتكبيرة الاحرام للصلاة

الشرط : ما يتوقف عليه صحة الشيء وليس جزأ منه. كماء مطلق للوضوء وستر العورة للصلاة.

الرخصة : هي الحكم الذى يتغير من سعوبة الى سهولة مع قيام سبب الحكم الاصلي . كجوز الفطر للمسافر لا يجهده الصوم وأكل الميتة للمضطر

العزيمة : هي الحكم كوجوب الصلوابت الخمس وحرمة اكل الميتة لغير المضطر.


Terjemah:


Pembagian Hukum Syari'at
Al-Ahkam al-Syar’iy (hukum-hukum syariat) dibagi menjadi sembilan, yaitu: wajib, mandub, mubah, haram, makruh, sahih, bathil, rukhshah dan 'azimah. Adapun definisi masing-masing sembilan hukum tersebut adalah sebagai berikut: 
  1. Wajib, yaitu sesuatu yang apabila dikerjakan akan diberi pahala dan ketika ditinggalkan akan disiksa. Seperti shalat lima waktu dan puasa Ramadhan.
  2. Mandub, yaitu sesuatu yang apabila dikerjakan akan diberi pahala dan apabila ditinggalkan tidak akan disiksa. Seperti shalat tahiyat masjid.
  3. Haram, yaitu sesuatu yang apabila ditinggalkan akan diberi pahala dan apabila dikerjakan akan disiksa. Seperti riba dan melakukan kerusakan.
  4. Makruh, yaitu sesuatu yang diberi pahala apabila ditinggalkan, tapi tidak disiksa apabila dikerjakan. Seperti mendahulukan bagian yang kiri dalam wudhu.
  5. Mubah, yaitu sesuatu yang apabila ditinggalkan dan dikerjakan tidak mendapat pahala dan siksa. Seperti tidur siang hari.
  6. Shahih, yaitu sesuatu yang didalamnya mencakup rukun dan syarat.
  7. Bathil, yaitu sesuatu yang didalamnya tidak mencakup rukun dan syarat.
  8. Rukun adalah sesuatu yang menyebabakan sahnya sesuatu (pekerjaan) dan ia merupakan bagian (juz) dari sesuatu (pekerjaan) itu. Seperti membasuh wajah dalam berwudhu dan takbiratul ihram dalam shalat. Adapun syarat adalah sesuatu yang menyebabkan sahnya sesuatu (pekerjaan), namun ia bukanlah bagian (juz) dari sesuatu (pekerjaan) tersebut.
  9. Rukhshah, yaitu perubahan hukum dari berat menjadi ringan, sedangkan sebab hukum asalnya masih tetap. Seperti diperbolehkannya membatalkan puasa bagi musafir meskipun ia tidak merasa keberatan untuk melanjutkan puasanya. Dan diperbolehkan memakan bangkai bagi orang yang terpaksa.
  10. ‘Azimah, yaitu hukum seperti kewajiban shalat lima waktu dan haramnya memakan bangkai bagi yang tidak terpaksa.