adsense

April 30, 2022

KONDISI ulama salafus shalih ketika Ramadhan berakhir

Terima kasih Semoga bermanfaat Dan menjadi ladang pahala

KONDISI ulama salafus shalih ketika Ramadhan berakhir, sungguh menakjubkan. Kepergian bulan agung ini, seolah-olah menjadi musibah besar bagi mereka sehingga tak jarang di antara mereka yang merasa sedih, pilu, dan merasa kehilangan.

Bagaimana tidak, momentum tahunan yang penuh berkah, ampunan, dan pembebasan dari api neraka ini terasa begitu singkat, sedangkan mereka belum tahu pasti apakah amalan-amalan yang dilakukan sudah diterima dan apakah dosa-dosa yang menggunung tinggi sudah diangkat?

Ibnu Rajab al-Hanbali ketika menggambarkan kondisi salaf, beliau menjelaskan bahwa enam bulan sebelum Ramadhan menjelang, mereka berdoa dengan giat agar disampaikan kepada bulan agung ini. Sedangkan enam bulan sesudahnya, mereka sangat gigih berdoa agar segenap amalan mereka diterima Allah Subhanahu Wata’ala (Lathâ`ifu al-Ma’arif, 209). Persis setelah Ramadhan berakhir, mereka menampakkan kesedihan, dan merasa kehilangan. Di samping itu, mereka sangat antusias saling menasihati agar bisa meneruskan ketaatan sepanjang tahun.

Suatu saat, Umar bin Abdul Aziz RA keluar rumah di hari Idul Fitri. Dalam khutbahnya beliau menandaskan, “Wahai rakyatku sekalian! Kalian telah berpuasa karena Allah Subhanahu Wata’ala selama tiga puluh hari. Demikian juga telah menunaikan shalat malam tiga puluh hari. Hari ini kalian keluar untuk memohon kepada Allah agar semua amalan diterima.” Pada momen demikian, ada seorang salaf yang menampakkan kesedihan. Kemudian ia ditanya, “Bukankah ini hari kegembiraan dan kesenangan?” Ia menjawab, “Benar. Akan tetapi aku adalah seorang hamba yang Allah perintahkan melakukan amalan. Sedangkan aku tidak tahu apakah amalan itu diterima atau tidi? Itulah yang membuatku sedih.”

Fenomena lain yang tak kalah menarik, ketika Wahab bin al-Warad melihat suatu kaum yang tertawa di hari Idul Fitri, ia berkomentar, “Jika puasa mereka diterima, bukan seperti ini kondisi orang yang bersyukur. Jika tidak diterima, maka bukan demikian perbuatan orang yang takut.” Bayangkan! Tertawa di bulan yang biasa disebut dengan kemenangan saja, menjadi catatan tersendiri bagi ulama salaf. Bagi mereka, Idul Fitri bukanlah momentum untuk meluapkan kegembiraan, justru untuk instrospeksi diri apakah amalan sepanjang Ramadhan diterima Allah Subhanahu Wata’ala.

Lain halnya dengan Hasan Bashri. Beliau menganalogikan Ramadhan dengan sangat apik, “Allah menjadikan bulan Ramadhan sebagai kancah (arena) bagi hamba-Nya untuk berpacu melakukan ketaatan untuk meraih rida-Nya. Ada yang mendahului sehingga mendapat kemenangan. Ada juga yang terbelakang sehingga kalah.” Meski demikian, tetap saja beliau memberi catatan bagi orang yang bersenang-senang pada momentum agung ini, “Sungguh ironis bagi orang yang tertawa pada hari ini di saat orang baik mendapat kemenangan dan orang jahat mengalami kegagalan.”

Khalifah Keempat Ali RA memiliki kebiasaan unik. Pada akhir malam bulan Ramadhan beliau berseru, “Ooo, siapakah yang diterima amalnya lalu kita beri ucapan selamat kepadanya. Siapa pula yang tidak diterima amalnya, lalu kita berkabung untuknya.”

Senada dengan sahabat yang berjuluk Abu Turab tersebut, Ibnu Mas’ud berkomentar pada momentum akhir Ramadhan, “Siapakah orang yang diterima amalnya lalu kita ucapkan selamat kepadanya? Dan siapa yang tidak diterima amalnya lalu kita berkabung untuknya. Wahai orang yang diterima, selamat dan sukses untuk kalian. Wahai orang yan tertolak? Allah telah memperbaiki musibah kalian.” (Ibnu Rajab, 209, 210).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa saat Ramadhan berakhir, mereka merasa sangat kehilangan. Mereka berada dalam kondisi harap-harap cemas apakah amalan-amalan selama Ramadhan diterima Allah. Di samping itu, akhir Ramadhan dijadikan momentum evaluasi diri dan wahana untuk saling mengingatkan agar tetap beramal kebaikan walau di bulan-bulan lain. Wallâhu a’lam.*/Mahmud Budi Setiawan

April 11, 2022

PERNIKAHAN BEDA AGAMA MERUSAK AKIDAH

Terima kasih Semoga bermanfaat Dan menjadi ladang pahala

Alasan dilarangnya pernikahan beda agama adalah akan merusak akidah. Lewat pernikahan seseorang akan mudah dipengaruhi imannya. Dari larangan tersebut, maka menikah dengan pria atau wanita non-muslim adalah haram dan jika terjadi masuk dalam perbuatan zina.


 
JATUH cinta kadang tidak dapat direncanakan kepada siapa hati ini akan tertambat. Sehingga, rendahnya iman membuat orang sering jatuh cinta dengan orang yang berbeda agama. Hubungan dijalani pun terbentur karena perbedaan.

Pasangan yang sudah terlanjur jatuh cinta bisa dibutakan oleh cinta itu sendiri. Ada yang nekat menikah secara hukum meski beda agama. Secara Islam dilarang menikah beda agama. Larangan itu jelas di dalam Alquran. “Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke Neraka, sedang Allah SWT mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran” (QS Al-Baqarah : 221)

Dalam ayat lain dijelaskan pula larangan menikah dengan orang yang tidak beriman kepada Allah SWT.

“Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka” (QS Al-Mumtahanah : 10).

Penjelasan tidak bolehnya nikah beda Agama Menurut Islam


 

Sejarah Rusaknya akidah manusia (Kesyirikan) di Dunia

ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﺤَﻤْﺪَ ﻟِﻠﻪِ ﻧَﺤْﻤَﺪُﻩُ ﻭَﻧَﺴْﺘَﻌِﻴْﻨُﻪُ ﻭَﻧَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻩْ ﻭَﻧَﻌُﻮﺫُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻣِﻦْ ﺷُﺮُﻭْﺭِ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻨَﺎ ﻭَﻣِﻦْ ﺳَﻴِّﺌَﺎﺕِ ﺃَﻋْﻤَﺎﻟِﻨَﺎ، ﻣَﻦْ ﻳَﻬْﺪِﻩِ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓَﻼَ ﻣُﻀِﻞَّ ﻟَﻪُ ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﻀْﻠِﻞْ ﻓَﻼَ ﻫَﺎﺩِﻱَ ﻟَﻪُ. ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥَّ ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪ ﻭَﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥَّ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ﻋَﺒْﺪُﻩُ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟُﻪُ

Innal hamda lillaah nahmaduhu wa nasta’iinuhu wa na’uudzu billahi min suruuri anfusinaa wa min sayyiaati a’maalinaa man yahdihillaahu falaa mudhilla lah, wa man yudhlilhu falaa haadiya lah. Asyhadu allaa ilaaha illallah, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuu wa rosuuluh.”

Artinya:

“Segala puji bagi Allah yang hanya kepada-Nya kami memohon pertolongan dan mohon ampunan. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan dan keburukan amalan kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkan, dan barang siapa yang tersesat dari jalan Allah maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, yang tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya.”

 

MANUSIA dahulu berada di akidah yang lurus, yakni menyembah Allah SWT saja. “Manusia dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih” (QS. Yunus : 19).

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Pertama, kita perlu meyakini bahwa rasul yang pertama kali Allah utus adalah Nabi Nuh ‘alaihis salam.

Dalam hadis yang sangat panjang, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan kejadian yang dialami manusia ketika di padang mahsyar. Dalam penggalan cerita itu, manusia berbondong-bondong mendatangi Nuh agar beliau berdoa kepada Allah. Mereka mengatakan,

يَا نُوحُ أَنْتَ أَوَّلُ الرُّسُلِ إِلَى أَهْلِ الأَرْضِ وَقَدْ سَمَّاكَ اللَّهُ عَبْدًا شَكُورًا اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ

Wahai Nuh, anda rasul pertama di muka bumi. Allah menggelari anda dengan hamba yang pandai bersyukur, berikanlah syafaat untuk kami di hadapan Rabmu…

Namun Nabi Nuh kala itu tidak bersedia, karena alasan tertentu. Kemudian beliau mengarahkan agar mendatangi Nabi Ibrahim. (HR. Ahmad 9873, Bukhari 3340, Muslim 501 dan yang lainnya).



Referensi: https://konsultasisyariah.com/24233-sejarah-kesyirikan-di-dunia.html

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Pertama, kita perlu meyakini bahwa rasul yang pertama kali Allah utus adalah Nabi Nuh ‘alaihis salam.

Dalam hadis yang sangat panjang, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan kejadian yang dialami manusia ketika di padang mahsyar. Dalam penggalan cerita itu, manusia berbondong-bondong mendatangi Nuh agar beliau berdoa kepada Allah. Mereka mengatakan,

يَا نُوحُ أَنْتَ أَوَّلُ الرُّسُلِ إِلَى أَهْلِ الأَرْضِ وَقَدْ سَمَّاكَ اللَّهُ عَبْدًا شَكُورًا اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ

Wahai Nuh, anda rasul pertama di muka bumi. Allah menggelari anda dengan hamba yang pandai bersyukur, berikanlah syafaat untuk kami di hadapan Rabmu…

Namun Nabi Nuh kala itu tidak bersedia, karena alasan tertentu. Kemudian beliau mengarahkan agar mendatangi Nabi Ibrahim. (HR. Ahmad 9873, Bukhari 3340, Muslim 501 dan yang lainnya).



Referensi: https://konsultasisyariah.com/24233-sejarah-kesyirikan-di-dunia.html

Bagaimana kesyirikan (rusaknya akidah yang lurus) pertama terjadi? Kapan itu terjadi?

Sepuluh generasi berselang sejak Nabi Adam, praktek kesyirikan perdana muncul di tengah kaum Nabi Nuh.

Pertama, kita perlu meyakini bahwa rasul yang pertama kali Allah utus adalah Nabi Nuh ‘alaihis salam.

 Dalam hadis yang sangat panjang, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan kejadian yang dialami manusia ketika di padang mahsyar. Dalam penggalan cerita itu, manusia berbondong-bondong mendatangi Nuh agar beliau berdoa kepada Allah. Mereka mengatakan,

 يَا نُوحُ أَنْتَ أَوَّلُ الرُّسُلِ إِلَى أَهْلِ الأَرْضِ وَقَدْ سَمَّاكَ اللَّهُ عَبْدًا شَكُورًا اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ

Wahai Nuh, anda rasul pertama di muka bumi. Allah menggelari anda dengan hamba yang pandai bersyukur, berikanlah syafaat untuk kami di hadapan Rabmu…

Namun Nabi Nuh kala itu tidak bersedia, karena alasan tertentu. Kemudian beliau mengarahkan agar mendatangi Nabi Ibrahim. (HR. Ahmad 9873, Bukhari 3340, Muslim 501 dan yang lainnya).

Kedua, mengapa Nuh sebagai rasul pertama?

 Jika Nuh rasul pertama, bagaimana dengan Adam?

Adam manusia pertama sekaligus nabi, namun beliau bukan rasul. Beliau menerima wahyu dari Allah, untuk diri beliau dan semua orang yang ada di sekitar beliau. Dan mereka semua dalam kondisi beriman, sekalipun ada diantara mereka yang melakukan dosa.

Sementara diantara ciri rasul, mereka Allah utus untuk menghadapi kaum yang menyimpang dan keluar dari islam karena pelanggaran kesyirikan. Seperti yang dialami kaum nabi Nuh ‘alaihis salam.

Ketiga, antara Adam dan Nuh, belum ada kesyirikan

Jarak antara Nuh dan Adam ada 10 generasi. Sebelum Nabi Nuh diutus, tidak ada satupun manusia yang berbuat syirik dan kufur kepada Allah.

Keterangan ini disampaikan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma,

 كان بين نوح وآدم عشرة قرون، كلهم على شريعة من الحق. فاختلفوا، فبعث الله النبيين مبشرين ومنذرين.

Antara Nuh dan Adam ada 10 generasi. Mereka semua berada di atas syariat yang benar. Kemudian mereka saling berselisih. Kemudian Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi gambar gembira dan kabar peringatan. (HR. At-Thabari dalam Tafsirnya no. 4048).

Allah mengutus Nuh ketika ada sebagian manusia yang berbuat kesyirikan, karena itulah, beliau menjadi rosul pertama.

 Keempat, berhala di masa Nuh, mewakili orang soleh yang diagungkan kaum mereka

 Allah menceritakan upaya pembelaan kaum Nuh terhadap berhala mereka,

 قَالَ نُوحٌ رَبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِي وَاتَّبَعُوا مَنْ لَمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَوَلَدُهُ إِلَّا خَسَارًا . وَمَكَرُوا مَكْرًا كُبَّارًا. وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آَلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

 Nuh berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka, (21) dan melakukan tipu-daya yang amat besar”. (22) Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan)wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr.” (QS. Nuh: 21 – 23).

 Siapakah berhala-berhala ini?

 Ibnu Abbas menjelaskan,

 أَسْمَاءُ رِجَالٍ صَالِحِينَ مِنْ قَوْمِ نُوحٍ ، فَلَمَّا هَلَكُوا أَوْحَى الشَّيْطَانُ إِلَى قَوْمِهِمْ أَنِ انْصِبُوا إِلَى مَجَالِسِهِمُ الَّتِى كَانُوا يَجْلِسُونَ أَنْصَابًا ، وَسَمُّوهَا بِأَسْمَائِهِمْ فَفَعَلُوا فَلَمْ تُعْبَدْ حَتَّى إِذَا هَلَكَ أُولَئِكَ وَتَنَسَّخَ الْعِلْمُ عُبِدَتْ

Mereka adalah nama-nama orang soleh di kalangan kaumnya Nuh. Ketika mereka meninggal, setan membisikkan kaumnya untuk membuat prasasti di tempat-tempat peribadatan orang soleh itu. Dan memberi nama prasasti itu sesuai nama orang soleh tersebut. Merekapun melakukannya. Namun prasasti itu tidak disembah. Ketika generasi (pembuat prasasti) ini meninggal, dan pengetahuan tentang prasasti ini mulai kabur, akhirnya prasasti ini disembah. (HR. Bukhari 4920).

 Referensi

Bagaimana kesyirikan pertama terjadi? Kapan itu terjadi?

Referensi: https://konsultasisyariah.com/24233-sejarah-kesyirikan-di-dunia.html

Berhala pertama yang dijadikan sesembahan bukanlah benda langit, alam, atau hewan, melainkan penyembahan terhadap orang-orang shalih, yakni lima pemuka agama dari umat Nabi Nuh bernama Wadd, Suwa, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr. Ibnu Abbas mengatakan setelah kelimanya wafat, orang-orang berkumpul di dekat kubur mereka dan membuat patung-patung menyerupai kelimanya (Ighatsatul Lahafan, 21/115).

Awalnya kelima patung itu dibuat untuk mengenang sekaligus memecut semangat beribadah orang-orang. Mereka berkata, “Sebaiknya kita buatkan patung-patung mereka sebagai peringatan agar kita dapat giat beribadah” (Tafsir Ibnu Katsir al-Qur’anul Adzim, Surat Nuh 22-23).Namun ketika mereka meninggal, dan telah hilang ilmu, maka patung-patung tersebut disembah oleh generasi setelahnya” (HR. Bukhari no.4920, dari Ibnu Abbas)

Penyimpangan akidah sebagian kaum Nabi Nuh ini diabadikan di dalam Al Quran, “Dan mereka berkata: ‘jangan sekali-kali kamu meninggalkan tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa, yaghuts, ya’uq dan nasr.” (QS. Nuh: 23).

Wadd adalah sesembahan Bani Kalb, sedangkan Suwaa adalah berhala Huzail. Adapun Yaghuts adalah sesembahan Bani Gatif di Saba, dan Ya’uq adalah sesembahan Bani Hamdan. Sedangkan Nasr adalah berhala Bani Himyar [Sirah Ibnu Hisyam].

Sebagaimana kaum Nabi Nuh, sedikitnya ilmu, pengagungan berlebihan terhadap makhluk, dan hasutan syaithanjuga telah menjerat penduduk Mekkah yang mulanya memeluk agama Ibrahim menjadi penyembah berhala al Latta di masa pra-Islam.

Sebagaimana kelima orang shalih kaum Nabi Nuh, Latta sejatinya adalah seorang laki-laki dermawan di Mekkah yang mengaduk tepung untuk dihidangkan kepada jamaah haji (HR. Bukhari no. 4859). Setelah ia meninggal, orang-orang mendatangi kuburnya dan setelah lewat beberapa masa, ia dijadikan patung dan disembah (Tafsir Ath Thabari, 22/523).

Para Nabi dan orang-orang shalih tidak pernah menyeru pengikutnya untuk menyembah diri mereka. Sebaliknya, misi dakwah pertama dan utama seluruh Nabi dan Rasul adalah menyeru manusia untuk mentauhidkan Allah.Allah berfirman, “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul: ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. An-Nahl: 36).

Rasulullah telah memperingatkan umatnya agar tidak terjatuh pada kesyirikan sebagaimana yang terjadi pada umat-umat terdahulu karena berlebihan dalam mengagungkan nabi mereka.Beliau bersabda, “Jangan sampai syaithan menyesatkan kalian, aku adalah Muhammad bin ‘Abdillah, seorang hamba Allah dan utusan-Nya, demi Allah, aku tidak suka jika kalian mengangkat derajatku melebihi derajat dan kedudukan yang telah Allah tetapkan bagiku.” [HR. Ahmad].

Syirik adalah seburuk-buruk kezaliman sebagaimana tauhid adalah sebaik-baik amal shalih. Semoga kita semua menghadap Rabb Alam Semesta dengan membawa tauhid yang murni, karenadahulu Rasulullah pernah bersabda, “Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, ia masuk Surga.” [HR. Muslim, 93].

Utusan Di Setiap Umat

Pada dasarnya, ketidaktahuan (kejahilan) dimaafkan dalam syariat. Namun demikian, kejahilan tidak selalu ditolerir (diberi uzur). Allah Mengutus lebih dari seratus ribu Nabi ke seluruh umat manusia sebagai iqomatul hujjah (penyampaian ilmu) sehingga tidak ada lagi yang tersisa kecuali kelalaian dan keengganan setelah jelas kebenaran.
“Dan apakah kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan apakah tidak datang kepadamu pemberi peringatan?” [QS. 35: 37].

Musnahnya kota Pompeii pada tahun 79 M disebabkan erupsi Gunung Vesuvius mengisyaratkan telah sampainya hujjah dan peringatan akan kezaliman mereka. Kota yang sekarang berada di Naples, kepulauan Capri, Italia, itu menurut para periset Barat adalah kota dimana praktek asusila dilakukan merata dan terang-terangan, seperti di jalan-jalan.

Sebagaimana pada Kaum Nabi Nuh, Nabi Luth, Kaum ‘Aad, dan Tsamud, Allah tidak menurunkan siksa kecuali ditegakkannya hujjah terlebih dahulu. “Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul. (QS. 17: 15).

Meski tidak terdapat keterangan spesifik apakah telah diutus seorang Nabi di Pompeii, wilayah Roma sudah mencakup Syam tatkala Vesuvius meletus. Sehingga ajaran para Nabi yang diutus di Syam kemungkinan telah sampai ke Pompeii, atau, sudah ada sebelumnya Pemberi Peringatan. Kita serahkan perkara ghaib kepada Allah SWT.

“Dan tidaklah Rabb-mu Membinasakan kota-kota, sebelum Dia Mengutus di ibukota itu yang membacakan ayat-ayat kami kepada mereka, dan tidak pernah Kami Membinasakan kota-kota, kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman” [QS.28: 59].

Juga Firman Allah, “Dan Kami tidak Membinasakan suatu negeri kecuali setelah ada orang-orang yang memberi peringatan kepadanya” [QS. 26: 208].

Kisah para Nabi dan Rasul memang identik dengan Timur Tengah. Di lain sisi, Rasulullah SAW menegaskan bahwa terdapat lebih dari seratus ribu Nabi dan sebagian besarnya tidak disebutkan dalam Al Quran dan hadis.

Sahabat Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah SAW tentang jumlah para Nabi. Rasulullah menjawab, “Jumlah para Nabi 124.000 orang, 315 di antara mereka adalah Rasul, Banyak sekali.” [HR. Ahmad no. 22288].

Allah SWT Mengutus mereka ke seluruh umat, sedangkan umat manusia tidak hanya terdapat di Mesir, Syam dan Babilonia saja.

“Dan setiap umat [mempunyai] Rasul” [QS. 10: 47]. Allah juga berfirman, “Dan sungguh kami telah mengutus seorang Rasul untuk setiap umat” [QS. 16: 36].

Dari keumuman ayat ini, maka peradaban Indian di Amerika Selatan, di pedalaman Afrika, di hutan belantara Gaul, di India, di Tiongkok, di Imperium Romawi, adalah umat-umat manusia juga, sebagaimana di Timur Tengah.

“Dan tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan” [QS. 35: 24].

Hari ini risalah Nabi Akhir Zaman telah sampai dengan jelas dan purna. Mushaf Al Quran dan terjemahannya mudah dijumpai dan para ahli ilmu pun tersebar. Hujjah telah tegak dan kelak semua hamba akan dimintai pertanggungjawaban. Semoga Allah Melindungi kita dari apa yang menimpa umat terdahulu di dunia serta Menjauhkan kita dari penyesalan di Akhirat kelak karena lalai ketika di dunia. Aamiin. []

contoh merusak akidah

Subhaanakallohumma wa bihamdika, asy-hadu alla ilaha illa anta, as-tagh-firuka wa atuubu ilaik

Artinya:

“Maha Suci Engkau, wahai Allah, dan dengan memuji-Mu, aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau. Aku meminta ampun kepada-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu; kecuali diampuni baginya dosa-dosa selama di majelisnya itu.”

 

 

 

 

April 06, 2022

Sejarah Perkembangan Teknologi Dalam Dunia Islam

Terima kasih Semoga bermanfaat Dan menjadi ladang pahala

Penemu facebook adalah Mark Zuckerberg, Pria kelahiran New York ini pernah memberikan cuitan yang menjadikan dirinya sukses. Mark berkata 

 “Saya heran ada orang-orang yang terlalu mengidolakan saya. Padahal saya sangat mengidolakan ilmuan muslim Al-Khawarizmi. Karena tanpa ada algoritma dan aljabar, maka jangan pernah bermimpi ada Facebook, Whatsapp bahkan komputer. Kalian seharusnya bangga menjadi seorang muslim,” 

Dalam cuitan Mark Zukerberg tersebut ada seorang ilmuwan muslim yang berjasa besar dalam lahirnya teknologi sekarang ini. Dia adalah Al-Khawarizmi, lalu siapakah Al-Khawarizmi?.

Nama lengkapnya adalah Muhammad Ibn Musa Al-Khawarizmi, dilahirkan di Uzbekistan(194 H/780 M) dan wafat di Baghdad (266 H/850 M). Dia adalah perintis dalam ilmu matematika.Al-Khawarizmi adalah pelopor dalam penggunaan angka nol dalam matematika yang dikenal dengan nama algoritma. Ia menulis buku babon tentang matematika, yaitu “al-Kitab al-Mukhtasar fi Hisab al-Jabar wa al-Muqabalah (Kompendium tentang Hitung Aljabar dan Persamaan, tahun 825 M). Eropa baru mengenalnya pada tahun 1140 M atas jasa Robert Chester yang menerjemahkan kedalama bahasa Latin dengan judul ”Liber Algebras et Almucabola”. Sampai saat ini, metode Al-Khawarizmi masih tetap digunakan, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan Algorism (urutan logis pengambilan putusan untuk pemecah masalah)

sejarah perkembangan teknologi dalam dunia islam

1. Perkembangan Teknologi Pada Zaman Para Nabi

Pada zaman para nabi, perkembangan teknologi sebetulnya sudah ada dan lumayan maju. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kisah-kisah dalam al-qur’an tentang bagaimana kehidupan manusia zaman nabi.

Hal dilakukan nabi Adam as ketika bertemu dengan Siti Hawa ialah bagaimana membangun sebuah peradaban. Dalam sejarahnya, Nabi Adam Kebingungan dalam menemukan api untuk memasak.

Namun, dia mendapat wahyu, ketika batu digesekkan dengan batu maka akan menghasilkan api. Ini merupakan sebuah teknologi. Kita ambil contoh lain, pada zaman nabi Nuh as, telah ada yang namanya kapal bahkan kapal ini sangat besar.

Dalam sejarahnya, kapal ini berukuran raksasa, semua makhluk hidup yang patuh kepada nabi Nuh as mampu ditampungnya seperti gajah, beruang dan hewan lainnya. Hal ini menandakan betapa canggihnya teknologi yang ada di dunia islam sejak zaman dahulu kala.

2. Perkembangan Teknologi Pada Zaman Bani Umayyah

Sejarah Perkembangan Teknologi Dalam Dunia Islam pada tahun 700-an, Ahli ilmu geografi Islam dan navigator-navigatornya mempelajari jarum magnet mungkin dari orang Cina, namun para navigator itulah yang pertama kali menggunakan jarum magnet dan menerapkannya di dalam pelayaran.

Mereka menemukan kompas dan menguasai penggunaannya di dalam pelayaran menuju ke Barat. Navigator-navigator Eropa bergantung pada juru-juru mudi Muslim dan peralatannya ketika menjelajahi wilayah-wilayah yang tak dikenal.

Gustav Le Bon mengakui bahwa jarum magnet dan kompas betul-betul ditemukan oleh Muslim dan orang Cina hanya berperan kecil.

Alexander Neckam, seorang Inggris, seperti juga orang Cina, mungkin belajar tentang kompas dari pedagang-pedagang Muslim, namun dikatakan bahwa dialah orang pertama yang menggunakan kompas dalam pelayaran.

3. Perkembangan Teknologi Pada Zaman Daulah Abbasiah Baghdad (Irak)

Pada tahun sekitar 765, fakultas kedokteran pertama didirikan oleh Jurjis Ibnu Naubakht. Sekitar tahun 990 M, Ibnu Firnas seorang ilmuwan dari Andalusia (Spanyol) memimpikan bagaimana agar suatu saat manusia bisa terbang bebas di angkasa seperti burung.

Dia terinspirasi kejadian Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw, tetapi dia berpikir bahwa manusia biasa tidak mungkin bisa naik Bouraq kendaraan Nabi Saw untuk Isra’ Mi’ raj, karena dia hanya manusia biasa, bukan seorang yang mulia seperti nabi.

Ibnu Firnas (Armen Firman), mulai melakukan penelitian yaitu meneliti gerak aerodinamika, fisika udara, dan anatomi burung dan kelelawar. Sampai pada suatu saat dia menciptakan sebuah alat terbang seperti sayap kelelawar.

Kemudian dia menaiki menara Masjid Cordoba, disaksikan oleh ribuan orang di bawahnya, lalu dia melompat dan melayang terbang sejauh kira-kira 3 KM dan mendarat dengan selamat.

Ribuan orang ramai bertepuk tangan atas ciptaannya. Sebaliknya pada saat itu masyarakat Eropa masih dalam era kegelapan, Alat terbang Ibnu Firnas inilah yang menginspirasi Wright Bersaudara menciptakan pesawat terbang pada awal abad ke 19.

4. Perkembangan Teknologi Pada Zaman Khalifah Al-Maimun Ibnu Harun Al - Rasyid

Sejarah Perkembangan Teknologi Dalam Dunia Islam pada tahun 813, didirikanlah Daru Al-Hikmah atau Akademi Ilmu Pengetahuan pertama yang ada di dunia, yang mana terdiri dari perpustakaan, pusat pemerintahan, obsevatorium bintang dan Universitas.

Pada tahun 850, Ahli kimia Islam menghasilkan kerosin (minyak tanah murni) melalui penyulingan produk minyak dan gas bumi (Encyclopaedia Britannica, Petroleum) lebih dari 1.000 tahun sebelum Abraham Gesner, orang Inggris, mengaku sebagai yang pertama menghasilkan kerosin dari penyaringan aspal.

Pada tahun 866, kertas tertua yang menjadi contoh untuk dicetak di dunia barat adalah sebuah naskah arab yang berjudul Gharib Al-Hadist oleh Abu ‘Ubyad Al-Qasim ibnu Sallam bertanggal Dzulqaidah 252 atau 13 Nopember – 12 Desember 866, yang masih tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden.

5. Perkembangan Teknologi Pada Zaman Islam Modern

Pada saat zaman ini, dunia islam sudah banyak menciptakan teknologi yang canggih dan berguna bagi kelangsungan hidup manusia. Mereka sudah mampu memanfaatkan nuklir sebagai sumber energi.

Selain itu, tidak mau kalah dengan dunia barat, dunia islam juga mampu menciptakan pesawat terbang yang canggih. Di lihat dari teknologi perang, dunia islam juga sangat canggih. Ini merupakan penyempurnaan dari teknologi masa lampau.

Teknologi dunia islam sudah berkembang dari manusia pertama dan terus mengalami penyempurnaan di dari zaman ke zaman. Kemajuan teknologi pada zaman sekarang sangat erat kaitannya dengan teknologi masa lampau.