adsense

June 19, 2009

SIFAT ALLAH TA'ALA YG WAJIB DIKETAHUI

Allah itu mempunyai sifat wajib,mustahil ( muhal ) dan sifat jaiz ( wenang )
Sifat wajib Allah ada 20 dibagi jadi 4 bagian
1. Sifat Nafsiyah
2. Sifat Salbiyah
3. Sifat Ma’ani
4. Sifat Ma’nawiyah
Sifat Nafsiyah : Sifat yang dinisbahkan kepada Allah yang maksudnya ada, yaitu sifat wujud
Sifat mustahil /lawannya ( muhal ) = adam, artinya tidak ada
Dalil : Allahulladzii khalaqas samaawati wal ardla wamaa baynahuma
( Yaitu Allah, Dzat yang menciptakan tujuh lapisan langi dan bumi dan segala sesuatu yang ada diantaranya )
Sifat Salbiyah :Sifat yang digunakan untuk menolak sesuatu yang tidak patut untuk dinisbahkan kepada Allah. Ada 5 sifat yaitu : Qidam,Baqo,Mukhalaf atu lil hawaditsi, Qiyamuhu binafsihi, Wahdaniyah
Qidam = sudah sedia ada ( adanya tidak didahului oleh tidak adanya)
Jawa: gusti Allah iku mesti disek disek i ora ono sing disek I, kari ora ono kang ngareni.
Dalil : huwal awwalu wal akhiiru
Huwa yaitu Allah, al awwalu, Dzat yang awal, wal akhiiru dan Dzat yang akhir
Sifat mustahil / lawan ( muhal ) qidam = huduts ( baru )
Baqo = kekal / tetap, tetap dan kekalnya tidak dari diam tidak dari gerak, sebab diam dan gerak itu pekerjaan makhluq
( jawa : tetep , tetepe ora songko obah ora songko meneng, sebab obah lan meneng iku penggawene makhluq )
Dalil : Wayabqaa wajhu rabbika dzul jalaali wal ikraam (Ar Rohman27)
Wayabqaa, dan tetaplah kekal, wajhu rabbika ,dzat Tuhanmu Muhammad, dzul jalaali yang mempunyai sifat keagungan, wal ikraam dan sifat kemulyaan.
Sifat mustahil/Lawan ( muhal ) baqo = fana ( rusak / binasa )
Mukhalafatu lil hawaditsi = berbeda dengan segala sesuatu yang baru ( makhluq ). Jawa: nulayani marang sekabehe barang kang anyar.
Perbedaannya yaitu tidak berbentuk ( ora jerem ), tidak berbadan ( ora jisim ), tidak seperti intan permata ( ora jauhar ), tidak ada rupa ( ora ‘arod ) tidak betingkat – tingkat ( ora juz ), tidak terbagi ( ora kul ), tidak ada dalam fikiran kita.
Dalil : laisa kamitslihi syaiun ( Asyuro 11 )
Laisa, tidak ada, yaitu kamitslihi seperti persamaanNYa Allah, Syaiun dari segala sesuatu
Sifat mustahil / lawan ( muhal ) = mumtsalatu lil hawaditsi ( sama dengan yang baru )
Qiyamuhu binafsihi = Berdiri diatas Dzatnya sendiri
Sifat mustahil / lawan ( muhal ) = Ihtiyaju lighairihi, artinya mustahil jika Allah butuh tempat kepada sesuatu selainNya
Dalil : Innallaha La ghaniyyun ‘anil ‘alamin ( al ankabut : 6 )
Innallaha, sesungguhnya Allah, la ghaniyyun, nyata dzat yang maha kaya/tidak butuh apapun, ‘anil ‘alamiin, kepada semua alam ( tidak butuh tempat, tidak butuh waktu, tidak butuh apapun )
Wahdaniyah = Allah itu Dzat Esa / satu yang hakiki ( jawa : Gusti Allah iku mesti siji kang hakiki )
Esa Dzat, tidak kamuttasil, tidak kammunfasil
Esa sifat, tidak kamuttasil, tidak kammunfasil
Esa perbuatan, kamuttasil wajib, tidak kammunfasil
( jawa : siji Dzate, kamuttasil ora, kammunfasil ora
siji sifate, Kamuttasil ora, kammunfasil ora
siji panggawene, kamuttasil wajib, kammunfasil ora )
Esa Dzat, tidak kamuttasil artinya Dzat Allah itu tidak seperti bilangan yang dapat disebut seperti bulu, kulit otot, daging, tulang, sum sum, bukan itu.
Tidak Kammunfasil artinya : Dzat Allah itu tidak memakai bilangan yang pisah – pisah seperti jari tangan, jari kaki, bukan itu.
Esa sifat, tidak kamuttasil artinya sifat Allah itu tidak seperti warna yang dapat disebut merah, hijau, kuning, putih, hitam, biru dan seterusnya, bukan itu
Esa sifat, tidak kammunfasil artinya sifat Allah itu tidak seperti bilangan yang dapat dipisah pisah seperti tangan, kaki bukan itu.
Esa perbuatan ( jawa: siji panggawene ) kamuttasil wajib artinya perbuatan Allah itu pasti dapat ditemukan pada ciptaanNya
( jawa : Panngawene Gusti Allah iku mesti tetemu marang gawenane )
Esa perbuatan, tidak kammunfasil artinya Mustahil jika Allah itu sampai terpisah dengan perbuatan atau ciptaanNya
Sifat mustahil / lawan dari sifat Wahdaniyah = Muhal Ta’addud artinya mustahil jika Allah itu sampai memakai bilangan, seperti satu dalam artian bilangan
Dalil : Qul Huwallahu ahad
Qul; katakanlah Muhammad, Allahu yaitu Allah, itu Ahadun satu yang hakiki ( jawa: siji ngijeni kang hakiki )
Sifat Ma’ani : Artinya Allah sebelum menjadikan langit bumi seisinya ini, maka Allah sudah memiliki sifa Ma’ani yaitu Allah sudah kuasa, sudah berkehendak, sifat ma’ani ada 7 yaitu : Qudrat, Iradah, ‘Ilmu, Hayat, Sama’ , Bashar, Kalam
Qudrat = Kuasa
Sifat mustahil / lawan ( muhal ) = ‘Ajzun artinya Lemah ( jawa: apes )
Dalil : Innallaha ‘ala kulli syain qadiir ( Qs Albaqarah 20 )
Innallaha, sesungguhnya Allah, ‘ala kulli Syain diatas segala sesuatu, Qadiruun, Kuasa
Iradat = Allah itu mempunyai kehendak / Berkehendak
Sifat Mustahil/lawan (muhal) = Karohah artinya Mustahil kalau sampai Allah itu terpaksa menuruti kehendak Makhluq ( jawa: kasereng )
Dalil : Fa’aalul lima yuriidu ( Qs Al buruj 16 )
( Dzat yang banyak mencipta segala sesuatu menurut kehendakNya )
‘Ilmu = Allah Maha mengetahui ( Jawa : Ngudaneni )
Sifat Mustahil / lawan ( muhal ) = Jahlun artinya, mustahil jika Allah itu bodoh
Dalil : Innallaha ‘alimun bidzaatish shuduuri ( Qs Al Imron 119 )
Innallaha, sesungguhnya Allah, ‘aliimun, Dzat yang maha mengetahui, bidzaatish shuduuri, diatas orang – orang yang memiliki beberapa macam keadaan hati
( jawa: Setuhune Gusti Allah iku ngudaneni kelawan wong kang anduweni piro – piro ati )
Hayat = Allah itu maha hidup, hidupNya tidak pakai nyawa, tidak pakai sukma
Sifat mustahil / lawan ( muhal ) = Mautun artinya mustahil jika Allah sampai mati.
Dalil : Watawakkal ‘alal hayyilladzii laa yamuutu ( Qs Al Furqan 58 )
Watawakkal, dan bertawakal/pasrah lah engkau Muhammad, kepada Hayyilladzii, Dzat yang maha hidup, laa yamuutu, yang tidak akan mati.
Sama’ = Allah Maha mendengar, mendengarNya tidak pakai telinga ( Jawa : ngerungu, ngerungune ora nganggo kuping )
Sifat mustahil/lawan ( muhal ) = Shomamun, artinya mustahil jika Allah itu tuli
Dalil : Innallaha Samii’un ‘aliim ( Qs Al Imron 34 )
Innallah, sesungguhnya Allah, itu Samii’un, Dzat yang maha mendengar, ‘aliimun dan Dzat maha mengetahui.
Bashar = Allah Maha melihat, melihatNya tidak pakai mata ( Jawa: Gusti Allah iku mesti ningali, ningalane ora nganggo meripat )
Sifat mustahil/lawan ( muhal ) = ‘Umyun artinya mustahil jika Allah buta
Dalil : Wallahu bashiirun bimaa ta’maluna ( Qs Al Hujurat 18 )
( Dan Allah itu Dzat yang maha melihat atas segala sesuatu perbuatan yang kamu lakukan )
Kalam = Allah itu maha berfirman ( berkata – kata ) berkata –katanya Allah tidak pakai suara dan aksara (jawa: Gusti Allah mesti dawuh, dawuhe ora nganggo suoro, ora nganggo aksoro )
Sifat mustahil / lawan ( muhal ) = bukmun artinya mustahil jika Allah itu dzat yang bisu
Dalil : Wakalamallahu Muusa takliiman
Wakalamallahu, dan telah berfirman / berbicara Allah, Muusa kepada nabi Musa, takliiman dengan sebenar – benar berbicara / berfirman.
Sifat Ma’nawiyah : Setelah menjadikan langit bumi sesisinya, Allah mempunyai sifat ma’nawiyah artinya Allah itu Yang Kuasa, Yang berkendak dan seterusnya, sifat ma’nawiyah ada 7 yaitu : Qadiran, Muridan, Aliiman, Hayyan, Samii’an, Bashiiran, Mutakalliman.
Kaunuhu Qadiran = adanya Allah itu Dzat yang Kuasa
Sifat mustahil / lawan = ‘Ajizan artinya mustahil Allah dzat yang lemah
Dalil = sifat qudrat
Kaunuhu Muriidan = adanya Allah itu dzat yang berkehendak
Sifat mustahil / lawan = Karihan artinya mustahil Allah dzat yang tidak berkehendak ( menuruti kehendak makhluq )
Dalil = dalil sifat iradat
Kaunuhu Aliiman = Adanya Allah itu Dzat yang maha mengetahui
Sifat mustahil / lawan = Jahilan artinya mustahil Allah dzat yang bodoh
Dalil = dalil sifat ‘ilmu.
Kaunuhu Hayyan = adanya Allah itu dzat yang maha hidup
Sifat mustahil / lawan = mayyitan artinya mustahil Allah dzat yang mati
Dalil = dalil sifat hayat.
Kaunuhu samii’an = adanya Allah itu dzat yang maha mendengar
Sifat mustahil / lawan = Ashomma artinya mustahil Allah dzat yang tuli
Dalil = dalil sifat sama’
Kaunuhu Bashiiran = adanya Allah itu dzat yang maha melihat
Sifat mustahil / lawan = a’ma artinya mustahil Allah dzat yang buta
Dalil = dalil sifat bashar.
Kaunuhu Mutakalliman = adanya Allah itu dzat yang maha berbicara
Sifat mustahil / lawan = Abkama artinya mustahil Allah dzat yang bisu
Dalil = dalil sifat kalam.
Sifat Jaiz ( kewenangan ) Allah ada satu dijabarkan jadi 5, ditambah sifat mustahilnya 5 jadi 10
1.Allah menjadikan langit bumi seisinya kewenangan Allah, mustahil jika Allah menjadikan langit bumi seisinya wajib
2.Allah menjadikan langit bumi seisinya tidak berharap manfaat, mustahil jika berharap manfaat
3.Allah menjadikan langit bumi seisinya, langit bumi seisinya ini tidak punya daya kekuatan, mustahil jika punya daya kekuatan
4.Allah menjadikan langit bumi seisinya, langit bumi sesisinya tidak punya daya watak / sifat
5Allah menjadikan langit bumi seisinya ini baru, mustahil jika qidam
Aqaidul iman 50 dibagi jadi 2 yaitu :
1. Istighna’
2. Iftiqar
Istighna’ angkullima siwaahu artinya Allah itu maha kaya, tidak butuh sesuatu selainNya, sifatnya ada 28 ( termasuk sifat wajib, mustahil dan jaiz ) yaitu : wujud, qidam,baqa, mukhalafatu lil hawaditsi, qiyamuhu binafsihi, sama’, bashar, kalam, samii’an, bashiiran, mutakalliman ( 11 ) , sifat mustahilnya 11, jadi 22,
sifat jaiz 3 ( yaitu no 1- 3 diatas ) ditambah mustahil jaiznya 3, jadi 6
22 ditambah 6 = 28
Istighna’ sendiri dibagi menjadi 5
1. Istighna’ fa’il : Allah maha kaya, tidak butuh pada perbuatan ( jawa: ora butuh
marang gawe ) sifatnya yaitu : wujud, qidam, baqa, mukhalafatu lil hawaditsi
2. Istighna’ mahal : Allah maha kaya, tidak butuh pada tempat, sifatnya yaitu qiyamuhu binafsihi
3. Istighna’ mukammil : Allah maha kaya, tidak butuh pada sesuatu yang menyebabkan sempurna, sifatnya yaitu sama’ bashar, kalam, samii’an, bashiiran, mutakalliman
4. Istighna’ maf’ul : Allah maha kaya, tidak butuh pada ciptaanNya, sifatnya sifat jaiz no 1 dan 2, ditambah sifat mustahil dari sifat jaiz tersebut.
5. Istighna’ washitoh : Allah maha kaya, tidak butuh pada lantaran, sifatnya sifat jaiz no 4 ditambah sifat mustahil dari sifat jaiz tersebut.
Iftiqar kullima ‘adaahu ilahi : setiap sesuatu selain Allah pasti butuh pada Allah
terdiri dari 22 sifat ( wajib, mustahil, jaiz ) Yaitu : qudrat, iradat, ilmu, hayat, qadiran, muriidan, ‘aliiman, hayyan, samii’an, wahdaniyah ( 9 sifat ) mustahilnya 9 sifat, ditambah sifat jaiz no 4 dan 5, serta sifat mustahil bagi sifat jaiznya 2, jadi jumlahnya 22 sifat.
Istighna’ 28 sifat , dibagi jadi 2
1.Sifat kamal artinya sempurna, terdiri dari 12 sifat ( wajib, mustahil, jaiz )
2.Sifat Jamal artinya indah, terdiri dari 16 sifat ( wajib, mustahil, jaiz )
Iftiqar 22 sifat dibagi jadi 2
1.Sifat Jalal, artinya Agung, terdiri dari 10 sifat ( wajib, mustahil, jaiz )
2.Sifat Qohar, artinya Perkasa, terdiri dari 12 sifat ( wajib, mustahil, jaiz )
Istghna’ 28 sifat ditambah iftiqar 22 sifat disebut aqaidul iman 50
Semua sifat diatas terangkum dalam kalimah tauhid :
Laa ilha illa Allah
Laa, mengandung sifat kamal 12
Ilaha, mengandung sifat jamal 16
Illa, mengandung sifat jalal 10
Allahu, mengandung sifat qohar 12
Jumlah 50 sifat.
Huruf kalimah tauhid laa ilaha illa Allah, 12 huruf
Lam, lafad Laa, artinya tidak ada yang lainnya
Alif, lafad laa, mustahil jika Allah ada yang lainnya lagi.
Alif, lafad ilaha, itsbat iradat artinya tetap pada kehendak Allah
Lam, lafad ilaha, Nafi mujtahid nakiroh, artinya hati – hati jangan berharap pada Tuhan yang lain, kecuali Allah.
Ha, lafad ilaha, itsbat ahadiyah, tetap satu/esa dzat Allah
Alif, lafad illa, itsbat hidayah, tetap petunjuk dari Allah
Lam, lafad illa, lam nafi ‘ubudiyah, artinya tidak ada sesembahan selain Allah
Alif, lafad illa, artinya mustahil jika ada sesembahan selain Allah.
Alif, lafad Allahu, itsbat wahdiyah, tetap satu hakiki sifat Allah
Lam awwal, lafad Allah, itsbat ta’dim artinya tetap keagungan milik Allah
Lam tsani, lafad Allah, mustahil jika Allah itu tidak bersifat agung.
Ha, lafad Allah itsbat Hawiyah, artinya tetap keluasan milik Allah
Huruf Lafad Allah itu ada 4, menunjukkan kalau ilmu ada 4 yaitu :
1. Ilmu Syari’at
2. Ilmu Thoriqoh
3. Ilmu haqiqah
4. Ilmu Ma’rifah
Ilmu syari’at
artinya aturan tempatnya di lisan, orangnya harus mempunyai niat, ibadah wudlunya dengan air, sholatnya berdiri, ruku’, sujud, duduk, yang mengerjakan 7 anggota badan
Ilmu Thoriqah
Artinya jalan atau perjalanan, tempatnya di hati, orangnya harus berbuat atau beramal, ibadah wudlunya meninggalkan sifat dengki atau hasud, sholatnya menampakkan sifat belas kasih sesama makhluq, yang mengerjakan hati
Ilmu Haqiqah
Artinya Nyata, tempatnya di ruh atau nyawa, orangnya harus meninggalkan perasaan bisa ( jawa : tinggal rumongso ) ibadah wudlunya harus tinggal takabbur, ujub dan sombong, sholatnya menampakkan sifat sabar yang mengerjalan ruh.
Ilmu ma’rifah
Artinya mengerti / mengetahui, tempatnya ada di rasa ( jawa: pangeroso ) orangnya harus ngerti, ibadah wudlunya tenang ( jawa : anteng ) sholatnya harus sungguh – sungguh ( khusyuk dan mudawamah / terus menerus tanpa mengenal waktu ) yang mengerjakan rasa (jawa: pangeroso )
Macam Syahadat :
1.Syahadat Mutaawwilah artinya syahadat yang pertama, Syahadatnya Allah
sendiri
Bunyinya : Innanii anallahu laa ilaha illa ana ( Qs Thoha 14 )
( Sesungguhnya Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku )
2.Syahadat Mutawashitoh artinya Syahadat yang tengah – tengah, seperti
syahadatnya malaikat, para nabi dan rasul dan para orang mukmin semua
yaitu : Asyahadu anlaa ilaha illallah
dasar dalil : Syahidallahu annahu laa ilha illa huwa wal malaikatu wa ulul ‘ilmi
( QS Al Imron 18 )
3.Syahadat Muta akhirah artinya syahadat yang terakhir yaitu syahadat umum
orang islam semua
Syarat orang membaca syahadat harus memenuhi 3 perkara
1.Nur Hidayah, barang siapa yang mendapat nur hidayah akan dijaga dari sifat
musyrik dan perilaku syirik
2.Nur Inayah, barang siapa yang mendapat nur inayah maka akan dijaga dari
dosa besar
3.Nur kifayah, barang siapa mendapat nur kifayah maka akan dijaga dari
bersitan hati yang kotor dan jelek.
Sempurnanya iman harus meninggalkan 4 perkara yaitu :
1.harus meniadakan pertanyaan kaifa ? ( Bagaimana Allah )
2.harus meniadakan pertanyaan, kam ? ( berapa Allah )
3.harus meniadakan pertanyaan ma ta ? ( kapan Allah itu ada )
4.harus meniadakan pertanyaan ayna ? ( dimana allah )
artinya selama kita masih mempunyai keraguan atas pertanyaan diatas, dan belum mendapat jawaban, maka itu tanda iman kita belum sempurna.
Tanda islam itu ada 4 yaitu :
1. Mengaku lemah dan fakir dihadapan Allah
2. Suci lisan dari bohong
3. Suci badan dari najis
4. Suci perut dari barang haram
Rusaknya Islam itu ada 4 perkara
1. Melakukan amal perbuatan tanpa ilmu, tidak tahu wajib, sunnah atau
wenang
2. Mengerti ilmu tapi tidak mau beramal
3. Tidak mengerti atau tidak tahu, tapi tidak mau bertanya
4. Menghalang – halangi dan menjelekkan orang yang mencari kebaikan karena Allah
Wallahu ‘alam bishawab.

Hanya untuk referensi :
1.Untuk aplikasi / penerapan tauhid dalam kehidupan sehari – hari,
kitab rujukan al hikam, Syeikh Ibnu Athaillah al iskandari
2.Untuk pendalaman tauhid, kitab rujukan, Al insan al kamil, syeikh Abdul karim ibnu ibrahim al jilli, kasyful mahjub ( syeikh Al hujwiri ), Jami’ al ushul fi al auliya,
3.kitab pendukung tassawuf, Risalah al qusyairiyah ( syeikh abul qasim al Qusyairy), Al fath al rabbani, Sirrul al Asraar ( syeikh Abdul Qadir al Jailani ), Minhaj Al ‘Abidin ( Syeikh Imam Al Ghazali ), Minahus Saniyah ( syeikh Abdul wahab asy sya’rani )

June 15, 2009

MAKNA HAID DAN HIKMAHNYA

1. Makna Haid

Menurut bahasa, haid berarti sesuatu yang mengalir. Dan menurut istilah syara' ialah darah yang terjadi pada wanita secara alami, bukan karena suatu sebab, dan pada waktu tertentu. Jadi haid adalah darah normal, bukan disebabkan oleh suatu penyakit, luka, keguguran atau kelahiran. Oleh karena ia darah normal, maka darah tersebut berbeda sesuai kondisi, lingkungan dan iklimnya, sehingga terjadi perbedaan yang nyata pada setiap wanita.

2. Hikmah Haid

Adapun hikmahnya, bahwa karena janin yang ada di dalam kandungan ibu tidak dapat memakan sebagaimana yang dimakan oleh anak yang berada di luar kandungan, dan tidak mungkin bagi si ibu untuk menyampaikan sesuatu makanan untuknya, maka Allah Ta'ala telah menjadikan pada diri kaum wanita proses pengeluaran darah yang berguna sebagai zat makanan bagi janin dalam kandungan ibu tanpa perlu dimakan dan dicerna, yang sampai kepada tubuh janin melalui tali pusar, dimana darah tersebut merasuk melalui urat dan menjadi zat makanannya. Maha Mulia Allah, Dialah sebaik-baik Pencipta.

Inilah hikmah haid. Karena itu, apabila seorang wanita sedang dalam keadaan hamil tidak mendapatkan haid lagi, kecuali jarang sekali. Demikian pula wanita yang menyusui sedikit yang haid, terutama pada awal masa penyusuan.

USIA DAN MASA HAID

1. Usia Haid

Usia haid biasanya antara 12 sampai dengan 50 tahun. Dan kemungkinan seorang wanita sudah mendapatkan haid sebelum usia 12 tahun, atau masih mendapatkan haid sesudah usia 50 tahun. Itu semua tergantung pada kondisi, lingkungan dan iklim yang mempengaruhinya.

Para ulama, rahimahullah, berbeda pendapat tentang apakah ada batasan tertentu bagi usia haid, dimana seorang wanita tidak mendapatkan haid sebelum atau sesudah usia tersebut ?
Ad-Darimi, setelah menyebutkan perbedaan pendapat dalam masalah ini, mengatakan : "Hal ini semua, menurut saya, keliru. Sebab, yang menjadi acuan adalah keberadaan darah. Seberapa pun adanya, dalam kondisi bagaimana pun, dan pada usia berapa pun, darah tersebut wajib dihukumi sebagai darah haid. Dan hanya Allah Yang Maha Tahu". (Al-Majmu 'Syarhul Muhadzdazb, Juz I, hal. 386)

Pendapat Ad-Darimi inilah yang benar dan menjadi pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Jadi, kapan pun seorang wanita mendapatkan darah haid berarti ia haid, meskipun usianya belum mencapai 9 tahun atau di atas 50 tahun. Sebab, Allah dan Rasul-Nya mengaitkan hukum-hukum haid pada keberadaan darah tersebut, serta tidak memberikan batasan usia tertentu. Maka, dalam masalah ini, wajib mengacu kepada keberadaan darah yang telah dijadikan sandaran hukum. Adapun pembatasan padahal tidak ada satupun dalil yang menunjukkan hal tersebut.

2. Masa Haid

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan masa atau lamanya haid. Ada sekitar enam atau tujuh pendapat dalam hal ini.

Ibnu Al-Mundzir mengatakan : "Ada kelompok yang berpendapat bahwa masa haid tidak mempunyai batasan berapa hari minimal atau maksimalnya".
Pendapat ini seperti pendapat Ad-Darimi di atas, dan menjadi pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Dan itulah yang benar berdasarkan Al-Qur'an, Sunnah dan logika.

Dalil pertama

Firman Allah Ta'ala.

Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah : "Haid itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid, dan janganlah kamu mendekatkan mereka, sebelum mereka suci ...". (Al-Baqarah : 222)

Dalam ayat ini, yang dijadikan Allah sebagai batas akhir larangan adalah kesucian, bukan berlalunya sehari semalam, ataupun tiga hari, ataupun lima belas hari. Hal ini menunjukkan bahwa illat (alasan) hukumnya adalah haid, yakni ada tidaknya. Jadi, jika ada haid berlakulah hukum itu dan jika telah suci (tidak haid) tidak berlaku lagi hukum-hukum haid tersebut.

Dalil kedua

Diriwayatkan dalam Shahih Muslim Juz 4, hal.30 bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Aisyah yang mendapatkan haid ketika dalam keadaan ihram untuk umrah.

"Artinya : Lakukanlah apa yang dilakukan jemaah haji, hanya saja jangan melakukan tawaf di Ka'bah sebelum kamu suci".

Kata Aisyah : "Setelah masuk hari raya kurban, barulah aku suci".

Dalam Shahih Al-Bukhari, diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Aisyah.

"Artinya : Tunggulah. Jika kamu suci, maka keluarlah ke Tan'im".
Dalam hadits ini, yang dijadikan Nabi sebagai batas akhir larangan adalah kesucian, bukan suatu masa tertentu. Ini menunjukkan bahwa hukum tersebut berkaitan dengan haid, yakni ada dan tidaknya.

Dalil ketiga

Bahwa pembatasan dan rincian yang disebutkan para fuqaha dalam masalah ini tidak terdapat dalam Al-Qur'an maupun Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, padahal ini perlu, bahkan amat mendesak untuk dijelaskan. Seandainya batasan dan rincian tersebut termasuk yang wajib dipahami oleh manusia dan diamalkan dalam beribadah kepada Allah, niscaya telah dijelaskan secara gamblang oleh Allah dan Rasul-Nya kepada setiap orang, mengingat pentingnya hukum-hukum yang diakibatkannya yang berkenaan dengan shalat, puasa, nikah, talak, warisan dan hukum lainnya. Sebagaimana Allah dan Rasul-Nya telah menjelaskan tentang shalat: jumlah bilangan dan rakaatnya, waktu-waktunya, ruku' dan sujudnya; tentang zakat: jenis hartanya, nisabnya, presentasenya dan siapa yang berhak menerimanya; tentang puasa: waktu dan masanya; tentang haji dan masalah-masalah lainnya, bahkan tentang etiket makan, minum, tidur, jima' (hubungan suami istri), duduk, masuk dan keluar rumah, buang hajat, sampai jumlah bilangan batu untuk bersuci dari buang hajat, dan perkara-perkara lainnya baik yang kecil maupun yang besar, yang merupakan kelengkapan agama dan kesempurnaan nikmat yang dikaruniakan Allah kepada kaum Mu'minin.

Firman Allah Ta'ala.

"Artinya : ..... Dan kami turunkan kepadamu Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu ....". (An-Nahl : 89)

"Artinya : ..... Al-Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi mebenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu ....". (Yusuf : 111)

Oleh karena pembatasan dan rincian tersebut tidak terdapat dalam Kitab Allah dan Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam maka nyatalah bahwa hal itu tidak dapat dijadikan patokan. Namun, yang sebenarnya dijadikan patokan adalah keberadaan haid, yang telah dikaitkan dengan hukum-hukum syara' menurut ada atau tidaknya.

Dalil ini -yakni suatu hukum tidak dapat diterima jika tidak terdapat dalam Kitab dan Sunnah- berguna bagi Anda dalam masalah ini dan masalah-masalah ilmu agama lainnya, karena hukum-hukum syar'i tidak dapat ditetapkan kecuali berdasarkan dalil syar'i dari Kitab Allah, atau Sunnah Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam atau ijma' yang diketahui, atau qiyas yang shahih.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam salah satu kaidah yang dibahasnya, mengatakan : "Di antara sebutan yang dikaitkan oleh Allah dengan berbagai hukum dalam Kitab dan Sunnah, yaitu sebuah haid. Allah tidak menentukan batas minimal dan maksimalnya, ataupun masa suci diantara dua haid. Padahal umat membutuhkannya dan banyak cobaan yang menimpa mereka karenanya. Bahasa pun tidak membedakan antara satu batasan dengan batasan lainnya. Maka barangsiapa menentukan suatu batasan dalam masalah ini, berarti ia telah menyalahi Kitab dan Sunnah". (Risalah fil asmaa' allati 'allaqa asy-Syaari' al-ahkaama bihaa. hal. 35)

Dalil keempat

Logika atau qiyas yang benar dan umum sifatnya. Yakni, bahwa Allah menerangkan 'illat (alasan) haid sebagai kotoran. Maka manakala haid itu ada, berarti kotoran pun ada. Tidak ada perbedaan antara hari kedua dengan hari pertama, antara hari keempat dengan hari ketiga. Juga tidak ada perbedaan antara hari keenam belas dengan hari kelima belas, atau antara hari kedelapan belas dengan hari ketujuh belas. Haid adalah haid dan kotoran adalah kotoran. Dalam kedua hari tersebut terdapat 'illat yang sama. Jika demikian, bagaimana mungkin dibedakan dalam hukum diantara kedua hari itu, padahal keduanya sama dalam 'illat ? Bukankah hal ini bertentangan dengan qiyas yang benar ? Bukankah menurut qiyas yang benar bahwa kedua hari tersebut sama dalam hukum karena kesamaan keduanya dalam 'illat ?

Dalil kelima

Adanya perbedaan dan silang pendapat di kalangan ulama yang memberikan batasan, menunjukkan bahwa dalam masalah ini tidak ada dalil yang harus dijadikan patokan. Namun, semua itu merupakan hukum-hukum ijtihad yang bisa salah dan bisa juga benar, tidak ada satu pendapat yang lebih patut diikuti daripada lainnya. Dan yang menjadi acuan bila terjadi perselisihan pendapat adalah Al-Qur'an dan Sunnah.

Jika ternyata pendapat yang menyatakan tidak ada batas minimal atau maksimal haid adalah pendapat yang kuat dan yang rajih, maka perlu diketahui bahwa setiap kali wanita melihat darah alami, bukan disebabkan luka atau lainnya, berarti darah itu darah haid, tanpa mempertimbangkan masa atau usia. Kecuali apabila keluarnya darah itu terus menerus tanpa henti atau berhenti sebentar saja seperti sehari atau dua hari dalam sebulan, maka darah tersebut adalah darah istihadhah. Dan akan dijelaskan, Inysa Allah, tentang istihadhah dan hukum-hukumnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan : "Pada prinsipnya, setiap darah yang keluar dari rahim adalah haid. Kecuali jika ada bukti yang menunjukkan bahwa darah itu istihadhah". (Risalah fil asmaa' allati 'allaqa asy-Syaari' al-ahkaama bihaa. hal. 36)

Kata beliau pula : "Maka darah yang keluar adalah haid, bila tidak diketahui sebagai darah penyakit atau karena luka". (Risalah fil asmaa' allati 'allaqa asy-Syaari' al-ahkaama bihaa. hal. 38)

Pendapat ini sebagaimana merupakan pendapat yang kuat berdasarkan dalil, juga merupakan pendapat yang paling dapat dipahami dan dimengerti serta lebih mudah diamalkan dan diterapkan daripada pendapat mereka yang memberikan batasan. Dengan demikian, pendapat inilah yang lebih patut diterima karena sesuai dengan semangat dan kaidah agama Islam, yaitu : mudah dan gampang.

Firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Dan Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan". (Al-Hajj : 78)

Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Sungguh agama (Islam) itu mudah. Dan tidak seorangpun mempersulit (berlebih-lebihan) dalam agamanya kecuali akan terkalahkan. Maka berlakulah lurus, sederhana (tidak melampui batas) dan sebarkan kabar gembira". (Hadits Riwayat Al-Bukhari)

Dan diantara ahlak Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa jika beliau diminta memilih antara dua perkara, maka dipilihnya yang termudah selama tidak merupakan perbuatan dosa.

3. Haid Wanita Hamil

Pada umumnya, seorang wanita jika dalam keadaan hamil akan berhenti haid (menstruasi). Kata Imam Ahmad, rahimahullah, "Kaum wanita dapat mengetahui adanya kehamilan dengan berhentinya haid".

Apabila wanita hamil mengeluarkan darah sesaat sebelum kelahiran (dua atau tiga hari) dengan disertai rasa sakit, maka darah tersebut adalah darah nifas. Tetapi jika terjadi jauh hari sebelum kelahiran atau mendekati kelahiran tanpa disertai rasa sakit, maka darah itu bukan barah nifas. Jika bukan, apakah itu termasuk darah haid yang berlaku pula baginya hukum-hukum haid atau disebut darah kotor yang hukumnya tidak seperti hukum-hukum haid ? Ada perbedaan pendapat di antara para ulama dalam masalah ini.

Dan pendapat yang benar, bahwa darah tadi adalah darah haid apabila terjadi pada wanita menurut kebiasaan waktu haidnya. Sebab, pada prinsipnya, darah yang terjadi pada wanita adalah darah haid selama tidak ada sebab yang menolaknya sebagai darah haid. Dan tidak ada keterangan dalam Al-Qur'an maupun Sunnah yang menolak kemungkinan terjadinya haid pada wanita hamil.

Inilah madzhab Imam Malik dan Asy-Syafi'i, juga menjadi pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Disebutkan dalam kitab Al-Ikhtiyarat (hal.30) : "Dan dinyatakan oleh Al-Baihaqi menurut salah satu riwayat sebagai pendapat dari Imam Ahmad, bahkan dinyatakan bahwa Imam Ahmad telah kembali kepada pendapat ini".

Dengan demikian, berlakulah pada haid wanita hamil apa yang juga berlaku pada haid wanita tidak hamil, kecuali dalam dua masalah :

1. Talak. Diharamkan mentalak wanita tidak hamil dalam keadaan haid, tetapi tidak diharamkan terhadap wanita hamil. Sebab, talak dalam keadaan haid terhadap wanita tidak hamil menyalahi firman Allah Ta'ala.

"Artinya : ....Apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) ....". (Ath-Thalaaq : 1)

Adapun mentalak wanita hamil dalam keadaan haid tidak menyalahi firman Allah. Sebab, siapa yang mentalak wanita hamil berarti ia mentalaknya pada saat dapat menghadapi masa iddahnya, baik dalam keadaan haid ataupun suci, karena masa iddahnya dengan masa kehamilan. Untuk itu, tidak diharamkan mentalak wanita hamil sekalipun setelah melakukan jima' (senggama), dan berbeda hukumnya dengan wanita tidak hamil.

2. Iddah. Bagi wanita hamil iddahnya berakhir dengan melahirkan, meski pernah haid ketika hamil ataupun tidak. Berdasarkan firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya". (Ath-Thalaaq :

4) Disalin dari buku Risalah Fid Dimaa' Ath-Thabii'iyah Lin Nisaa'. Penulis Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-'Utsaimin, edisi Indonesia Darah Kebiasaan Wanita hal. 9-20. Penerjemah. Muhammad Yusuf Harun, MA, Terbitan. Darul Haq Jakarta