adsense

May 27, 2019

Melerai Perdebatan Zakat Fitrah 2,5 kg dan 3 kg

oleh : Kholilur Rohman
 
Perbedaan hitungan zakat hampir selalu terjadi menjelang idul fitri. Disini saya akan coret-coret tulisan mengenai hal tersebut yang saya ringkas dari risalah Ma'had Aly M1 sekitar 6 tahun lalu.

Zakat Fitrah mulai diwajibkan pada bulan ramadlan tahun ke-2 hijriyah. Adapun kuantitas benda yang wajib dibayarkan dengan ukuran satu sha'. Ini sesuai dengan hadits Nabi Muhammad:

"Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Saw mewajibkan zakat fitrah sebesar satu sho' kurma atau satu sho' sya'ir atas seorang hamba, orang merdeka, laki-laki dan perempuan, besar kecil dari orang-orang islam; dan beliau memerintahkan agar dikeluarkan sebelum orang-orang keluar menunaikan sholat." (H.R. Muttafaq Alaih)

Satu sha' sama dengan empat mud. Mud sendiri adalah satuan takaran yang sudah dikenal pada zaman Romawi dan dikenal dengan nama modius dengan volume sekitar 8,656 lt. Di Mesir ada juga mud yang volumenya sekitar 6,521 lt.

Hubungan niaga Arab dan Romawi sudah terjalin sejak lama. Lewat kafilah dagang arab, satuan mud ini menyebar dan banyak dipakai orang Arab. Kemudian Mud ini menjadi satuan Arab yang khas dan memiliki volume berbeda-beda di tiap daerah. Standar ukuran mud arab adalah besar cakupan penuh dua telapak tangan ukuran normal yang digabungkan.[1] Ulama sepakat bahwa satu mud sama dengan sho' atau satu sho' sama dengan 4 mud.

Tetapi, kenapa ulama masih berbeda menentukan ukuran mud dan sho'?

Sejatinya perbedaan ulama bukanlah mengenai sho' dan mud itu sendiri, akan tetapi dari bagian-bagian yang menyusunnya. Di sini ada dua kubu yang berselisih. Pendapat pertama: Abu Hanifah, pengikutnya dan mazhab Irak mengatakan bahwa satu sho' terdiri dari 8 rithl dan mud 2 rithl. Sho' ini dikenal dengan sho' Irak atau dikenal juga dengan sho' Hajjaji atau Qafiz Hajjaji. Sho' ini dianggap sho' yang berasal dari Umar bin Khottob, kemudian Al-Hajjaj memplubikasikan dan mengukuhkan sho' tersebut saat hilang dari peredaran.[2] [penjelasan mengenai argumentasi Abu Hanifah dan Madzhabnya akan saya jelaskan di potingkan selanjutnya]

Pendapat kedua: imam Syafi'i, imam Malik, imam Hambali, dua murid Abu Hanifah Muhammad dan Abu Yusuf. Menurut mereka, satu sho' adalah 5 1/3 dan satu mud adalah 1 1/3 rithl.[3] Sho' ini dikenal dengan Sho' Madinah atau juga bisa disebut dengan sho' Hijazi (karena berada di Hijaz). Kedua murid Abu Hanifah, Muhammad dan Abu Yusuf tidak mengikuti pendapat gurunya Abu Hanifah setelah Abu Yusuf haji ke Mekkah dan melihat sendiri mud yang benar-benar turun-temurun dari Nabi Muhammad Saw.

Terus sho' mana yang bisa digunakan?

Nabi Muhammad bersabda

(standar) Takaran adalah takaran penduduk Madinah. (Standar) Timbangan adalah timbangan penduduk Mekkah.

Kenapa ada takaran penduduk  Madinah? Karena ada mud lain yang volumenya 2 sho' atau 2 kali lebih besar dari mud syar'i yang menurut Ibnu Abidin dinamakan mud syami.[4] Hadis itu pula sebagai hujjah pendapat jumhur bahwa yang digunakan sebagai standar mud atau sho' adalah yang digunakan oleh penduduk Madinah, bukan penduduk Irak.

Jika satu sho' adalah 5 1/3 dan satu mud adalah 1 1/3 rithl, berapakah beratnya jika dikonversi ke satuan kilogram?

perlu diketahui, mud dan sho' adalah satuan volume atau isi bukan satuan berat. Satuan isi itu kayak liter, milliliter dst., Sedangkan satuan berat itu kilogram, gram dst. Jadi, jika ditanya berapa ukuran satu mud atau sha'? jawabannya adalah .... liter, bukan gram atau kilogram. Namun kenapa untuk sekarang satu mud dan sho' itu malah dihitung dengan ons atau kilogram?

Ceritanya begini. Zaman dahulu kala, belum ada satuan unit volume yang standar seperti sekarang, yang ada hanya satuan isi sho', mud, kirbah, dll. Agar bisa dibuat patokan standar, akhirnya satuan volume itu dikonversi ke satuan berat.

Dengan menggunakan apa medianya?

Dengan menggunakan biji-bijian. Dipilih biji-biji yang kecil dan tidak menghabiskan tempat agar bisa ditemukan berat sama antar tempat dan tidak selisih jauh. Biji yang digunakan adalah biji adas, jelai (syair), jagung dan gandum. Beras atau padi tidak digunakan untuk media pengukuran tadi pada waktu itu.  Setelah diisi biji, berat satu mud adalah 1 1/3 rithl.

Satu rithl itu berapa gram? 
382,5 gr. Kok bisa dapat berat segitu? 

ceritanya panjang banget. 

Singkat cerita, 1 rithl itu beratnya 128 4/7 dirham. 

Dirham itu koin perak yang beratnya dibuat sama semua, yaitu 2,975 gram. 

Untuk mengetahui satu rithl, 128 dirham x 2,975 gr = 382,5 gr.

Hasilnya adalah satu mud, 1x 382.5 = 510 gr.

Berarti, 1 sha' (empat kali berat satu mud) adalah 510 gr x 4 = 2,040 gr

Lo kok berat satu sha' ringan? 

Hanya 2,040 gr, padahal yang zakat fitrah yang dibayarkan orang-orang biasanya 2.500 gr?

Ini ceritanya belum selesai, masih setengah jalan dan masih menyisakan banyak problem.

Ulama-ulama fikih dalam menentukan satu sha' adalah dengan menggunakan satuan berat. Sebagaimana disebutkan dalam kitab fathul qorib berat satu sho' adalah

"Ukuran satu sho' (dengan satuan berat) adalah 5 1/3 rithl Irak."

Rithl Irak adalah unit terkenal dalam penentuan standar satuan berat syar'i. Pada masa itu ada empat rithl yang terkenal, yaitu rithl Mekkah, Madinah, Damaskus, dan Irak dan belasan rithl lain yang berbeda ukuran. Ditentukanlah rithl irak sebagai standar dan ukurannya 382,5 gr.

Saya ulangi lagi, mud dan sha' adalah satuan isi. Satu liter beras beda dengan satu liter gula, jagung, kacang, dll. Kenapa beratnya beda? Karena massa benda biji beras dan kepadatannya di wadah berbeda dengan biji-biji lainnya. Untuk itu, masa biji adas dan jelai (syair) berbeda dengan masa beras.  Nabi menyeru untuk menunaikan zakat dengan sho' baik itu kurma yang bentuknya besar atau jelai yang bentuknya kecil.

Satu sho' kurma dengan biji jelai tentu beda. Satu sho' biji kurma beratnya bisa 2 kg saja.

Imam An-Nawawi mengutip pendapat ad-Darimi dalam al-Majmu'nya menyatakan, kewajiban membayar zakat fitrah itu harus menggunakan sha' Nabi. Ukuran zakat fitrah 2,040 kg hanya berlaku pada biji adas, gandum, dan jelai, tidak berlaku pada jenis biji lain. Apabila tidak menemukan sha' Nabi di daerah tersebut, ia harus memperkirakan bahwa zakat yang dibayarkan tidak kurang dari ukuran satu sha' dengan hati-hati.

----------------------------------

Bagaimana cara memperkirakan zakat fitrah dengan menggunakan beras sesuai dengan sho' Nabi?

Para ulama menggunaka tiga metode untuk mengetahui volume sho' Nabi.

Pertama: Wadah mud warisan dari Nabi Muhammad Saw.

Wadah satu sho' atau mud itu sampai sekarang masih ada dan ukurannya diwarisi secara turun temurun dan dibuktikan keotentikannya dengan sanad serta disaksikan oleh pemberi sanad.  Mayoritas wadah yang dipakai adalah wadah mud yang diwariskan ukurannya dari generasi ke generasi yang sanadnya sampai kepada Zaid bin Tsabit, sang pencatat wahyu. Mud tersebut digunakan untuk membayar zakat fitrah kepada Nabi Muhammad.

Sekalipun jauh terpaut, mud dan sho' ini tetap dipakai karena mereka yakin bahwa doa Nabi akan keberkahan sho' dan mud terus melimpah. Keberkahan ini dianggap sebagai alasan bahwa sho' dan mud tidak akan berubah ukurannya dari zaman ke zaman. Namun fakta mengatakan, ukuran sho' dari tiap sanad berbeda-beda.

Beberapa ukuran mud dari para masyayikh dan ukurannya.
  1. 748 ml (1 sho' = 2992 ml)
  2. 786 ml (1 sho' = 3144 ml)
  3. 760 ml (1 sho' = 3040 ml)
  4. 788 ml (1 sho' = 3152 ml)
  5. 789 ml (1 sho' = 3156 ml)
  6. 790 ml (1 sho' = 3160 ml)
  7. 755 ml (1 sho' = 3020 ml)
Ukuran di atas adalah sanad mud yang bersambung kepada sahabat Zaid bin Tsabit

Selain mud yang bersambung kepada sahabat Zaid bin Tsabit, salah satu museum menyimpan mud yang diperkirakan sudah ada pada abad 8 hijriyah. Mud ini bertuliskan mud Raja Marinid Abu Hasan yang dibuat di Algeria pada tahun 731 -749 H / 1331-1348 M. Terbuat dari kuningan dan ornamen pahat dengan mulut mud yang lebih kecil dari alas mud. Tinggi 10 cm, diameter alas bawah 11.6 cm, dan diameter mulut 8.1 cm. Volume dari wadah ini kurang lebih 770 ml. (1 sho' = 3080 ml)

Sedangkan wadah kedua ini adalah mud yang ditemukan di Fez Maroko. Dibuat sekitar tahun 1866-1867 M. Terbuat dari tembaga campuran dan dihiasi dengan dekorasi pahat. Tingginya 11.5 cm, diameter mulut 10.5 cm dan diameter alas 8.5 cm.[5] Volume dari sho' ini sekitar 818 ml. (1 sho' =3272 ml). Ada juga sho' lain yang tidak diketahu sanadnya yang volumenya 3.010 ml.

Kedua: menggunakan dua telapak tangan

Cara yang kedua untuk menentukan ukuran mud adalah dengan menggunakan cakupan dua telapak tangan laki-laki yang memiliki ukuran tangan yang sedang, kedua tangan dipenuhi oleh biji-bijian tanpa diratakan, dan kedua tangan benar-benar melebar tidak menggengam. Peneliti Kholid bin Sad' bin Muhammad as-Sarhid menguji empat puluh orang yang sedang posturnya. Rata-rata dari pengujian tersebut satu mud sekitar 628 mililiter (1 sho' = 2,512 lt). Metode ini juga dipakai sebagian ulama kontemporer dalam menentukan satu sho'.

Ketiga: menggunakan biji gandum dan jelai

Peneliti Kholid bin Sad' bin Muhammad as-Sarhid menkonversi satuan berat mud ke satuan isi dengan menggunakan biji gandum yang beratnya 2035 gr. Gandum yang digunakan ada yang berat, sedang dan ringan. Biji yang dipakai adalah gandum yang sedang dan dipupuk dengan pupuk organic, bukan pupuk kimiawi agar bisa sama dengan kualitas dan kuantitas gandum masa dahulu. Setelah diukur, volume dari berat gandum 2035 gr adalah 2430 ml / 2,430 lt.

Fatwa Uni Emirat Arab mengatakan bahwa satu mud 625 ml (1 sha' = 2,500 lt). Peneliti menggunakan biji jelai sebagai media pengukuran yang beratnya 510 gr.[6]

Dr. Muhammad Ahmad Ismail al-Khoruf juga menggunakan media gandum untuk mengukur satu mud dan ditemukan volume satu mud, 688 ml (1 sha' = 2,752 ml)[7] Namun ia mengatakan bahwa satu sha' dengan gandum beratnya 2. 173 gr, bukan 2.035 gr sebagaimana pendapat Kholid bin Sad' bin Muhammad as-Sarhid, atau selisih 102 gr.

Hasil penentuan tiga metode penentuan ukuran sho' tidak semua sama. Metode pertama atau dengan menggunakan sho' atau mud yang berasal dari Zaid bin Tsabit selisih jauh dengan metode kedua dan ketiga dan menimbulkan kecurigaan.

Metode pertama, volume paling kecil dari semua sanad 2,992 lt. Metode kedua dan ketiga rata-rata volumenya 2,4 -2,5 liter. Apakah mud yang diwarisi ini masih sesuai dengan kondisi mud pada masa generasi awal? kecurigaan ini masuk akal karena mud ini telah diwariskan kepada lebih dari puluhan generasi. Dan mungkin terjadi perubahan besar pada wadah mud tadi. Apalagi, pada waktu dulu belum ada alat pengukur yang begitu akurat. Bahkan kecurigaan ini sudah diperdebatkan ulama pada abad ke-7, apalagi pada masa sekarang.

Pada abad 7, sebagian ulama mencoba mengkonversi ukuran mud dan sho' ke satuan berat agar ukurannya dapat terjaga. Jika mud dan sho' dibuat ukuran volume dengan patokan wadah akan rentan dengan perubahan. Ibn Rifah pada Abad ke-VIII pernah melakukan penelitian di Mekkah dan di Mesir. Hasilnya, terdapat selisih yang sangat jauh antara dua mud tersebut, terpaut 387 gr.

Tidak sedikit juga para ilmuwan yang masih meragukan validitas sanad yang bersambung kepada para sahabat. Hal itu dikarenakan ada salah satu Rawi yang tidak diketahui profilnya dan bahkan ada sebagian rawi yang namanya mirip dengan Imam Ahmad bin Hanbal. Padahal Ahmad bin Hanbal yang disebut dalam sanad bukanlah imam Ahmad bin Hanbal seorang imam madzhab Hanbali.

Terus pendapat mana yang diambil?

Apabila ada pertentangan mengenai ukuran atau jumlah yang tidak pasti, sebagian ulama menggunakan beberapa kaidah

Caranya adalah mengompromikan semua kadar itu dengan dibuat rata-rata.

Volume rata-rata sho' yang bersanad                          = 3102,6 ml
Volume rata-rata sho' dengan kedua telapak tangan = 2,512 ml
Volume rata-rata sho' dengan biji-bijian                    = 2,560

Karena selisih antara rata-rata sho' yang bersanad dengan metode lain sangat jauh, maka metode tersebut tidak perhitungkan dahulu. Sementara metode yang dianggap valid adalah 2 dan 3. Rata-rata kedua volume sho' tersebut adalah 2.536 ml (satu mud 634 ml) .

Untuk itu, kami gunakan ukuran 2.536 ml yang akan kami gunakan untuk mengukur beras yang biasanya ditunaikan sebagai zakat fitrah. Di sini saya akan menggunakan beras tipe IR yang memiliki ukurannya sedang dan baik kualitasnya. Setelah menggunakan wadah yang berukuran 1 liter, ternyata berat beras dalam wadah tersebut berukuran 922 gr.

---------------------------------

Jika ukuran yang diambil 2.536 ml adalah ukuran sho' syar'i, maka zakat fitrah dengan menggunakan beras adalah 2.338 gr /2,338 kg.

----------------------------------

Jika anda ingin membuat wadah ukuran mud yang volumenya 634 ml, buatlah kotak dengan panjang dan lebar : 10 cm, dan tinggi 6.34 cm.

Berat ini adalah hasil kompromi dari beberapa volume mud lain yang berbeda ukurannya. Saya sendiri temukan mud yang kebetulan ada di kantor Ma'had Aly Sukorejo Situbondo dan setelah saya timbang berat satu mud hanya 513 gr (1 sha' = 2,052 kg). Saya menggunakan metode kedua, yaitu kedua telapak tangan, beras yang ada di tangan saya tidak sampai 400 gr, pdhl cakupan tangan saya cukup lebar.

Ukuran beras tipe Ir memang agak ringan dari biji-biji lainnya seperti gandum, kurma, jelai atau biji lainnya. Wadah sho' lain dengan ukuran  2.380 ml menghasilkan berat,  2,2 kg untuk beras, 2,8 kg untuk gandum, dan 2,5 kg untuk kurma.

Walhasil, penentuan berat zakat fitrah dengan beras memang masih menjadi perdebatan sampai sekarang. Zakat fitrah beras dengan berat 2,4 kg kemudian dibulatkan menjadi 2,5 kg itu merupakan hasil kompromi dari beberapa ukuran sho' yang ada. 

Jika ada yang bilang, zakat fitrah itu 2,7 kg kemudian dibulatkan menjadi 3 kg itu juga memiliki dasar.

 Tidak boleh mengklaim bahwa berat ini lebih benar dari yang lain, kullun muhtamalun. Oh ya, Jika anda kebetulan ziarah ke makam Sunan Derajat, sempatkanlah mampir museum. Anda nanti akan melihat satu sho' yang dulu digunakan untuk membayar zakat. 

Saya coba Tanya kepada penjaga museumnya mengenai volumenya. Ia tidak tahu, namun katanya sih jika anda gunakan beras, beratnya mencapai 2,4 kg. Wallahu a'lam.
Ringkasan Risalah Ma'had Aly Mahalah Ula tahun 2010