adsense

April 02, 2016

Bagaimana caranya membuktikan agama yang benar

Pertama: Esensi Kebenaran Agama-agama

Teori pluralisme agama minimalnya mencakup beberapa ide di bawah ini:

1-1. Yang dimaksud dengan kebenaran sejati (haq) agama-agama adalah: ajaran-ajarannya benar, diterima dan boleh diikuti, dan jika diikuti akan mengantarkan pengikutnya kepada keselamatan dan kebahagiaan.

1-2. Yang dimaksud dengan kebenaran sejati agama-agama adalah kebenaran horisontal bukan secara vertikal zaman, dengan kata lain inti permasalahannya bukan terletak pada semua agama yang dibawakan oleh nabi-nabi adalah benar pada zamannya masing-masing, melainkan semua agama atau sebagian agama-agama adalah benar tanpa dibatasi oleh zaman tertentu.

1-3. Kebenaran sejati agama-agama adalah sejajar atau sama rata dan tidak ada tingkatan-tingkatan gradual di sana, yakni tidak mungkin terjadi gradasi atau peningkatan dalam kebenaran sejati agama-agama sehingga dapat dinyatakan bahwa agama ini menyimpan hakikat kebenaran lebih banyak, sedangkan agama itu setingkat berada di bawahnya dalam perolehan hakikat kebenaran. Atas dasar itu, tidak ada lagi perbedaan antara agama Islam, Yahudi, Kristen maupun agama-agama yang lainnya.

1-4. Yang dimaksud dengan kebenaran sejati agama-agama bukan dalam sisi-sisi kesamaan antar agama, melainkan semua agama –dengan segala perbedaan di antara mereka– adalah benar. Dengan kata lain, tauhid (peng-Esa-an Tuhan) adalah benar, trinitas (kepercayaan tiga Tuhan) juga benar, dualisme (keyakinan dua Tuhan) Zoroaster juga benar, dan bahkan atheisme (pengingkaran adanya Tuhan) Budha juga benar.

Kedua: Akal dan Pluralisme Agama

Karena penelitian akal yang mendalam maka kesalahan pluralisme agama jadi tampak jelas. Hal itu tegaskan oleh banyak bukti yang di antaranya adalah:

2-1. Konsekuensi kontradiksi
Agama-agama yang ada sekarang mengandung ajaran-ajaran yang saling berlawanan dan kontradiktif. Itulah sebabnya kebenaran sejati semua agama berkonsekuensi berkumpulnya dua hal yang berlawanan atau kontradiktif, dan sudah barang tentu itu mustahil terjadi. Contohnya; agama Islam menekankan ke-Esa-an Tuhan, di seberangnya agama Kristen mengajarkan trinitas Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan Tuhan Ruh Qudus. Selain itu Zoroaster cenderung pada dua Tuhan.
Masing-masing dari ajaran ini saling menolak yang lain. Oleh karena itu, apabila tiga agama tersebut dianggap benar maka konsekuensinya ke-Esa-an Tuhan dan menyembah satu Tuhan adalah benar, trinitas dan menyembah dua atau tiga Tuhan juga benar. Jelas hal ini merupakan perkumpulan dua hal kontradiktif yang mustahil terjadi, sebab ke-Esa-an Tuhan sama dengan menolak keyakinan pada dua atau tiga Tuhan, padahal dualisme dan trinitas meyakini Tuhan lebih dari satu. Intinya, kebenaran sejati agama-agama berarti Tuhan lebih dari satu dan tidak lebih dari satu, dan ini kontradiksi yang mustahil terjadi.

2-2. Anti dirinya sendiri (self contradiction)
Keyakinan bahwa semua agama benar pada hakikatnya menolak dirinya sendiri, karena setiap agama menolak ajaran-ajaran yang bertentangan dengannya dan terdapat dalam agama-agama yang lain, atau bahkan secara umum dapat dikatakan bahwa setiap agama menganggap batil agama-agama yang lain. Dengan demikian, apabila salah satu dari agama-agama tersebut benar maka klaim agama itu juga harus diakui kebenarannya, sehingga kebatilan agama-agama yang lain dapat disimpulkan dari kebenaran setiap agama, sementara pluralisme agama karena dia meyakini kebenaran semua agama maka konsekuensinya dia telah membatilkan (menyalahkan) semua agama tersebut. Itulah kenapa dikatakan bahwa pluralisme agama mengecam dan menggugurkan dirinya sendiri.

2-3. Konsekuensi Relativisme Agama
Teori pluralisme agama dilandasi oleh relativisme pengetahuan (epistemic relativisme) atau skeptisme yang pada akhirnya adalah skeptisme agama. Karena, di satu sisi teori ini mengakui kebenaran sejati semua agama dan di sisi lain masing-masing dari agama-agama itu saling menolak antara satu sama yang lain. Hasilnya pertentangan itu tidak ada lagi kecuali skeptisme dan kebingungan. Dengan kata lain, pluralisme agama adalah buah hasil skeptisme atau relativisme pengetahuan, sedangkan pluralisme agama itu sendiri membuahkan skeptisme agama.

Ketiga: Akal dan Agama Yang Haq

Apa yang telah lalu membuktikan bahwasanya tidak mungkin semua agama sama dari sisi kebenaran sejati; dan pertanyaan berikutnya yang muncul adalah apakah jalan yang diusulkan oleh akal untuk menentukan agama yang haq dan membedakannya dari agama-agama yang lain? Dengan ibarat yang berbeda apa tolok ukur kebenaran sejati agama dan apakah metode pengukurannya menurut akal?
Jawabannya, agama yang haq adalah agama yang:
3-1. Keyakinan dan ajarannya tidak menentang akal, bahkan didukung olehnya.
3-2. Mempunyai sumber Ilahi.
3-3. Ajaran-ajarannya tidak mengalami perubahan atau distorsi.
3-4. Tidak dihapus (nash) oleh nabi-nabi setelahnya.
3-5. Lebih komprehensif dan sempurna dibandingkan agama-agama yang lain.
Kajian komparatif agama-agama berdasarkan lima hal di atas akan sangat membutuhkan haluan yang luas dan panjang lebar. Adapun untuk kesempatan yang singkat ini, kita hanya dapat menunjukkan beberapa poin penting secara singkat berkenaan dengan komparasi beberapa agama. Poin-poin itu adalah:

a. Asas paling utama setiap agama adalah ketuhanannya. Perlu diketahui bahwa ajaran ketuhanan dan tauhid (peng-Esa-an Tuhan) di dalam agama Islam[1] merupakan ajaran yang paling rasional dan dilandasi oleh bukti-bukti yang sangat kuat. Tentunya, pembuktian tauhid secara otomatis menolak ajaran trinitas dan dualisme dalam ketuhanan. Sebab itu masalah ini sendiri cukup untuk membuktikan ketidakbenaran agama-agama non Ilahi (seperti agama Budha) sekaligus agama yang mengandung kesyirikan (seperti agama Kristen dan Zoroaster).

b. Kebanyakan agama-agama, meskipun mempunyai latar belakang Ilahi, tapi sepanjang sejarah mereka telah terkontaminasi oleh distorsi dalam skala yang besar sehingga mereka terhempas dari kesejatiannya. Problem ini menyebabkan sebagian ajaran-ajaran mereka betul-betul bertentangan dengan akal. Berikut ini kami hanya akan menyebutkan beberapa contoh saja distorsi yang menyusup ke dalam al-Kitab perjanjian lama dan baru:

1. Tuduhan yang tidak senonoh terhadap para nabi.

Di samping distorsi mendasar dan berkaitan dengan keyakinan yang terdapat dalam al-Kitab, terdapat juga di dalamnya tuduhan-tuduhan yang tidak senonoh dan amoral terhadap sebagian para nabi yang pena pun merasa malu untuk menukilnya.[2]

2. Dongeng.

Adanya dongeng-dongeng yang tidak berdasar di dalam al-Kitab menjadi bukti lain distorsi kitab tersebut. Salah satu dongeng yang terdapat di sana adalah gulat antara Nabi Ya’qub dan Allah swt. yang kemudian dimenangkan oleh Ya’qub. [3]

3. Dosa warisan.

Menurut agama Kristen, (Nabi) Adam (as.) melakukan dosa saat dia tinggal di surga dan dosa ini dicatat untuk semua keturunannya, yakni pada asalnya diri manusia itu sendiri lahir ke dunia dengan mengemban dosa! meskipun sejak dia lahir tidak pernah melakukan dosa, lalu upaya apa saja yang dilakukan oleh manusia untuk melepas diri dari dosa itu adalah sia-sia dan hanya penggantungan serta penyaliban (Nabi) Isa (as.) saja yang dapat menebus dosa warisan tersebut.

4. Pengukuhan basis-basis kezaliman.

Satu lagi di antara ajaran-ajaran irasional al-Kitab adalah justifikasi terhadap kezaliman para tiran dan mengajak masyarakat untuk berdiam diri di hadapan para penguasa yang zalim. Alasannya mereka adalah penguasa di bumi yang dipilih oleh Tuhan dan merupakan bayangan Dia. [4]
Adanya ajaran-ajaran irasional di samping persoalan trinitas dan pem-benda-an Tuhan serta berbagai kontradiksi di dalam teks al-Kitab[5] menjadi bukti konkrit bahwa agama Yahudi dan Kristen yang ada sekarang adalah tidak haq (benar sejati). Ditambah lagi dengan penelitian-penelitian ilmiah dan filologis (secara ilmu bahasa-bahasa) yang sampai pada kesimpulan bahwa teks al-Kitab tidak bisa dipercaya. Thomas Michel –dosen ilmu ketuhanan kristen– menjelaskan menurut mayoritas cendekiawan Katolik, Protestan dan Ortodoks kitab-kitab suci (al-Kitab) bukan dekte Tuhan dan tidak mempunyai keistimewaan suci secara literal, karena terkadang penulis-penulisnya yang tidak lain adalah manusia memasukkan teori-teori yang salah atau informasi-informasi yang keliaru ke dalam teks al-Kitab. [6]

Keempat: Al-Qur’an dan Pluralisme Agama

Ayat-ayat al-Qur’an membatasi agama yang haq hanya pada agama Islam dan menolak pluralisme agama. Selain itu al-Qur’an juga secara jelas menentang sebagian prinsip-prinsip pluralisme. Sebagai contoh, beberapa ayat yang berhubungan dengan topik ini akan kami sebutkan dalam tiga kelompok:

4-1. Hakikat bisa diraih.

Ada beberapa ayat al-Qur’an yang menentang keras skeptisme dan relativisme serta mustahilnya pencapaian hakikat yang menjadi prinsip dan asumsi pluralisme agama. Menurut al-Qur’an, skeptisme dan relativisme dalam agama adalah tertolak, sedangkan pencapaian hakikat adalah sesuatu yang mungkin. Ayat-ayat itu adalah:
4-1-1. Ayat-ayat yang menghardik orang yang ragu-ragu. [7]
4-1-2. Ayat-ayat yang menyatakan bukti-bukti para nabi adalah jelas dan keraguan orang-orang yang bimbang tidak beralasan. [8] Contohnya, al-Qur’an mengatakan bahwa hakikat Islam adalah terang:
لَا إکرَاهَ فِي الدِّینِ قَد تَبَیَّنَ الرُّشدُ مِنَ الغَيِّ [9] ,

artinya: “Tidak ada paksaan dalam agama karena sungguh telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah.” [10]
4-1-3. Ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk mengikuti ilmu dan keyakinan serta melarangnya untuk mengikuti anggapan dan pra sangka.[11]

4-2. Tertolaknya agama selain Islam

Ayat-ayat yang akan kami sebutkan di bawah ini menunjukkan secara jelas bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar sejati (haq) dan jalan yang lurus (shirotul mustaqim), sebaliknya ayat-ayat ini juga menyatakan kesalahan (batil) agama-agama yang lain dan mengajak para pengikutnya untuk mengikuti agama Islam:
4-2-1. وَ مَن یَبتَغِ غَیرَ الإسلَامِ دِینًا فَلَن یُقبَلَ مِنهُ وَ هُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الخَاسِرِینَ [12] ,

artinya: “Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi”. Tapi, menurut agama Islam, semua utusan-utusan Tuhan atau yang disebut dengan nabi dan rasul adalah petunjuk jalan serta pengantar menuju hakikat, dan agama mereka adalah Islam. oleh karena itu, kesetiaan terhadap para utusan Tuhan pada zamannya masing-masing adalah Islam, sedangkan yang dimaksud dengan Islam pada zamannya Muhammad Rasulullah saw. adalah kesetiaan terhadap ajaran yang beliau sampaikan. [13]
4-2-2. وَ لَن تَرضَی عَنکَ الیَهُودُ وَ لَا النَّصَارَی حَتَّی تَتَّبِعَ مِلَّتَهُم قُل إنَّ هُدَی اللهِ هُوَ الهُدَی وَ لَئِنِ اتَّبَعتَ أهوَاءَهُم بَعدَ الَّذِي جَاءَکَ مِنَ العِلمِ مَا لَکَ مِنَ اللهِ مِن وَلِيٍّ وَلَا نَصِیرٍ [14] ,

artinya: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak rela terhadapmu sehingga engkau mengikuti agama mereka, katakanlah sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sesungguhnya), dan sungguh jika engkau mengikuti kemauan mereka setelah datang pengetahuan kepadamu maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolang bagimu”.
4-2-3. وَ قَالَتِ الیَهُودُ عُزَیرُ ابنُ اللهِ وَ قَالَتِ النَّصَارَی المَسِیحُ ابنُ اللهِ ذَلِکَ قَولُهُم بِأفوَاهِهِم یُضَاهِئُونَ قَولَ الَّذِینَ کَفَرُوا مِن قَبلُ قَاتَلَهُمُ اللهُ أنَّی یُؤفَکُونَ [15] ,

artinya: “Orang-orang Yahudi berkata Uzair anak Allah dan orang-orang Kristen mengatakan Almasih anak Allah, demikian ucapan dari mulut mereka, mereka menyerupai perkataan orang-orang kafir terdahulu, Allah perangi mereka, bagaimana mereka sampai dipalingkan”.
Masih banyak lagi ayat yang serumpun dengan ayat-ayat di atas, dan kami sarankan Anda untuk merenungkannya lebih banyak. [16]

4-3. Agama semua manusia.

Al-Qur’an, mayoritas seruan ayat-ayatnya ditujukan kepada semua manusia, dan mengajak mereka tanpa terkecuali kepada agama Islam serta memperkenalkan al-Qur’an dan Rasulullah saw. sebagai petunjuk semua manusia. Di antaranya, Allah swt. berfirman:
وَ مَا أرسَلنَاکَ إلَّا کَافَّةً لَلنَّاسِ بَشِیرًا وَ نَذِیرًا [17] ,

artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus engkau melainkan untuk seluruh manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan”. Di tempat lain disebutkan:
قُل یَا أیُّهَا النَّاسُ إنِّي رَسُولُ اللهِ إلَیکُم جَمِیعًا [18] ,

artinya: “Katakanlah, hai sekalian manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua”. Dan terkait dengan universalitas al-Qur’an Allah swt. juga berkali-kali menegaskan seperti:
إن هُوَ إلَّا ذِکرٌ لِلعَالَمینَ [19] ,

artinya: “Al-Qur’an adalah suatu peringatan untuk semesta alam”.

4-4. Ajakan terhadap Ahli Kitab untuk masuk Islam.


Al-Qur’an mengajak Ahli Kitab untuk masuk agama Islam dan menyebut penolakan terhadap Islam sebagai kekafiran dan tergolong menutup-nutupi kebenaran:
یَا أهلَ الکِتَابِ قَد جَاءَکُم رَسُولُنَا یُبَیِّنُ لَکُم کَثِیرًا مِمَّا کُنتُم تُخفُونَ مِنَ الکِتَابِ وَ یَعفُوا عَن کَثِیرٍ قَد جَاءَکُم مِنَ اللهِ نُورٌ وَ کِتَابٌ مُبِینٌ. یَهدِي بِهِ اللهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ وَ یُخرِجُهُم مِنَ الظُّلُمَاتِ إلَی النُّورِ بِإذنِهِ وَ یَهدِیهِم إلَی صِرَاطٍ مُستَقِیمٍ. [20]

Artinya: “Hai Ahli Kitab, sunguh telah datang kepada kalian utusan Kami menjelaskan kepada kalian banyak dari isi Alkitab yang kalian sembunyikan dan banyak (pula yang) dibiarkannya, sungguh telah datang kepada kalian cahaya dari Allah dan Kitab yang terang. Dengan itu Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya kepada jalan keselamatan, dan mengeluarkan mereka dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus”. Di tempat lain al-Qur’an menyebutkan:
یَا أهلَ الکِتَابِ لِمَ تَکفُرُونَ بِآیَاتِ اللهِ وَ أنتُم تَشهَدُونَ. [21]

Artinya: “Hai Ahli Kitab, kenapa kalian mengingkari ayat-ayat Allah padahal kalian bersaksi (akan kebenarannya)”.
Di bidang ini, masih banyak ayat-ayat yang menunjukkan kebatilan pluralisme agama dengan cara yang berbeda-beda, selain juga ayat-ayat itu mengajak manusia seluruhnya untuk mengenal agama Islam dan mengikutinya. [22]

Kelima: Pemisahan antara Hakikat dan Alasan

Agama yang benar sejati (haq) dan jalan lurus (shirotul mustaqim) adalah satu, tapi alasan adalah sesutu dan kondisi yang berbeda!! Yang harus dipisahkan dari masalah kebenaran sejati. Para pengikut agama-agama yang lain berada di luar syariat yang benar sejati sesuai dengan keinginan Ilahi, tapi dalam situasi dan kondisi tertentu terkadang mereka mempunyai alasan yang bisa diterima kenapa mereka sampai keluar dari kebenaran sejati tersebut, di antaranya adalah: kebodohan yang tidak didasari oleh keteledoran terhadap agama Islam, atau sudah menelusuri hakikat di dalam suara hati dan mencarinya sekuat tenaga serta komitmen terhadap keputusan-keputusan akal dan fitrah.
Berdasarkan alasan itu, kendatipun jalan yang ditempuh oleh seseorang bukan jalan yang lurus dan agama yang benar sejati, tapi dia di sisi Allah swt. nanti pada Hari Kiamat tergolong orang-orang yang berhalangan dan uzurnya diterima. Al-Qur’an menyebut kelompok orang seperti ini dengan kelompok atau orang “yang tertindas”. Kelompok ini, selain uzur mereka diterima, mereka juga akan mencapai tingkat kebahagiaan sesuai dengan kejujuran batin dan ragam keyakinan serta tindakannya, dengan kata lain sesuai dengan tolok ukur “kebaikan pelaku” dan “kebaikan tigkah laku”.
Pandangan Islam berkaitan dengan topik ini terabstraksi dalam poin-poin berikut:

1. Agama yang benar sejati hanya agama Islam. Yaitu agama tauhid dengan arti yang sesungguhnya dan sempurna meliputi semua sisi. Agama ini merupakan agama semua nabi atau utusan Tuhan, dan mereka mengajak semua manusia untuk memeluk agama ini. Oleh karena itu, ajaran-ajaran seperti trinitas dan dualisme Tuhan serta ... tidak mungkin mempunyai asas yang benar.

2. Menurut Islam, syariat memiliki pluralitas vertikal. Yakni, apa yang selama ini berganti adalah syariat Ilahi, dan setiap nabi pembawa syariat menghapus syariat yang sebelumnya dan membawakan syariat yang lebih sempurna serta proporsional dengan proses penyempurnaan manusia dan tuntutan zaman. Oleh karena itu, pluralitas vertikal syariat-syariat memang terjadi, tapi bukan pluralitas horisontal atau sejajar, dan dengan datangnya syariat penutup maka semua syariat yang sebelumnya telah dihapus sehingga satu-satunya syariat yang diterima adalah syariat penutup yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw.

3. Keselamatan dan kebahagiaan manusia tergantung pada hujjah atau bukti Tuhan terhadap manusia dan jawaban manusia terhadap-Nya. Setiap orang, bertanggung jawab atas bukti-bukti dalam diri (berupa akal dan fitrah serta ...) dan bukti-bukti di luar diri (berupa tuntunan para nabi) yang mereka capai secara riel atau dapat dia capai, adapun jika ada bukti-bukti yang tidak dicapai dan tidak dapat dicapai oleh seseorang maka dia terhitung sebagai orang yang berhalangan[23].
sumber :asli

1. Untuk lebih jelasnya, Anda bisa merujuk pada referensi berikut:
1. Muhammad Husein Thaba’ Thaba’i dan Mutahhari, Ushule Falsafeh wa Rawesye Realisme, jilid 5, Qom, percetakan Sadra, cetakan keempat, tahun 1347 hijriah syamsyiah.
2. Murtadha, Mutahhari, Tauhid, Qom, percetakan Sadra, cetakan ketiga, tahun 1347 HS.
2. Anda bisa lihat: Injil Yohanes, 1:112, kitab Ciptaan, 30:3819, dan untuk mengetahui informasi lebih lanjut Anda bisa merujuk kepada kitab Anisul A’lam, jilid 3; Muhammad, Shadiqi, Bisyorote Ahdain, hal. 73 dan 177. Tuduhan-tuduhan ini dimuat di sana padahal argumentasi-argumentasi rasional menetapkan urgensitas kesucian (ismah) para nabi dari dosa dan noda.
3. Kitab Jadian, 43:2330.
4. Injil Mathius, 38:5, begitu pula mayoritas surat-suratnya Poulus ke kaum Romawi.
5. Di dalam jilid kedua Anisul A’lam disebutkan 125 kontradiksi yang terdapat di dalam al-Kitab. Anda juga bisa merujuk pada buku: Hakikate Masihiyat, Qom, penerbit Muassesehye Dar Rohe Haq, cetakan pertama, tahun 1361 HS., halalaman 127-133; Zamani, Musthafa, Beh Suye Islomi yo Aiyne Keliso, Qom, penerbit Payome Islom, 1346 HS.
6. Michel, Thomas, Kalome Masihi, terjemahan Husein Taufiqi, Qom, penerbit Markaze Mutoleot wa Tahqiqote Adabiyot wa Mazohib, cetakan pertama tahun 1377 HS., halaman 23-27.
7. QS. 16:66; 45:32.
8. QS. 14: 9 dan 10.
9. QS. 14: 256.
10. Untuk penjelasan lebih lanjut, Anda bisa merujuk pada referensi berikut:
1. Muhammad Hasan, Qadrdan Qaramaliki, Qur’an wa Pluralizme Dini, Teheran, Muasesehye Farhangiye Donesy wa Andisyehye Mu’osir.
2. Markaze Mutole’ot wa Pazhuhesyhoye Farhangiye Hawzehye Ilmiyeh, Pluralizme Dini, Qom, cetakan pertama tahun 1380.
3. Ali, Rabbani Gulpaigani, Tahlil wa Naqde Pluralisme Dini, Teheran, Muassesehye Farhangiye Donesy wa Andisyehye Mu’oser, cetakan pertama tahun 1387 HS.
4. Ketobe Naqd, no.4, Teheran, Muassesehye Farhangiye Donesy wa Andisyehye Mu’oser, cetakan pertama tahun 1378 HS.
11. QS. 17: 36; 10: 36; 53: 28.
12. QS. 3: 85.
13. Untuk penjelasan lebih lanjut Anda bisa merujuk pada: Muhammad Hasan, Qadrdan Qaramaliki, Qur’an wa Pluralizme, hal. 117-136.
14. QS. 2: 120.
15. QS. 9: 30.
16. Lihatlah: QS. 3: 61, 9: 31-32, 4: 157 dan 171, 5: 51 dan 73, 48: 28, 61: 9, 19: 88 dan 91, 2: 79.
17. QS. 34: 28.
18. QS. 7: 158. Anda juga bisa lihat QS. 4: 79, 22: 49, 25: 1, 21: 107.
19. QS. 81: 27, 12: 104, 38: 87, 6: 90. Anda juga bisa melihat QS. 14: 1 dan 52, 3: 138, 6: 18, 4: 174, 25: 1.
20. QS. 5: 15-16. begitu pula ayat ke19.
21. QS. 3: 70. begitu pula QS. 2: 41, 3: 71.
22. Untuk perincian lebih lanjut, Anda bisa merujuk pada: Muhammad Hasan, Qadrdan Qaramaliki, Qur’an wa Pluralizme, Teheran, Muassesehye Farhangiye Donesy wa Andisyehye Mu’osir, cetakan pertama, 1380 hs.
23. Untuk penjelasan lebih lanjut, Anda bisa merujuk pada:
a. Murtadha Mutahhari, Adle Ilohi, bagian kesembilan (amalan baik non muslim), Qom, Shadra.
b. Muhammad Hasan, Qadrdan Qaramaliki, Suyehhoye Pluralisme, Teheran, Muassesehye Farhangiye Donesy wa Andisyehye Mu’oser, cetakan pertama, 1378 hs., halaman 110-116.

No comments: