SEMUA orang pasti suka
diberi sehat, panjang umur, hidup indah dan hidup berkecukupan. Hanya
saja, perjalanan hidup tak selalu ideal. Ibarat pepatah, hidup seperti roda pedati. Kadang di atas, kadang di bawah.
Ada orang mudah mencari harta, dia kaya-raya, tetapi tidak berkah.
Hatinya selalu gundah, penyakit datang tiap saat. Sementara itu, ada
orang yang setiap hari hanya mampu makan dan minum saja. Tidur bahkan
hanya di atas becak. Namun Allah subhanahu Wata’ala selalu memberinya
kesehatan, jauh dari sakit dan jauh dari kegelisahan batin.
Karena itu dalam Islam, kaum Muslim dianjurkan mencari keberkahan (barakah). Berkah (barokah). Dalam kamu Al Munawwri, barakah
(البركة) artinya adalah “karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi
kehidupan manusia.” Sedang menurut Imam al Ghazali, berkah artinya ziyadatul khair, “bertambah-tambahnya kebaikan”.
Di bawah ini empat kunci meraih keberkahan hidup.
Takwa. Sebagian orang, takwa itu masih dinilai
abstrak. Meskipun dalam beberapa ayat, teknik operasionalnya cukup
jelas. Seperti takwa pada ayat 133 dan 144 Surah Ali Imran,
operasionalnya cukup jelas. Tetapi, dalam konteks keuntungan yang
langsung diperoleh dalam kehidupan dunia, kejelian berpikir memang
sangat diperlukan.
Operasional takwa pada ayat di atas di antaranya adalah tetap
membelanjakan (infaq) harta bendanya di jalan Allah baik dalam kondisi
lapang maupun sempit. Infaq dalam kondisi lapang, mungkin tidak seberat
kala dalam kondisi sempit (amat berhajat terhadap harta). Tetapi, jika
ingin sampai pada derajat takwa, keduanya mesti diupayakan.
Muslim yang mau berpikir, tentu akan menggali hikmah di balik
diberlakukannya perintah yang sepintas cukup memberatkan ini. Mari kita
kupas perlahan-lahan.
Kalau diperhatikan, setiap akhir pekan, warga ibu kota dan warga kota-kota besar di negeri ini (dominan kaum hawa) sangat gemar kongkow atau shopping di mall.
Mall bak rumah kedua yang amat membahagiakan hati mereka. Apa pasal,
diskon, sale dan obral komoditi yang mereka sukai, sehingga berada di
mall meski akan menguras tabungan, tetap mereka lakukan dengan senang
hati.
Sedangkan takwa, tidak sependek berbelanja di mall yang lagi obral
diskon dan hadiah. Tetapi, secara logika, pengamalan takwa secara
sungguh-sungguh akan mendatangkan keuntungan tak terkira, yang bukan
saja di dunia, tetapi juga di akhirat. Tetapi, lagi-lagi di sini
diperlukan kejelian atau tepatnya kedalaman berpikir, sehingga ada
kekuatan untuk terus sabar dan istiqomah dalam menjalani kehidupan ini
dengan takwa.
Shalat. Manivestasi iman paling dasar yang akan
membuat ketakwaan seorang Mukmin terpelihara adalah shalat. Shalat
secara fisik dalam tinjauan medis, ternyata memberikan dampak signifikan
bagi kesehatan tubuh. Padahal, shalat di sisi yang lebih inti,
merupakan media komunikasi setiap hamba dengan Alah Ta’ala.
Posisi sujud misalnya. Gerakan menungging dengan meletakkan kedua
tangan, lutut, ujung kaki, dan dahi pada lantai itu ternyata memiliki
dampak sangat bagus bagi kesehatan tubuh.
Manfaat: Aliran getah bening dipompa ke bagian leher dan ketiak.
Posisi jantung di atas otak menyebabkan darah kaya oksigen bisamengalir
maksimal ke otak. Aliran ini berpengaruh pada daya pikir seseorang.
Karena itu, lakukan sujud dengan tuma’ninah, jangan tergesa – gesa agar
darah mencukupi kapasitasnya di otak. Postur ini juga menghindarkan
gangguan wasir. Khusus bagi wanita, baik rukuk maupun sujud memiliki
manfaat luar biasa bagi kesuburan dan kesehatan organ kewanitaan.
Manfaat pada gerakan lain, tentu juga tidak kalah baiknya bagi
kesehatan tubuh. Logikanya, semakin sering shalat dilakukan semakin baik
kesehatan kita. Dengan kata lain, kewajiban shalat ini sejatinya adalah
perintah yang Allah berikan kepada kita untuk memenuhi kebutuhan jiwa
raga manusia itu sendiri. Dengan kata lain, siapa enggan shalat apalagi
tidak mau shalat, maka kerugiannya sangat luar biasa.
Sedekah. Sedekah ini empirisnya terkesan mengurangi
aset atau harta. Tapi, hakikatnya tidak. Contoh, seorang ibu yang
merelakan 100 persen daya potensi dan waktunya untuk mendidik
anak-anaknya, hampir pasti akan memiliki anak yang cerdas, kuat dan
insha Allah sholeh dan sholehah. Bandingkan dengan seorang ibu yang
tidak memberikan 100 persen daya potensi dan waktunya kepada
putra-putrinya.
Demikian pula dengan sedekah. Sedekah itu mengurangi nominal atau
angka, tetapi menambah pada sisi lainnya, yang pada akhirnya akan
berimbas pada penambahan nominal itu sendiri. Abdurrahman bin Auf memang
banyak mengeluarkan sedekah, tetapi sedekah itu pula yang membuatnya
kwalahan menerima keuntungan dalam bisnis yang dijalaninya.
Oleh karena itu, tidak salah jika belakangan muncul istilah Giving is Receiving
(memberi itu hakikatnya menerima). Toh, dalam Al-Qur’an, satu sedekah
atau infaq Allah janjikan balasan hingga 700 kali lipat (QS. Al-Baqarah
[2]: 261). Tentu semua mensyaratkan keikhlasan dan kebeningan hati dan
keseuaian dengan tuntunan Nabi.
Memberi Maaf. Terluka, sakit hati, setiap orang
rasanya pasti pernah mengalami ini. Tetapi, memelihara dendam
ilustrasinya sama dengan orang yang menyimpan bau busuk di lemari
pribadinya. Mustahil kan orang mau melakukan itu?
Tetapi, dendam tidak sama dengan bau busuk. Kebanyakan orang yang
enggan berpikir dan mengedepankan egonya, lebih memilih dendam daripada
iman. Akhirnya tidak mau memaafkan, bahkan kalau bisa cari cara gimana
caranya bisa balas dendam.
Tetapi, bagaimanapun Islam tidak menghendaki umatnya menjadi
pendendam. Dalam soal ini, kita patut bercermin kepada Nabi Yusuf
Alayhissalam. Beliau mengalami derita luar biasa karena sifat iri,
dengki dan hasad saudara-saudaranya. Tetapi, kala Nabi Yusuf menjadi
orang dan saudara-saudaranya datang dalam kondisi tak berdaya, beliau
memaafkan mereka yang pernah menganiaya dan menyengsarakan kehidupan
beliau.
قَالَ لاَ تَثْرَيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ يَغْفِرُ اللّهُ لَكُمْ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
Dia (Yusuf) berkata: “Pada hari ini tak ada cercaan terhadap
kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha
Penyayang diantara para penyayang” (QS. Yusuf [12]: 92).
Kita bisa lihat, apa pengakuan Allah terhadap sikap Nabi Yusuf yang
jantan memberi maaf itu? Allah menyebut kisah beliau sebagai sebaik-baik
kisah dari sejarah kehidupan umat manusia yang pernah ada di muka bumi
ini.
Tentu, masih banyak amalan lain yang penting yang juga merupakan
bagian dari manivestasi takwa dalam kehidupan dan keseharian kita, yang
jika diamalkan tidak saja akan mendatangkan manfaat baik bagi jiwa dan
raga, tetapi juga pengakuan dari Allah Ta’ala sendiri yang mencptakan
kita ini. Oleh karena itu, selayaknya hidup ini kita orientasikan untuk
menjadi pribadi yang membangun keluarga dan masyarakat yang bertakwa.*
Rep: Imam Nawawi
Editor: Cholis Akbar
No comments:
Post a Comment