- yang mewajibkan qadla' saja (tidak kafarat)
- yang mengharuskan qadla' dan kafarat.
- memakan beras mentah.
- makan adonan tepung yang tidak dimasak.
- menelan obat-obatan (tanpa maksud yang jelas).
- Memakan buah yang belum masak.
- Memakan sisa-sisa makanan di mulut sebesar kacang Arab (sama dengan setengahnya kacang tanah).
- Memakan garam banyak dengan sekali telan juga mewajibkan qadla' (tidak kafarat), berbeda jika menelannya sedikit-sedikit, maka selain qadla' puasa ia juga wajib membayar kafarat.
- Memakan biji-bijian.
- Memakan/menelan kapas, kertas atau kulit, kerikil, besi, debu, batu, uang kertas/perak atau sejenisnya.
- Memasukkan air atau obat ke dalam tubuh dengan cara menyuntukkan melalui lubang kemaluan, hidung, atau tenggorokan.
- Meneteskan minyak ke dalam telinga (bukan air, karena air tidak bisa meresap lebih jauh ke dalam).
- Masuknya air hujan atau salju ke dalam tenggorokan tanpa sengaja, dan dia tidak menelannya.
- Sengaja muntah-muntah, atau mengeluarkan muntah dengan paksa lantas ditelankannya kembali, jika muntahannya itu memenuhi mulut; atau walaupun tidak sampai memenuhi mulut namun yang kembali tertelan minimal menyamai biji kacang Arab, sementara dia sadar bahwa dia puasa. Namun jika muntahan itu terjadi dengan tanpa sengaja; atau kalaupun muntah secara disengaja namun muntahannya tidak memenuhi mulutnya; atau saat muntah dia lupa bahwa dia sedang puasa; atau muntahannya itu berupa lendir, tidak makanan; maka puasanya tidak batal. Ini berdasar hadis "Barang siapa muntah dengan tanpa sengaja maka dia tidak wajib mengqadla, namun jika sengaja muntah-muntah maka diwajibkan mengqadla".
***
Jenis kedua adalah memakan/meminum/menelan makan-makanan atau obat-obatan karena ada udzur, baik itu berupa penyakit, dipaksa, memakan/meminum/menelan secara keliru, atau karena menyepelekan, atau karena samar. Masuk dalam kategori ini adalah hal-hal berikut ini:
- Masuknya air kumur ke dalam perut secara tak sengaja.
- Berobat dengan cara membedah tubuh bagian kepala atau perut, lantas obat yang dimasukkan mencapai otak atau perut.
- Orang tidur yang dimasuki air ke dalam tubuhnya dengan sengaja.
- Orang perempuan yang membatalkan puasanya dengan alasan khawatir sakit karena melaksanakan suatu pekerjaan.
- Makan atau bersenggama secara syubhat/samar, setelah ia melakukan hal itu (makan atau senggama) karena lupa.
- Makan setelah ia berniat puasa pada siang hari.
- Seorang musafir (orang yang bepergian) yang makan saat niat puasanya dilakukan pada malam hari setelah ia memutuskan untuk menetap (mukim) di tempat ia berada.
- Makan/minum/senggama pada saat fajar telah terbit, namun ia ragu apakah fajar telah terbit.
- Makan/minum/senggama pada saat matahari belum terbenam, namun ia menyangka bahwa matahari telah terbenam (telah maghrib).
CATATAN
Seorang yang makan atau melakukan hubungan badan sejak sebelum terbitnya fajar, kemudian fajar terbit, maka jika ia langsung menghentikannya atau memuntahkan makanan yang ada di mulutnya, maka hal tersebut tidak membatalkan puasanya.
***
Jenis ketiga adalah pelampiasan nafsu seks/birahi secara tak sempurna. Masuk dalam kategori ini adalah hal-hal berikut:
- Keluarnya mani dikarenakan berhubungan badan dengan mayit atau binatang atau anak kecil yang belum menimbulkan syahwat.
- Keluarnya mani karena berpelukan atau adu paha.
- Keluarnya mani karena ciuman atau rabaan.
- Perempuan yang disetubuhi saat ia tertidur.
- Perempuan yang menetesi kemaluannya dengan minyak.
- Memasukkan jari yang dibasahi dengan minyak atau air kedalam anus, lantas air atau minyak itu masuk ke dalam.
- Bercebok sehingga ada air yang masuk ke dalam melalui anus.
- Memasukkan sesuatu sampai tenggelam seluruhnya (kapas, kain, atau jarum suntik, dll) ke dalam anus.(Jika tidak tenggelam seluruhnya, maka tidak membatalkan puasa)
- Perempuan yang memasukkan jarinya yang dibasahi dengan minyak atau air ke dalam vaginanya bagian dalam.
***
B. Mazhab Malikiyah
Dalam mazhab ini, hal-hal yang mewajibkan qadla' (tanpa kafarat) ada 3 kategori berikut ini:
- Membatalkan puasa-puasa fardlu (seperti qadla' Ramadlan, puasa kafarat, puasa nadzar yang tidak tertentu, puasanya orang yang haji tamattu' dan qiraan yang tidak membayar denda). Adapun puasa nadzar yang ditentukan, semisal bernadzar puasa hari/beberapa hari/bulan tertentu, jika dia membatalkan puasanya itu karena udzur seperti haidl, nifas, ayan, gila, sakit, dll, maka ia tak wajib mengqadla'. Namun jika uzdurnya sudah hilang sementara apa yang dinadzarkannya masih tersisa, maka ia wajib melakukan puasa pada hari yang tersisa itu.
- Membatalkan puasa dengan sengaja pada puasa Ramadhan, selama syarat-syarat wajibnya kafarat tak terpenuhi. Seperti batalnya puasa karena udzur seperti sakit; atau karena udzur yang menghilangkan dosa seperti lupa, kesalahan, keterpaksaan; batalnya puasa karena keluarnya madzi atau mani karena melamun/melihat/memikir-mikir (sesuatu yang menimbulkan syahwat), dengan tanpa berlebihan, namun kebiasaannya keluar mani pada saat berhenti dari tindakan itu. Singkatnya, semua puasa wajib yang dibatalkannya wajib baginya mengqadla, kecuali puasa nadzar tertentu yang dibatalkannya karena udzur.
- Membatalkan puasa dengan sengaja pada puasa-puasa sunat. Karena menurut mazhab ini, melakukan suatu ibadah sunat, hukumnya wajib melakukannya sampai sempurna. Jika dibatalkan secara sengaja maka harus mengqadlanya, dan jika tanpa jika batalnya karena udzur tidak wajib mengqadlanya.
Kesimpulannya, seseorang yang membatalkan puasa (semua jenis puasa) dengan sengaja maka ia wajib mengqadlanya, dan tidak wajib membayar kafarat kecuali pada puasa Ramadhan saja. Dan barang siapa yang batal puasanya (jenis apa saja) karena lupa, wajib baginya mengqadla (tidak kafarat), kecuali pada puasa sunat (tidak wajib qadla' tidak pula kafarat).
***
Adapun hal-hal yang bisa membatalkan puasa, dalam mazhab ini, ada 5 hal:
- Bersengga yang mewajibkan mandi.
- Keluarnya mani atau madzi karena ciuman, belaian, dan melihat/memikir-mikir (sesuatu yang menimbulkan syahwat) dan itu dilakukannya dengan sengaja dan terus-terusan.
- Muntah-muntah secara sengaja, baik muntahannya itu memenuhi mulut atau tidak. Namun jika muntah itu terjadi secara tak sengaja maka tak membatalkan puasanya, kecuali jika ada muntahannya yang kembali masuk ke perut walau tak sengaja (maka batallah puasanya).
- Sampainya sesuatu yang cair ke tenggorokan melalui mulut, hidung, atau telinga, baik itu secara sengaja, lupa, kesalahan, atau keterpaksaan. Seperti air kumur atau saat gosok gigi. Masuk dalam kategori hukum cairan ini juga, dupa dan kemenyan jika dihirup kuat-kuat sehingga masuk ke tenggorokan, asap yang diketahui (seperti rokok-pent), bercelak dan berminyak rambut pada siang hari jika rasanya sampai ke tenggorokan, jika tidak sampai ke tenggorokan tidak membatalkan puasa. Sebagaimana ia tak membatalkan puasa, jika hal itu dilakukannya pada malam hari).
- Sampainya sesuatu ke pencernaan, baik zat cair atau tidak, melalui mulut, hidung, mata atau pangkal rambut, baik masuknya dengan disengaja, keliru, lupa atau terlanjur. Adapun suntikan pada lobang kelamin laki-laki tidak membatalkan puasa. Begitu juga halnya mengkorek-korek lubang telinga, juga menelan sisa-sisa makanan yang masih menempel di antara gigi-gigi tidak membatalkan puasa, meskipun itu dilakukan dengan sengaja.
Demikian pula masuknya segala sesuatu, baik berupa cairan atau tidak, ke dalam pencernaan melalui lubang-lubang (menuju dalam tubuh) yang berada di atas perut, baik lubang tersebut lebar atau sempit, membatalkan puasa dan wajib mengqadlanya. Beda dengan sesuatu yang masuk melalui lubang bawah (perut), ia baru dianggap membatalkan puasa jika lubang bawah itu lebar (seperti lubang anus dan kelamin perempuan), dan barang yang masuk itu berupa zat cair (tidak benda yang keras).
Singkatnya, qadla' itu wajib bagi orang yang membatalkan puasa-puasa wajib, baik itu dilakukannya dengan sengaja, lupa, keterpaksaan; baik pembatalannya itu haram, boleh, atau wajib seperti orang yang membatalkan puasanya karena kekhawatirannya akan sesuatu yang fatal (jika ia puasa); baik pembatalan itu juga mewajibkan kafarat atau tidak; baik puasa fardhu itu asli atau puasa nadzar.
Dirangkum dari buku: THE ISLAMIC JURISPRUDENCE AND ITS EVIDENCES, Jilid III, karya Prof. Dr. Wahbah Al Zuhaily. (Tim penerjemah: Hendra Suherman, Eva Fachrunnisa, Ali Mu'in Amnur, dan Zaimatussa'diyah)
No comments:
Post a Comment