Terima kasih Semoga bermanfaat Dan menjadi ladang pahala
Seandainya Anda hendak menyusun daftar nama sahabat Rasulullah menurut urutan masa masuknya ke dalam agama Islam, maka pada urutan keempat belas ditempati oleh Utsman bin Mazh'un. Anda perlu tahu bahwa Utsman bln Mazh'un ini merupakan muhajir pertama yang wafat di Madinah, sekaligus sebagai orang Islam pertama yang dimakamkan di Baqi'.
Hal penting terakhir yang harus Anda ketahui bahwa sahabat mulia yang sedang Anda telaah riwayat hidupnya sekarang ini Ialah "seorang suci" yang agung, tetapi bukan dari kalangan yang suka mengisolasi diri, dan sebaliknya merupakan orang suci yang terjun di arena kehidupan. Kesuciannya itu berupa amal yang tidak henti-hentinya dalam menempuh jalan kebenaran, serta ketekunannya yang pantang menyerah dalam mencapai kemaslahatan dan kebaikan.
Ketika agama Islam cahayanya mulai menyinar dari hati Rasulullah dan kalimat-kalimat yang disampaikannya di beberapa majelis, baik secara diam-diam maupun terang-terangan, Utsman bin Mazh'un adalah salah seorang dari beberapa gelintir manusia yang segera menerima panggilan Ilahi dan bergabung ke dalam kelompok pengikut Rasulullah. Ia pun ditempa oleh berbagai derita dan siksa, sebagaimana dialami oleh orang beriman lainnya dari kalangan orang-orang yang berhati tabah dan sabar.
Ketika Rasulullah mengutamakan keselamatan orang-orang beriman dari kalangan bawah dan teraniaya ini, dengan jalan menyuruh mereka berhijrah ke Habasyah, sedangkan beliau siap menghadapi bahaya seorang diri, Utsman bin Mazh'un terpilih sebagai pemimpin rombongan hijrah pertama ini. Dengan membawa putranya yang bernama Saib, ia menatap ke depan dan melangkahkan kaki ke suatu negeri yang jauh, guna menghindari muslihat musuh Allah, Abu Jahal, serta kebuasan dan kekejaman orang-orang Quraisy lainnya.
Seperti yang terjadi pada orang-orang yang berhijrah ke Habasyah lainnya, baik hijrah pertama maupun kedua, tekad dan kemauan Utsman untuk berpegang teguh pada Islam kian bertambah besar. Memang benar bahwa hijrah ke Habasyah sebanyak dua kali itu telah membentuk sebuah fenomena yang unik dan gemilang dalam urusan umat Islam. Orang-orang yang beriman dan mengakui kebenaran Rasulullah serta mengikuti cahaya Ilahi yang diturunkan kepada beliau benar-benar merasa muak terhadap pemujaan berhala dengan segala kesesatan dan kebodohannya. Dalam diri mereka semua telah tertanam fitrah yang benar yang tidak bersedia lagi menyembah patung-patung yang dipahat dari batu atau dibentuk dari tanah liat.
Ketika mereka berada di Habasyah, mereka menghadapi agama yang teratur dan tersebar luas, lengkap dengan gereja-gereja dan pendeta-pendetanya. Agama itu jauh dari agama berhala yang telah mereka kenal di negeri mereka, begitu juga cara penyembahan patung-patung dengan bentuknya yang tidak asing lagi serta dengan upacara-upacara ibadat yang biasa mereka saksikan di kampung halaman mereka. Orang-orang gereja di negeri Habasyah itu tentu saja telah berupaya sekuat daya untuk menarik orang-orang yang berhijrah tersebut ke dalam agama mereka, dan meyakinkan kebenaran agama Masehi. Namun, semua yang kita sebutkan tersebut justru mendorong para sahabat yang berhijrah tersebut semakin teguh dan tidak beranjak dari kecintaan mereka yang mendalam terhadap Islam dan Muhammad, Rasulullah.
Dengan hati rindu dan gelisah mereka menunggu suatu saat yang telah dekat, untuk dapat pulang ke kampung halaman tercinta, untuk beribadat kepada Allah Yang Maha Esa dan berdiri di belakang Nabi yang agung, baik dalam masjid kala damai maupun di medan tempur saat mempertahankan diri dari ancaman kaum musyrikin.
Demikianlah, para sahabat tinggal di Habasyah dalam keadaan aman dan tenteram, termasuk di antaranya Utsman bin Mazh'un yang dalam perantauannya itu tidak dapat melupakan rencana-rencana jahat saudara sepupunya, Umayah bin Khalaf dan pedihnya siksa yang ditimpakan atas dirinya. Karena itu, ia menghibur dirinya dengan menggubah syair yang berisikan sindiran dan peringatan terhadap saudaranya itu, Ia berkata:
"Kamu melengkapi panah dengan bulu-bulunya
Kamu meruncingkannya setajam-tajamnya
Kamu memerangi orang-orang yang suci lagi mulia
Kamu mencelakakan orang-orang yang berwibawa
Ingatlah suatu saat bahaya datang menimpa
Perbuatanmu akan mendapat balasan dari rakyat jelata
Ketika orang-orang muhajirin di tempat mereka hijrah itu beribadah kepada Allah dengan tekun serta mempelajari ayat-ayat Al Qur'an yang ada pada mereka, dengan semangat yang selalu menggelora meskipun berada di negeri orang, tiba-tiba mereka mendengar berita bahwa orang-orang Quraisy telah menganut Islam, dan mengikuti Rasulullah, bersujud kepada Allah.
Berita tersebut membangkitkan semangat mereka untuk mengemasi barang-barang dan bergegas berangkat ke Mekkah, bersama kerinduan dan kecintaan kepada kampung halaman. Namun, ketika mereka sampai di dekat tempat tujuan, ternyata berita tentang masuk Islamnya orang-orang Quraisy itu hanyalah dusta belaka. Mereka merasa sangat kecewa karena telah berlaku ceroboh dan tergesa-gesa. Tetapi, apakah mungkin mereka akan kembali, sedangkan Mekkah telah berada di hadapan mereka?
Di pihak lain, orang-orang musyrik di kota Mekkah telah mendengar kedatangan buronan yang telah lama mereka kejar-kejar dan mereka telah memasang jebakan untuk menangkapnya. Kini mereka telah masuk ke dalam jebakan Quraisy dan nasib telah membawa mereka ke tempat ini.
Pada waktu itu, suaka atau jaminan keamanan merupakan salah satu tradisi Arab yang dijunjung tinggi dan dihormati. Sekiranya ada seorang yang lemah yang beruntung masuk dalam perlindungan salah seorang pemuka Quraisy, berarti ia berada dalam suatu pertahanan yang kokoh, hingga darahnya tidak boleh ditumpahkan dan keamanan dirinya tidak perlu dikhawatirkan. Namun, orang-orang yang mencari perlindungan itu tidaklah sama kemampuan mereka untuk mendapatkannya.
Itulah sebabnya hanya sebagian kecil saja yang berhasil, termasuk di antaranya Utsman bin Mazh'un yang berada dalam perlindungan Al Walid bin Al Mughirah. Ia masuk ke Mekkah dalam keadaan aman dan tenteram, dan menyeberangi jalan serta gang gangnya, menghadiri tempat-tempat pertemuan tanpa khawatir akan kezaliman dan bahaya.
Ibnu Mazh'un, laki laki yang ditempa Al Qur'an dan dididik oleh Muhammad ini, memperhatikan keadaan sekelilingnya. la melihat saudara-saudara sesama Muslimin yang berasal dari kalangan fakir miskin dan orang-orang yang tidak berdaya tidak bisa memperoleh perlindungan karena tidak ada orang yang sedia melindungi mereka. Ia melihat mereka dihadang oleh bahaya dari segala jurusan, dikejar kezaliman dari setiap jalan. Sementara itu, ia sendiri aman tenteram, terhindar dari gangguan bangsanya. Ruhnya yang biasa bebas itu berontak dan perasaannya mulai bergejolak. Ia menyesal atas tindakan yang telah diambilnya.
Utsman keluar dari rumahnya dengan niat yang bulat dan tekad yang pasti hendak menanggalkan perlindungan dari Al Walid. Selama itu perlindungan tersebut memang membuatnya aman derita di jalan Allah yang sebenarnya terasa nikmat. Ia seperti kehilangan rasa senasib sepenanggungan bersama saudaranya kaum muslimin yang merupakan tunas-tunas dunia dalam keimanan dan generasi alam baru yang esok pagi akan terpancar cahaya ke seluruh penjuru, cahaya keimanan, dan ketauhidan.
Baiklah, mari kita dengar cerita dari saksi mata yang melukiskan bagi kita peristiwa yang telah terjadi, yang menuturkan, "Ketika Utsman bin Mazh'un menyaksikan penderitaan yang dialami oleh para sahabat Rasulullah, sedangkan ia sendiri bebas ke mana saja dengan aman dan tenteram berkat perlindungan Al-Walid bin Al Mughirah, ia pun berkata, 'Demi Allah, sungguh ini adalah kerugian besar bagiku karena aku bisa bebas ke mana pun dalam keadaan aman disebabkan perlindungan seorang tokoh golongan musyrik, sedangkan rekan-rekan seagama menderita azab dan siksa yang tidak kualami.'
Lalu ia pergi mendapatkan Al Walid bin Al-Mughlrah dan berkata, 'Wahai Abu Abdi Syams, cukuplah sudah perlindunganmu dan sekarang ini aku melepaskan diri dari perlindunganmu itu.’ Walid bertanya. Mengapa wahai keponakanku? Apakah ada salah seorang anak buahku yang mengganggumu?’
Utsman menjawab, 'Tidak, hanya saja saya ingin berlindung kepada Allah, dan tidak suka lagi kepada selain diri Nya. Karenanya, pergilah ke masjid serta umumkanlah maksudku ini secara terbuka, seperti engkau dahulu mengumumkan perlindungan terhadap diriku!'
Mereka berdua akhirnya pergi ke masjid, lalu Al-Walid berkata, ‘Utsman ini datang untuk mengembalikan kepadaku jaminan perlindungan terhadap dirinya.'
Utsman menyahut, 'Betul, seperti yang dikatakan itu. Ia memang seorang yang memegang teguh janjinya. Hanya saja aku berkehendak agar tidak lagi mencari perlindungan kecuali kepada Allah Ta'ala.'
Setelah itu Utsman pun bergegas pergi, sedangkan di salah satu gedung pertemuan kaum Quraisy, Lubaid bin Rabi'ah menggubah sebuah syair dan melagukannya di hadapan mereka, hingga membuat Utsman tertarik karenanya dan ikut duduk bersama mereka.
Lubaid berkata, 'Ingatlah bahwa apa pun yang terdapat di bawah kolong langit ini selain daripada Allah adalah batil.’
'Benar ucapan Anda itu.' kata Utsman menanggapinya. Lubaid berkata lagi. 'Semua kesenangan, pasti lenyap dan sirna.' 'Itu dusta, karena kesenangan surga tidak akan lenyap.' sahut Utsman.
Lubaid berkata, 'Wahai orang-orang Quraisy! Demi Allah, tidak pernah aku sebagai teman duduk kalian disakiti orang selama ini. Bagaimana sikap kalian kalau ini terjadi?'
Salah seorang di antara mereka berkata. 'Si dungu ini telah meninggalkan agama kita. Jadi, tidak usah digubris apa ucapannya?'
Utsman membalas ucapannya itu hingga di antara mereka terjadi pertengkaran. Orang tersebut tiba-tiba bangkit mendekati Utsman lalu memukulnya hingga tepat mengenai matanya, sedangkan Al Walid bin Al Mughirah masih berada di dekat itu dan menyaksikan apa yang terjadi.
Ia berkata kepada Utsman, “Wahai keponakanku, jika matamu kebal terhadap bahaya yang menimpa, itu berarti benteng perlindunganmu sangat tangguh."
Utsman menjawab, “Tidak, bahkan mataku yang sehat ini juga sangat membutuhkan pukulan yang telah dialami saudaranya di jalan Allah. Sungguh, wahai Abu Abdi Syams, saya berada dalam perlindungan Allah yang lebih kuat dan lebih mampu daripada dirimu."
Walid berkata, "Ayolah Utsman, jika kamu berkenan, kembalilah masuk ke dalam perlindunganku."
"Terima kasih!” jawab Ibnu Mazh'un menolak tawaran itu.
Ibnu Mazh'un meninggalkan tempat itu, tempat terjadinya peristiwa tersebut dengan mata yang pedih dan kesakitan, tetapi jiwanya yang besar memancarkan keteguhan hati dan kesejahteraan serta penuh harapan. Di tengah jalan menuju rumahnya dengan gembira ia mendendangkan syair:
Andaikata dalam mencapai ridha Ilahi
Mataku ditinju tanganjahil orang mulhid
Maka Dzat Yang Maha Pengasih telah menyediakan Imbalannya
Karena, siapa yang diridhai-Nya pasti berbahagia
Wahai umat, walau menurut katamu aku ini sesat
Aku akan tetap dalam agama Rasul, Muhammad
Tujuanku tiada lain hanyalah Allah dan agama yang benar
Walaupun lawan berbuat aniaya dan semena mena
Seperti itulah cara Utsman bln Mazh'un memberikan contoh dan teladan utama yang memang layak dan sewajarnya. Demikian pula lembaran kehidupan ini menyaksikan suatu pribadi utama yang telah menyemarakkan wujud ini dengan harum semerbak disebabkan pendiriannya yang luar biasa dan kata-kata bersayapnya yang abadi dan mempesona, “Demi Allah, sebelah mataku yang sehat ini sangat merindukan pukulan yang telah dialami saudaranya di jalan Allah dan saat ini aku berada dalam perlindungan Allah yang lebih kuat dan lebih mampu daripada dirimu."
Setelah Utsman mengembalikan perlindungan kepada Al-Walid, ia pun mendapatkan siksaan dari orang-orang Quraisy. Tetapi, dengan itu ia tidak merana, sebaliknya bahagia. Siksaan itu tidak ubahnya bagai api yang menyebabkan keimanannya menjadi matang dan bertambah murni. Ia maju ke depan bersama saudara-saudara yang beriman, tidak gentar oleh ancaman, dan tidak mundur oleh bahaya.
Utsman berhijrah ke Madinah hingga tidak diusik lagi oleh Abu Lahab, Umayah, Utbah, atau oleh tokoh-tokoh Quraisy lainnya yang sejak lama telah menyebabkan mereka tidak dapat menidurkan mata di malam hari, dan bergerak bebas di siang hari. la berangkat ke Madinah bersama rombongan para sahabat utama yang dengan keteguhan dan ketabahan hati mereka telah lulus dalam ujian yang telah mencapai puncak kesulitan dan kesukarannya. Dari pintu gerbang yang luas dari kota itu nanti mereka akan melanjutkan pengembaraan ke seluruh pelosok bumi, membawa dan mengibarkan panji-panji Ilahi, serta menyampaikan berita gembira dengan kalimat-kalimat dan ayat-ayat petunjuk-Nya.
Di kota hijrah Al Madinah Al-Munawwarah itu, kepribadian Utsman bin Mazh'un yang tidak ubah bagai batu permata yang telah diasah itu terlihat jelas, dan kebesaran jiwanya yang istimewa tampak nyata. Ia adalah seorang ahli ibadah, seorang zahid, yang mengkhususkan diri dalam beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Ia adalah orang suci dan mulia lagi bijaksana, yang tidak mengurung diri untuk tidak menjauhi kehidupan duniawi, tetapi orang suci luar biasa yang mengisi kehidupannya dengan amal dan jihad di jalan Allah. Ia adalah seorang rahib pada larut malam, dan prajurit berkuda pada waktu siang, bahkan ia adalah seorang rahib, baik pada waktu siang maupun malam, sekaligus seorang prajurit berkuda yang berjuang siang dan malam.
Bisa dikatakan bahwa para sahabat Rasulullah pada masa itu semuanya berjiwa zuhud dan gemar beribadah, tetapi Ibnu Mazh'un memiliki ciri-ciri khas. Dalam zuhud dan ibadahnya ia sangat tekun dan mampu mencapai puncak tertinggi, hingga corak kehidupannya, baik siang maupun malam dialihkannya menjadi shalat yang terus menerus dan tasbih yang tiada henti-hentinya. Setelah merasakan manisnya keasyikan beribadah itu, ia hendak memutuskan hubungan dengan segala kesenangan dan kemewahan dunia. Ia tidak ingin memakai pakaian kecuali yang kasar, dan tidak mau makan makanan selain yang sangat bersahaja.
Suatu hari ia masuk masjid, dengan pakaian usang yang telah sobek-sobek yang ditambalnya dengankulit kepala unta saat Rasulullah g sedang duduk-duduk bersama para sahabatnya. Hati Rasulullah pun bagaikan disayat melihat itu, dan air mata para sahabat mengalir. Rasulullah bertanya kepada mereka, "Bagaimana pendapat kalian, bila kalian memiliki satu pakaian untuk siang hari dan satu pakaian untuk malam hari, disediakan satu piring hidangan makanan untuk menggantikan piring lain yang telah disingkirkan, serta kalian dapat menutupi rumah-rumah kediaman kalian sebagaimana ditutupnya Ka'bah?”
Mereka menjawab, “Kami ingin hal itu menjadi kenyataan, wahai Rasulullah, sehingga kita dapat mengalami hidup makmur dan bahagia."
Rasul bersabda, "Sesungguhnya hal itu telah terjadi. Keadaan kalian sekarang ini lebih baik daripada keadaan kalian waktu lalu."
Ibnu Mazh'un yang turut mendengar percakapan itu bertambah tekun menjalani kehidupan yang sederhana dan menghindari sejauh jauhnya kesenangan dunia. Bahkan, menahan diri dan tidak ingin menggauli istrinya seandainya hal itu tidak diketahui oleh Rasulullah yang segera memanggil dan menyampaikan kepadanya, 'Sesungguhnya keluargamu itu mempunyai hak atas dirimu.'
Ibnu Mazh'un sangat disayangi oleh Rasulullah. Rasulullah berada di sisinya ketika ruhnya yang suci bersiap-siap untuk berangkat menghadap Allah, untuk menjadi orang muhajirin pertama yang wafat di Madinah, sekaligus orang pertama yang merintis jalan menuju surga pada masa beliau.
Rasulullah membungkuk menciumi kening Ibnu Mazh'un serta membasahi kedua pipinya dengan air yang berderai dari kedua mata beliau yang diliputi kasih sayang dan duka cita hingga saat kematiannya. Wajah Utsman tampak bersinar ceria. Rasulullah bersabda melepas sahabatnya yang tercinta itu, "Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu, wahai Abu Saib. Engkau pergi meninggalkan dunia, tidak satu keuntungan pun yang kamu peroleh darinya, serta tidak satu kerugian pun yang dideritanya olehmu."
Sepeninggal sahabat ini, Rasulullah yang sangat penyayang itu tidak pernah melupakannya. Beliau selalu mengingat dan memujinya. Bahkan, untuk melepas putri beliau Ruqayyah, yakni ketika nyawanya hendak meninggalkan jasadnya, beliau mengungkapkan, "Pergilah menyusul pendahulu kita yang pilihan, Utsman bin Mazh'un.” []
Seandainya Anda hendak menyusun daftar nama sahabat Rasulullah menurut urutan masa masuknya ke dalam agama Islam, maka pada urutan keempat belas ditempati oleh Utsman bin Mazh'un. Anda perlu tahu bahwa Utsman bln Mazh'un ini merupakan muhajir pertama yang wafat di Madinah, sekaligus sebagai orang Islam pertama yang dimakamkan di Baqi'.
Hal penting terakhir yang harus Anda ketahui bahwa sahabat mulia yang sedang Anda telaah riwayat hidupnya sekarang ini Ialah "seorang suci" yang agung, tetapi bukan dari kalangan yang suka mengisolasi diri, dan sebaliknya merupakan orang suci yang terjun di arena kehidupan. Kesuciannya itu berupa amal yang tidak henti-hentinya dalam menempuh jalan kebenaran, serta ketekunannya yang pantang menyerah dalam mencapai kemaslahatan dan kebaikan.
Ketika agama Islam cahayanya mulai menyinar dari hati Rasulullah dan kalimat-kalimat yang disampaikannya di beberapa majelis, baik secara diam-diam maupun terang-terangan, Utsman bin Mazh'un adalah salah seorang dari beberapa gelintir manusia yang segera menerima panggilan Ilahi dan bergabung ke dalam kelompok pengikut Rasulullah. Ia pun ditempa oleh berbagai derita dan siksa, sebagaimana dialami oleh orang beriman lainnya dari kalangan orang-orang yang berhati tabah dan sabar.
Ketika Rasulullah mengutamakan keselamatan orang-orang beriman dari kalangan bawah dan teraniaya ini, dengan jalan menyuruh mereka berhijrah ke Habasyah, sedangkan beliau siap menghadapi bahaya seorang diri, Utsman bin Mazh'un terpilih sebagai pemimpin rombongan hijrah pertama ini. Dengan membawa putranya yang bernama Saib, ia menatap ke depan dan melangkahkan kaki ke suatu negeri yang jauh, guna menghindari muslihat musuh Allah, Abu Jahal, serta kebuasan dan kekejaman orang-orang Quraisy lainnya.
Seperti yang terjadi pada orang-orang yang berhijrah ke Habasyah lainnya, baik hijrah pertama maupun kedua, tekad dan kemauan Utsman untuk berpegang teguh pada Islam kian bertambah besar. Memang benar bahwa hijrah ke Habasyah sebanyak dua kali itu telah membentuk sebuah fenomena yang unik dan gemilang dalam urusan umat Islam. Orang-orang yang beriman dan mengakui kebenaran Rasulullah serta mengikuti cahaya Ilahi yang diturunkan kepada beliau benar-benar merasa muak terhadap pemujaan berhala dengan segala kesesatan dan kebodohannya. Dalam diri mereka semua telah tertanam fitrah yang benar yang tidak bersedia lagi menyembah patung-patung yang dipahat dari batu atau dibentuk dari tanah liat.
Ketika mereka berada di Habasyah, mereka menghadapi agama yang teratur dan tersebar luas, lengkap dengan gereja-gereja dan pendeta-pendetanya. Agama itu jauh dari agama berhala yang telah mereka kenal di negeri mereka, begitu juga cara penyembahan patung-patung dengan bentuknya yang tidak asing lagi serta dengan upacara-upacara ibadat yang biasa mereka saksikan di kampung halaman mereka. Orang-orang gereja di negeri Habasyah itu tentu saja telah berupaya sekuat daya untuk menarik orang-orang yang berhijrah tersebut ke dalam agama mereka, dan meyakinkan kebenaran agama Masehi. Namun, semua yang kita sebutkan tersebut justru mendorong para sahabat yang berhijrah tersebut semakin teguh dan tidak beranjak dari kecintaan mereka yang mendalam terhadap Islam dan Muhammad, Rasulullah.
Dengan hati rindu dan gelisah mereka menunggu suatu saat yang telah dekat, untuk dapat pulang ke kampung halaman tercinta, untuk beribadat kepada Allah Yang Maha Esa dan berdiri di belakang Nabi yang agung, baik dalam masjid kala damai maupun di medan tempur saat mempertahankan diri dari ancaman kaum musyrikin.
Demikianlah, para sahabat tinggal di Habasyah dalam keadaan aman dan tenteram, termasuk di antaranya Utsman bin Mazh'un yang dalam perantauannya itu tidak dapat melupakan rencana-rencana jahat saudara sepupunya, Umayah bin Khalaf dan pedihnya siksa yang ditimpakan atas dirinya. Karena itu, ia menghibur dirinya dengan menggubah syair yang berisikan sindiran dan peringatan terhadap saudaranya itu, Ia berkata:
"Kamu melengkapi panah dengan bulu-bulunya
Kamu meruncingkannya setajam-tajamnya
Kamu memerangi orang-orang yang suci lagi mulia
Kamu mencelakakan orang-orang yang berwibawa
Ingatlah suatu saat bahaya datang menimpa
Perbuatanmu akan mendapat balasan dari rakyat jelata
Ketika orang-orang muhajirin di tempat mereka hijrah itu beribadah kepada Allah dengan tekun serta mempelajari ayat-ayat Al Qur'an yang ada pada mereka, dengan semangat yang selalu menggelora meskipun berada di negeri orang, tiba-tiba mereka mendengar berita bahwa orang-orang Quraisy telah menganut Islam, dan mengikuti Rasulullah, bersujud kepada Allah.
Berita tersebut membangkitkan semangat mereka untuk mengemasi barang-barang dan bergegas berangkat ke Mekkah, bersama kerinduan dan kecintaan kepada kampung halaman. Namun, ketika mereka sampai di dekat tempat tujuan, ternyata berita tentang masuk Islamnya orang-orang Quraisy itu hanyalah dusta belaka. Mereka merasa sangat kecewa karena telah berlaku ceroboh dan tergesa-gesa. Tetapi, apakah mungkin mereka akan kembali, sedangkan Mekkah telah berada di hadapan mereka?
Di pihak lain, orang-orang musyrik di kota Mekkah telah mendengar kedatangan buronan yang telah lama mereka kejar-kejar dan mereka telah memasang jebakan untuk menangkapnya. Kini mereka telah masuk ke dalam jebakan Quraisy dan nasib telah membawa mereka ke tempat ini.
Pada waktu itu, suaka atau jaminan keamanan merupakan salah satu tradisi Arab yang dijunjung tinggi dan dihormati. Sekiranya ada seorang yang lemah yang beruntung masuk dalam perlindungan salah seorang pemuka Quraisy, berarti ia berada dalam suatu pertahanan yang kokoh, hingga darahnya tidak boleh ditumpahkan dan keamanan dirinya tidak perlu dikhawatirkan. Namun, orang-orang yang mencari perlindungan itu tidaklah sama kemampuan mereka untuk mendapatkannya.
Itulah sebabnya hanya sebagian kecil saja yang berhasil, termasuk di antaranya Utsman bin Mazh'un yang berada dalam perlindungan Al Walid bin Al Mughirah. Ia masuk ke Mekkah dalam keadaan aman dan tenteram, dan menyeberangi jalan serta gang gangnya, menghadiri tempat-tempat pertemuan tanpa khawatir akan kezaliman dan bahaya.
Ibnu Mazh'un, laki laki yang ditempa Al Qur'an dan dididik oleh Muhammad ini, memperhatikan keadaan sekelilingnya. la melihat saudara-saudara sesama Muslimin yang berasal dari kalangan fakir miskin dan orang-orang yang tidak berdaya tidak bisa memperoleh perlindungan karena tidak ada orang yang sedia melindungi mereka. Ia melihat mereka dihadang oleh bahaya dari segala jurusan, dikejar kezaliman dari setiap jalan. Sementara itu, ia sendiri aman tenteram, terhindar dari gangguan bangsanya. Ruhnya yang biasa bebas itu berontak dan perasaannya mulai bergejolak. Ia menyesal atas tindakan yang telah diambilnya.
Utsman keluar dari rumahnya dengan niat yang bulat dan tekad yang pasti hendak menanggalkan perlindungan dari Al Walid. Selama itu perlindungan tersebut memang membuatnya aman derita di jalan Allah yang sebenarnya terasa nikmat. Ia seperti kehilangan rasa senasib sepenanggungan bersama saudaranya kaum muslimin yang merupakan tunas-tunas dunia dalam keimanan dan generasi alam baru yang esok pagi akan terpancar cahaya ke seluruh penjuru, cahaya keimanan, dan ketauhidan.
Baiklah, mari kita dengar cerita dari saksi mata yang melukiskan bagi kita peristiwa yang telah terjadi, yang menuturkan, "Ketika Utsman bin Mazh'un menyaksikan penderitaan yang dialami oleh para sahabat Rasulullah, sedangkan ia sendiri bebas ke mana saja dengan aman dan tenteram berkat perlindungan Al-Walid bin Al Mughirah, ia pun berkata, 'Demi Allah, sungguh ini adalah kerugian besar bagiku karena aku bisa bebas ke mana pun dalam keadaan aman disebabkan perlindungan seorang tokoh golongan musyrik, sedangkan rekan-rekan seagama menderita azab dan siksa yang tidak kualami.'
Lalu ia pergi mendapatkan Al Walid bin Al-Mughlrah dan berkata, 'Wahai Abu Abdi Syams, cukuplah sudah perlindunganmu dan sekarang ini aku melepaskan diri dari perlindunganmu itu.’ Walid bertanya. Mengapa wahai keponakanku? Apakah ada salah seorang anak buahku yang mengganggumu?’
Utsman menjawab, 'Tidak, hanya saja saya ingin berlindung kepada Allah, dan tidak suka lagi kepada selain diri Nya. Karenanya, pergilah ke masjid serta umumkanlah maksudku ini secara terbuka, seperti engkau dahulu mengumumkan perlindungan terhadap diriku!'
Mereka berdua akhirnya pergi ke masjid, lalu Al-Walid berkata, ‘Utsman ini datang untuk mengembalikan kepadaku jaminan perlindungan terhadap dirinya.'
Utsman menyahut, 'Betul, seperti yang dikatakan itu. Ia memang seorang yang memegang teguh janjinya. Hanya saja aku berkehendak agar tidak lagi mencari perlindungan kecuali kepada Allah Ta'ala.'
Setelah itu Utsman pun bergegas pergi, sedangkan di salah satu gedung pertemuan kaum Quraisy, Lubaid bin Rabi'ah menggubah sebuah syair dan melagukannya di hadapan mereka, hingga membuat Utsman tertarik karenanya dan ikut duduk bersama mereka.
Lubaid berkata, 'Ingatlah bahwa apa pun yang terdapat di bawah kolong langit ini selain daripada Allah adalah batil.’
'Benar ucapan Anda itu.' kata Utsman menanggapinya. Lubaid berkata lagi. 'Semua kesenangan, pasti lenyap dan sirna.' 'Itu dusta, karena kesenangan surga tidak akan lenyap.' sahut Utsman.
Lubaid berkata, 'Wahai orang-orang Quraisy! Demi Allah, tidak pernah aku sebagai teman duduk kalian disakiti orang selama ini. Bagaimana sikap kalian kalau ini terjadi?'
Salah seorang di antara mereka berkata. 'Si dungu ini telah meninggalkan agama kita. Jadi, tidak usah digubris apa ucapannya?'
Utsman membalas ucapannya itu hingga di antara mereka terjadi pertengkaran. Orang tersebut tiba-tiba bangkit mendekati Utsman lalu memukulnya hingga tepat mengenai matanya, sedangkan Al Walid bin Al Mughirah masih berada di dekat itu dan menyaksikan apa yang terjadi.
Ia berkata kepada Utsman, “Wahai keponakanku, jika matamu kebal terhadap bahaya yang menimpa, itu berarti benteng perlindunganmu sangat tangguh."
Utsman menjawab, “Tidak, bahkan mataku yang sehat ini juga sangat membutuhkan pukulan yang telah dialami saudaranya di jalan Allah. Sungguh, wahai Abu Abdi Syams, saya berada dalam perlindungan Allah yang lebih kuat dan lebih mampu daripada dirimu."
Walid berkata, "Ayolah Utsman, jika kamu berkenan, kembalilah masuk ke dalam perlindunganku."
"Terima kasih!” jawab Ibnu Mazh'un menolak tawaran itu.
Ibnu Mazh'un meninggalkan tempat itu, tempat terjadinya peristiwa tersebut dengan mata yang pedih dan kesakitan, tetapi jiwanya yang besar memancarkan keteguhan hati dan kesejahteraan serta penuh harapan. Di tengah jalan menuju rumahnya dengan gembira ia mendendangkan syair:
Andaikata dalam mencapai ridha Ilahi
Mataku ditinju tanganjahil orang mulhid
Maka Dzat Yang Maha Pengasih telah menyediakan Imbalannya
Karena, siapa yang diridhai-Nya pasti berbahagia
Wahai umat, walau menurut katamu aku ini sesat
Aku akan tetap dalam agama Rasul, Muhammad
Tujuanku tiada lain hanyalah Allah dan agama yang benar
Walaupun lawan berbuat aniaya dan semena mena
Seperti itulah cara Utsman bln Mazh'un memberikan contoh dan teladan utama yang memang layak dan sewajarnya. Demikian pula lembaran kehidupan ini menyaksikan suatu pribadi utama yang telah menyemarakkan wujud ini dengan harum semerbak disebabkan pendiriannya yang luar biasa dan kata-kata bersayapnya yang abadi dan mempesona, “Demi Allah, sebelah mataku yang sehat ini sangat merindukan pukulan yang telah dialami saudaranya di jalan Allah dan saat ini aku berada dalam perlindungan Allah yang lebih kuat dan lebih mampu daripada dirimu."
Setelah Utsman mengembalikan perlindungan kepada Al-Walid, ia pun mendapatkan siksaan dari orang-orang Quraisy. Tetapi, dengan itu ia tidak merana, sebaliknya bahagia. Siksaan itu tidak ubahnya bagai api yang menyebabkan keimanannya menjadi matang dan bertambah murni. Ia maju ke depan bersama saudara-saudara yang beriman, tidak gentar oleh ancaman, dan tidak mundur oleh bahaya.
Utsman berhijrah ke Madinah hingga tidak diusik lagi oleh Abu Lahab, Umayah, Utbah, atau oleh tokoh-tokoh Quraisy lainnya yang sejak lama telah menyebabkan mereka tidak dapat menidurkan mata di malam hari, dan bergerak bebas di siang hari. la berangkat ke Madinah bersama rombongan para sahabat utama yang dengan keteguhan dan ketabahan hati mereka telah lulus dalam ujian yang telah mencapai puncak kesulitan dan kesukarannya. Dari pintu gerbang yang luas dari kota itu nanti mereka akan melanjutkan pengembaraan ke seluruh pelosok bumi, membawa dan mengibarkan panji-panji Ilahi, serta menyampaikan berita gembira dengan kalimat-kalimat dan ayat-ayat petunjuk-Nya.
Di kota hijrah Al Madinah Al-Munawwarah itu, kepribadian Utsman bin Mazh'un yang tidak ubah bagai batu permata yang telah diasah itu terlihat jelas, dan kebesaran jiwanya yang istimewa tampak nyata. Ia adalah seorang ahli ibadah, seorang zahid, yang mengkhususkan diri dalam beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Ia adalah orang suci dan mulia lagi bijaksana, yang tidak mengurung diri untuk tidak menjauhi kehidupan duniawi, tetapi orang suci luar biasa yang mengisi kehidupannya dengan amal dan jihad di jalan Allah. Ia adalah seorang rahib pada larut malam, dan prajurit berkuda pada waktu siang, bahkan ia adalah seorang rahib, baik pada waktu siang maupun malam, sekaligus seorang prajurit berkuda yang berjuang siang dan malam.
Bisa dikatakan bahwa para sahabat Rasulullah pada masa itu semuanya berjiwa zuhud dan gemar beribadah, tetapi Ibnu Mazh'un memiliki ciri-ciri khas. Dalam zuhud dan ibadahnya ia sangat tekun dan mampu mencapai puncak tertinggi, hingga corak kehidupannya, baik siang maupun malam dialihkannya menjadi shalat yang terus menerus dan tasbih yang tiada henti-hentinya. Setelah merasakan manisnya keasyikan beribadah itu, ia hendak memutuskan hubungan dengan segala kesenangan dan kemewahan dunia. Ia tidak ingin memakai pakaian kecuali yang kasar, dan tidak mau makan makanan selain yang sangat bersahaja.
Suatu hari ia masuk masjid, dengan pakaian usang yang telah sobek-sobek yang ditambalnya dengankulit kepala unta saat Rasulullah g sedang duduk-duduk bersama para sahabatnya. Hati Rasulullah pun bagaikan disayat melihat itu, dan air mata para sahabat mengalir. Rasulullah bertanya kepada mereka, "Bagaimana pendapat kalian, bila kalian memiliki satu pakaian untuk siang hari dan satu pakaian untuk malam hari, disediakan satu piring hidangan makanan untuk menggantikan piring lain yang telah disingkirkan, serta kalian dapat menutupi rumah-rumah kediaman kalian sebagaimana ditutupnya Ka'bah?”
Mereka menjawab, “Kami ingin hal itu menjadi kenyataan, wahai Rasulullah, sehingga kita dapat mengalami hidup makmur dan bahagia."
Rasul bersabda, "Sesungguhnya hal itu telah terjadi. Keadaan kalian sekarang ini lebih baik daripada keadaan kalian waktu lalu."
Ibnu Mazh'un yang turut mendengar percakapan itu bertambah tekun menjalani kehidupan yang sederhana dan menghindari sejauh jauhnya kesenangan dunia. Bahkan, menahan diri dan tidak ingin menggauli istrinya seandainya hal itu tidak diketahui oleh Rasulullah yang segera memanggil dan menyampaikan kepadanya, 'Sesungguhnya keluargamu itu mempunyai hak atas dirimu.'
Ibnu Mazh'un sangat disayangi oleh Rasulullah. Rasulullah berada di sisinya ketika ruhnya yang suci bersiap-siap untuk berangkat menghadap Allah, untuk menjadi orang muhajirin pertama yang wafat di Madinah, sekaligus orang pertama yang merintis jalan menuju surga pada masa beliau.
Rasulullah membungkuk menciumi kening Ibnu Mazh'un serta membasahi kedua pipinya dengan air yang berderai dari kedua mata beliau yang diliputi kasih sayang dan duka cita hingga saat kematiannya. Wajah Utsman tampak bersinar ceria. Rasulullah bersabda melepas sahabatnya yang tercinta itu, "Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu, wahai Abu Saib. Engkau pergi meninggalkan dunia, tidak satu keuntungan pun yang kamu peroleh darinya, serta tidak satu kerugian pun yang dideritanya olehmu."
Sepeninggal sahabat ini, Rasulullah yang sangat penyayang itu tidak pernah melupakannya. Beliau selalu mengingat dan memujinya. Bahkan, untuk melepas putri beliau Ruqayyah, yakni ketika nyawanya hendak meninggalkan jasadnya, beliau mengungkapkan, "Pergilah menyusul pendahulu kita yang pilihan, Utsman bin Mazh'un.” []
No comments:
Post a Comment