Terima kasih Semoga bermanfaat Dan menjadi ladang pahala
“Hari ini adalah bagian dari hari-hari Allah." Alangkah hebatnya kata-kata itu sejak awal mendengarnya. “Tak pantas kita di sini, berbangga-bangga dan durhaka." Kalimat ini lebih menakjubkan dan menunjukkan kewara'an yang sempurna.
Panglima perang yang agung, cerdas, dan penuh vitalitas itu tidak kurang dari sifat itsar (mendahulukan orang lain). Sekalipun Khalifah telah mengangkatnya untuk mengepalai seluruh pasukan tentara dengan membawahi para panglima, karena ia tidak ingin menjadi pembantu setan atas pribadi-pribadi sahabatnya, ia pun sedia turun dari pucuk jabatan yang telah dipercayakan Khalifah secara mutlak. la menjadikan kepemimpinan itu bergiliran. Hari ini seorang amir, besok amir yang kedua, dan lusa amir yang lain pula, dan begitulah seterusnya.
Jumlah tentara Romawi yang besar dan amunisi mereka yang lengkap merupakan suatu yang sangat mengecutkan. Pemimpin-pemimpin mereka yakin bahwa waktu berada di pihak kaum muslimin, dan bahwa berlarut-larutnya peperangan dan banyaknya medan tempur akan membantu kemenangan yang mantap bagi kaum muslimin. Karena itu, mereka memutuskan untuk menghimpun seluruh kekuatan mereka pada suatu medan tempur saja, dengan mempersiapkan satu lapangan jebakan bagi orang-orang Arab.
Tidak diragukan lagi bahwa orang-orang Islam pun sebelum kedatangan Khalid bin Al Walid merasa gentar dan cemas, menyebabkan rasa gelisah dan keluh kesah memenuhi jiwa mereka. Tetapi, iman mereka membuat enteng segala pengabdian dalam suasana gelap gulita seperti itu, dan tiba-tiba fajar harapan dan kemenangan meliputi mereka dengan cahayanya.
Bagaimanapun hebatnya orang-orang Romawi dan tentaranya, Abu Bakar telah berkata, "Khalid akan menyelesaikannya." Ia mengatakan itu karena benar-benar mengetahui keadaan orang-orangnya, dan ia menambahkan, “Demi Allah, segala kekhawatiran mereka akan kulenyapkan dengan Khalid. Biarkan orang-orang Romawi dengan segala kehebatannya itu datang. Bukankah ada 'penangkal' bersama kaum muslimin?"
Ibnul Walid mempersiapkan tentaranya dengan membagi menjadi beberapa kesatuan besar. Ia mengatur kembali langkah-langkah taktis dan strategis untuk menyerang dan bertahan untuk menandingi strategi Romawi, seperti yang telah dialaminya dari rekan-rekannya orang Persia di Iraq. Ia juga memetakan setiap kemungkinan dari peperangan ini.
Yang menakjubkan, peperangan itu berjalan tepat seperti yang dipetakan dan diharapkan oleh Khalid. Langkah demi langkah, gerakan demi gerakan sama persis, sehingga seandainya ia memperkirakan berapa banyaknya pukulan pedang di pertempuran itu, perhitungannya tidak akan keliru. Setiap manuver yang dinanti-nantikannya dari orang-orang Romawi, tenyata mereka melakukannya juga dan setiap taktik mundur yang diperkirakan akan terjadi, itu benar-benar mereka lakukan.
Sebelum terjun ke kancah peperangan, ada satu hal yang mengganggu pikirannya, yaitu kemungkinan sebagian anggota pasukannya melarikan diri, terutama mereka yang baru saja masuk Islam, sesudah mereka menyaksikan kehebatan dan keseraman tentara Romawi. Rahasia setiap kemenangan gemilang yang diperoleh Khalid dalam peperangan ialah tsabat dalam arti tetap tabah dan disiplin. Ia memandang bahwa larinya dua atau tiga orang prajurit dari kesatuan akan menyebarkan kepanikan dan kekacauan di seluruh kesatuan. Ini dapat berakibat fatal dan merupakan bencana yang mungkin tidak bisa ditimbulkan oleh seluruh kesatuan musuh. Oleh sebab itu, tindakannya sangat tegas dan keras sekali terhadap mereka yang membuang senjata dan berpaling melarikan diri.
Pada pertempuran ini sendiri, yaitu pertempuran Yarmuk, sesudah seluruh pasukannya mengambil posisinya, ia memanggil perempuan-perempuan muslimah dan untuk pertama kalinya ia mempersenjatai kaum wanita. Mereka diperintahkan untuk berada di belakang barisan pasukan Islam di setiap penjuru sambil berpesan kepada mereka, "Siapa yang melarikan diri, bunuhlah ia!" Sungguh, suatu akal bijak yang membuahkan hasil terbaik.
Ketika pertempuran hampir berlangsung, panglima Romawi meminta Khalid tampil ke depan, karena ia ingin berbicara dengannya. Khalid pun muncul dan keduanya berhadap-hadapan di atas punggung kuda masing-masing, yakni pada suatu lapangan kosong di antara kedua pasukan besar. Panglima pasukan Romawi yang bernama Mahan itu pun berkata, “Kami mengetahui bahwa yang mendorong kalian ke luar dari negeri kalian tidak lain hanyalah kelaparan dan kesulitan. Jika kalian setuju, saya akan memberikan 10 dinar lengkap dengan pakaian dan makanan kepada tiap-tiap kalian, asalkan kalian mau kembali ke negeri kalian. Di tahun yang akan datang, aku akan mengirimkan sebanyak itu pula."
Mendengar itu, bukan main marahnya Khalid. Tetapi, ia tahan kemarahannya sambil menggertakkan gigi. Ia menganggap kata-kata panglima Romawi itu merupakan bentuk kekurangajaran, lalu memutuskan untuk menjawabnya dengan kata-kata yang sesuai, sehingga ia berkata, “Yang mendorong kami keluar dari negeri kami, bukan karena lapar seperti yang Anda sebutkan tadi, melainkan kami adalah satu bangsa yang biasa minum darah. Kami tahu benar bahwa tidak ada darah yang lebih manis dan lebih baik daripada darah orang-orang Romawi, karena itulah kami datang."
Panglima Khalid menggertakkan tali kekang kudanya, sambil kembali ke pasukannya. Ia mengangkat bendera tinggi tinggi memberitahukan bahwa pertempuran segera dimulai. "Allahu Akbar.... berhembuslah angin surga!" Pasukannya pun maju menyerbu laksana peluru yang ditembakkan.
Pertempuran yang tiada tandingannya berlangsung mencapai puncaknya. Orang-orang Romawi datang menghadang dengan kesatuan-kesatuan pasukan besar yang menggunung. Tetapi, nyata dan jelas bagi orang-orang itu sesuatu yang tidak mereka duga-duga dari kaum muslimin. Pahlawan-pahlawan itu telah melukiskan gambar perjuangan yang mengagumkan dengan pengorbanan dan keteguhan hati.
Saat pertempuran berkecamuk, salah seorang dari mereka mendekati Abu Ubaidah bin Al Jarrah sembari berkata, "Aku sudah bertekad mati syahid, apakah engkau mempunyai pesan penting yang akan kusampaikan kepada Rasulullah, bila aku menemuinya nanti?" Abu Ubaidah menjawab, "Ada, katakan kepada beliau, “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami telah menemukan bahwa apa yang dijanjikan Allah kepada kami, memang benar!"
Lakl-laki itu pun langsung melesat maju menyerang bagai anak panah lepas dari busurnya. la menyerbu ke tengah-tengah pertempuran dahsyat, merindukan tempat peraduan dan pembaringannya. Ia menyerang dengan sebilah pedang, dan dilawan oleh seribu pedang, hingga menemui kesyahidan.
Itulah dia Ikrimah bin Abu Jahal. Dia memang anak Abu Jahal. Ketika tekanan orang Romawi semakin berat, ia berseru kepada kaum muslimin dengan suara lantang, "Sungguh, aku telah lama memerangi Rasulullah pada masa yang lalu sebelum Allah memberikan petunjuk kepadaku untuk masuk Islam. Apakah pantas aku lari dari musuh-musuh Allah hari ini."
Kemudian ia berteriak, “Siapakah yang bersedia dan berjanji untuk mati?" Sejumlah orang berjanji kepadanya untuk berjuang sampai mati, kemudian mereka menyerbu ke jantung pertempuran bersamaan. Bukan hanya mencari kemenangan, melainkan bila kemenangan itu harus ditebus dengan jiwa dan raga, mereka sudah siap untuk mati syahid.
Allah menerima pengorbanan dan baiat mereka. Mereka semuanya gugur syahid.
Ada pula orang yang luka-luka berat. Seseorang membawakan air kepada salah seorang yang terluka, namun ia memberi isyarat agar air itu diberikan kepada temannya yang berdekatan lebih dulu karena lukanya lebih berat. Ketika orang yang dimaksud ditawari air, ia mengisyaratkan pula agar diberikan kepada yang lain, dan ketika orang yang dituju didatangi, ia pun lebih mengutamakan orang lain, dan begitulah seterusnya. Itulah yang terjadi. Mereka rela menderita kehausan sewaktu ruh-ruh mereka melayang. Inilah contoh teladan yang paling indah tentang pengorbanan dan mendahulukan kepentingan orang lain.
Peperangan Yarmuk benar-benar tempat pengorbanan yang jarang ada tandingannya. Di antara monumen-monumen pengorbanan yang menakjubkan itu adalah monumen istimewa yang dibina oleh tekad baja yang melukiskan karya Khalid bin Al Walid yang mengerahkan seratus tentaranya, tidak lebih daripada itu. Mereka menyerbu sayap kiri Romawi yang jumlahnya tidak kurang dari 40 ribu orang, dan Khalid berseru kepada seratus orang yang bersamanya itu, “Demi Dzat yang jiwaku di TanganNya, tidak ada lagi kesabaran dan ketabahan yang tinggal pada orang-orang Romawi, kecuali apa yang kalian lihat. Sungguh, aku mengharap Allah memberikan kesempatan kepada kalian untuk menebas batang leher mereka."
Seratus orang menyerbu ke dalam 40 ribu pasukan dan kemudian mereka menang. Anda tidak perlu tercengang. Bukankah hati mereka penuh keimanan kepada Allah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar? Iman kepada Rasul-Nya yang benar lagi terpercaya, iman kepada ketentuan Allah, yang merupakan keimanan yang paling banyak membuahkan kebaikan, petunjuk, dan keberuntungan dalam setiap urusan kehidupan.
Bukankah Khalifah mereka Ash-Shiddiq, yang benderanya sekarang telah menjulang tinggi di dunia, dari Madinah, ibukota baru bagi dunia baru, ia sendiri masih bersedia memerah susu kambing untuk janda yang ditinggal mati suaminya, dan dengan kedua tangannya mengadukkan roti bagi anak-anak yatim piatu.
Bukankah panglima mereka adalah Khalid bin Al Walid; penawar kecemasan; pembasmi kesombongan, kekerasan, kedurhakaan, permusuhan, dan Pedang Allah yang terhunus yang akan menebas unsur-unsur perselisihan, kebencian dan kemusyrikan? Bukankah kenyataannya memang demikian? Karena itu, berhembuslah, wahai angin kemenangan! Bertiuplah ruh keperkasaan, keberuntungan, dan kedigdayaan!
Kejeniusan Khalid membuat kagum para panglima Romawi dan komandan pasukannya, yang mendorong salah seorang di antara mereka yang bernama Georgina untuk mengundang Khalid pada saat peperangan berhenti agar berdialog dengannya. Saat keduanya sudah bertemu, panglima Romawi itu memulai percakapannya kepada Khalid. la mengungkapkan, "Tuan Khalid, jujurlah Anda kepadaku, jangan berbohong, sebab orang merdeka tidak pernah bohong! Apakah Allah telah menurunkan sebilah pedang kepada Nabi Anda dari langit, lalu pedang itu diberikannya kepada Anda, hingga setiap Anda hunuskan terhadap siapa pun, pedang tersebut pasti membinasakannya?"
"Tidak!" jawab Khalid. "Mengapa Anda dinamai Pedang Allah?"
"Sesungguhnya Allah telah mengutus Rasul-Nya kepada kami, sebagian kami ada yang membenarkannya, dan sebagian pula mendustakannya. Aku dulunya termasuk orang yang mendustakannya, sehingga akhirnya Allah menjadikan hati kami menerima Islam, dan memberi petunjuk kepada kami melalui Rasul-Nya, lalu kami berjanji setia kepadanya. Kemudian Rasulullah mendoakanku, dan beliau berkata kepadaku, 'Engkaulah pedang Allah di antara sekian banyak pedang-Nya.' Itulah sebabnya aku diberi nama Pedang Allah."
“Untuk apa sekalian diseru olehnya?"
"Untuk mentauhidkan Allah dan kepada Islam."
"Apakah orang-orang yang masuk Islam sekarang akan mendapat pahala dan ganjaran seperti Anda juga?
“Benar, bahkan lebih besar."
“Bagaimana itu terjadi, padahal kalian lebih dahulu memeluknya?"
“Karena kami telah hidup bersama Rasullah, kami telah melihat tanda-tanda kerasulan dan mukjizatnya, dan wajar bagi setiap orang yang telah melihat seperti yang kami lihat dan mendengar seperti yang kami dengar, akan masuk Islam dengan mudah. Adapun kalian, yang belum pernah melihat dan mendengarnya, namun kemudian kalian beriman kepada yang gaib, maka pahala kalian lebih besar dan berlipat ganda, bila kalian membenarkan Allah dengan hati ikhlas serta niat yang suci."
Panglima Romawi itu pun berseru, sambil memajukan kudanya ke lekat Khalid dan berdiri di sampingnya. "Ajarkanlah kepadaku Islam itu, wahai Khalid!"
Akhirnya, panglima Romawi tersebut masuk islam dan shalat dua rakaat. Itulah satu satunya shalat yang sempat dilakukannya.
Kedua pasukan itu mulai bertempur lagi. Panglima Romawi Georgius sekarang berperang di pihak Muslim, dan mati-matian menuntut syahid, sampai ia mencapainya dan berbahagia mendapatkannya.
Sekarang kami akan memaparkan suatu kebesaran hati manusia dalam suatu peristiwa termegah. Saat Khalid sedang memimpin tentara Islam dalam peperangan yang banyak menimbulkan korban ini dan pada waktu ia merenggutkan kemenangan gemilang dari cengkeraman tentara Romawi secara luar biasa, tiba-tiba dikejutkan oleh sepucuk surat yang datang dari Madinah, yang dibawa oleh seorang kurir Khalifah yang baru, Amirul Mukminin Umar bin Al-Khatthab. Dalam surat tersebut tercantum salam penghargaan Al-Faruq kepada seluruh pasukan Islam, berita berkabungnya terhadap Khalifah Rasulullah Abu Bakar Ash Shiddiq yang telah wafat, dan kemudian putusannya memberhentikan Khalid dari pimpinan pasukan dan mengangkat Abu Ubaidah bin Al-Jarrah sebagai gantinya.
Khalid membaca surat itu dengan tenang dan memohonkan rahmat untuk Abu Bakar serta taufik untuk Umar. Ia meminta kepada si pembawa surat agar tidak menceritakan isi surat tersebut kepada siapa pun, menyuruhnya tetap tinggal di suatu tempat dan tidak meninggalkannya, serta tidak berhubungan dengan siapa pun. Ia meneruskan pimpinan pertempuran, sambil menyembunyikan berita kematian Abu Bakar dan perintah-perintah Umar sampai kemenangan betul-betul menjadi kenyataan, yang waktu itu telah dekat sekali seolah-olah telah berada di tangan.
Genderang kemenangan telah tiba. Orang-orang Romawi telah takluk dan lari kocar-kacir. Khalid bin Al-Walid menjumpai Abu Ubaidah sembari menyampaikan salam hormat seorang prajurit terhadap panglimanya. Abu Ubaidah pada awalnya menyangka ulahnya itu sebagai canda dari seorang panglima yang telah mewujudkan kemenangan yang tidak diduga-duga. Tetapi, tidak lama kemudian ia melihat suatu kenyataan yang sesungguhnya, maka ia pun mencium wajah Khalid di antara kedua matanya dan memuji kebesaran jiwa dan akhlaknya.
Riwayat lain dalam sejarah mengatakan, bahwa surat yang dikirim oleh Amirul Mukminin Umar ditujukan kepada Abu Ubaidah dan berita tersebut disimpan saja olehnya, tanpa sepengetahuan Khalid sampai perang berakhir. Riwayat manapun yang benar, yang ini atau yang itu, yang penting bagi kita ialah sikap Khalid pada kedua kondisi tersebut, yang mengungkapkan bahwa ia benar-benar suatu pribadi yang mengagumkan; penuh keagungan dan kemuliaan. Sejauh pengetahuan saya, tidak satu pun kejadian dalam seluruh kehidupan Khalid yang menjelaskan keikhlasannya yang mendalam dan kejujurannya yang teguh, melebihi apa yang ditunjukkan peristiwa ini.
Menjadi seorang panglima ataupun prajurit biasa itu sama saja baginya. Menjadi pemimpin seperti halnya prajurit, masing-masing menanggung kewajiban yang harus ditunaikan terhadap Allah yang ia imani, terhadap Rasul yang ia baiat, terhadap agama yang telah dipeluknya, dan ia bernaung di bawah panji-panjinya.
Baktinya yang diberikan sebagai panglima yang memerintah, sama dengan darmanya yang dibaktikannya sebagai prajurit yang diperintah. Kemenangan besar terhadap nafsu ini dipersiapkan baginya juga bagi orang lainnya oleh contoh teladan dan perilaku para Khalifah, yang memegang tampuk pimpinan umat Islam waktu itu, Abu Bakar dan Umar. Itulah dua nama yang bila saja lidah bergerak menyebutnya, segala sifat keutamaan dan kebesarannya langsung terbayang dalam hati.
Meskipun hubungan kasih sayang Umar dan Khalid sesekali merenggang, kebersihan jiwa Umar, keadilan, ketakwaan, dan kebesaran pribadinya yang luar biasa, tidak secuil pun diragukan oleh Khalid. Karena itu, tidak ada alasan untuk meragukan semua keputusan yang diambilnya, karena hati nurani yang mengeluarkannya, telah sampai ke puncak kesalehan, kelurusan, keikhlasan, dan kejujuran, sejauh yang dapat dicapai oleh manusia yang berhati bersih dan terpimpin.
Tak ada sedikit pun maksud jelek Umar terhadap pribadi Khalid itu. Hanya saja ia merasa keberatan terhadap pedangnya yang terlalu cepat menggores dan tajam. Hal ini telah ada dalam bayangannya ketika Umar mengusulkan pemberhentian Khalid kepada Abu Bakar, menyusul terbunuhnya Malik bin Nuwairah. Kala itu, ia mengatakan, “Ada sisi kezaliman pada pedang Khalid." Kezaliman yang dimaksud adalah sikap kurang hati-hati sehingga kadang-kadang membunuh jiwa yang tidak semestinya terbunuh.
Khalifah Ash-Shiddiq menjawab, “Aku tidak akan menyarungkan pedang yang telah dihunus oleh Allah atas orang orang kafir."
Umar tidak bermaksud bahwa Khalid tidak hati-hati membunuh dengan pedangnya. Ia mengarahkan sifat itu kepada pedangnya bukan pribadi pemiliknya. Kata-kata itu bukan saja mengungkapkan adab sopan santun, melainkan juga penilaian baiknya terhadap diri Khalid.
Kehidupan Khalid adalah perang sejak lahir sampai mati. Lingkungan, pertumbuhan, pendidikan, dan seluruh kehidupannya, sebelum dan sesudah lslam, merupakan arena bagi seorang pahlawan berkuda yang lihai lagi ditakuti. Kemudian bahwa kegigihannya pada masa silam sebelum Islam, peperangan-peperangan yang diterjuninya menentang Rasul dan sahabatnya, dan pukulan-pukulan pedangnya pada masa kesyirikan yang menjatuhkan banyak kepala orang yang beriman serta kening-kening para sahabat yang taat beribadah. Semuanya itu merupakan beban yang berat bagi jiwanya.
Sekarang, ia menjadikan pedangnya sebagai alat yang ampuh penebus masa lalu, dengan memancung habis segala tonggak kemusyrikan, berlipat ganda hebatnya dari apa yang telah pernah dilakukannya terhadap Islam. Anda tentu masih ingat kalimat yang pernah kami ungkapkan di awal cerita ini, yang keluar dari lisan Khalid ketika berbicara kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, mintakanlah ampunan atas semua tindakan menghalangi dari jalan Allah yang telah kulakukan."
Sekalipun Rasul telah menjelaskan bahwa Islam telah memaafkan semua kesalahan masa lalu, Khalid berusaha mendapatkan janji dari Rasulullah saat ia masih hidup agar beliau memohonkan ampun kepada Allah atas segala perbuatannya di masa silam itu. Sebilah pedang ketika berada di tangan seorang panglima berkuda yang tiada duanya seperti Khalid, kemudian tangan yang menggenggam pedang itu digerakkan oleh hati yang bergelora dengan kehangatan semangat untuk menebus kesalahan dan menyucikan diri, serta dipenuhi dengan pembelaan mutlak terhadap agama yang masih dikelilingi berbagai persekongkolan jahat dan permusuhan. Sungguh, sulit bagi pedang ini untuk melepaskan diri dari pembawaannya yang keras dan ketajamannya yang memutus. Beginilah keadaannya, kita lihat pedang Khalid membuat kesukaran bagi pemiliknya.
Pasca penaklukan Mekkah, Nabi mengutus Khalid ke beberapa kabilah yang berdekatan dengan negeri Mekkah, dengan pesan, "Aku mengutusmu sebagai dai, bukan sebagai prajurit.' Rupanya pedangnya itu telah menguasai dirinya yang mendorongnya kepada perang sebagai seorang prajurit dan terlepas dari peran seorang dai, sebagaimana wasiat Rasul kepadanya.
Nabi berduka dan terluka ketika mendengar tindakan Khalid dan sambil berdiri menghadap kiblat, beliau mengangkatkan tangannya, memohon ampun kepada Allah dengan ungkapan, “Ya Allah, aku berlepas diri kepada-Mu dari tindakan yang telah dilakukan Khalid." Beliau kemudian mengutus Ali kepada mereka untuk memberikan tebusan atas darah dan harta mereka.
Kata orang, Khalid membela dirinya dengan alasan bahwa Abdullah bin Hudzafah As-Sahmi mengatakan kepadanya, “Rasulullah telah memerintahkan kepadamu agar engkau memerangi mereka karena mereka menolak Islam."
Khalid memiliki kekuatan yang luar biasa. Kekuatan ini mendorongnya sekuat-kuatnya untuk menghancurkan seluruh dunia lamanya yang menyiksa hatinya. Kalaulah kita mau memahaminya, itu bisa dilihat saat ia meruntuhkan berhala Uzza ketika dia dikirim Nabi untuk meruntuhkannya. Kalau kita melihat bagaimana ia menghancurkan bangunan batu tersebut, kita pasti menyaksikan seorang laki-laki seolah-olah sedang memerangi barisan tentara seluruhnya.
la menebas semua kepala dan merobek-robek seluruh barisannya dengan kematian. Ia menghantam dengan tangan kanan dan kirinya, serta dengan kakinya sambil berteriak kepada runtuhan yang bertebaran dan debu yang berjatuhan, "Ya Uzza, sekarang engkau diingkari dan tak disucikan lagi. Aku melihat, Allah telah menghinakanmu."
Tetapi kita sendiri, karena apa yang kita harapkan tidak beda dengan yang diharapkan Umar, seandainya pedang Khalid tidak bertindak keras, kita akan selalu mengulang-ulangi ucapan Amirul Mukminin, “Takkan ada lagi seorang wanita pun yang akan sanggup melahirkan laki-laki seperti Khalid.”
Sewaktu ia meninggal dunia Umar menangis sejadi-jadinya. Kemudian orang-orang mengetahui bahwa Umar menangis bukan hanya karena kehilangan Khalid semata, melainkan menangisi lenyapnya kesempatan untuk mengangkatnya kembali memegang pucuk pimpinan tentara Islam, sesudah berkurangnya kefanatikan manusia yang berlebih-lebihan kepadanya. Karena, sebetulnya cukup lama Umar bertekad memulihkan kepemimpinannya itu dan menjernihkan sebab-sebab pemberhentiannya, kalau tidaklah maut datang menjemput pahlawan besar itu untuk bersegera pulang ke tempat kembalinya di surga.
Adapun sekarang, bukankah memang waktu bagi dia untuk beristirahat? Karena, sebelum itu bumi ini belum pernah melihatnya beristirahat seperti itu dari memerangi musuh. Bukankah sekarang telah datang masanya bagi jasad yang selalu bekerja keras itu, untuk tidur sekejap? Ialah pribadi yang sering dilukiskan oleh sahabat-sahabat maupun oleh musuh-musuhnya, dengan kata-kata, “Orang yang tidak pernah tidur dan tidak membiarkan orang lain tidur."
Ia sendiri, seandainya dibolehkan memilih, tentu akan memilih agar Allah menambah usianya agar dapat meneruskan perjuangan meruntuhkan semua bangunan-bangunan lapuk, dan agar dapat menambah amal dan jihadnya dalam Islam. Semangat juang dan keharuman namanya akan selalu dikenang sepanjang masa, selama kuda-kuda perang masih meringkik, mata-mata pedang masih berkilatan, dan selama panji-panji bendera tauhid masih berkibar di atas pundak tentara Islam.
Khalid pernah berkata, “Tidaklah suatu malam yang di dalamnya aku dihadiahi pengantin atau dikaruniai bayi itu lebih aku sukai daripada malam yang sangat menegangkan saat aku berada dalam ekspedisi tentara Muhajirin dan menemui pagi bersama mereka menggempur kaum musyrikin.”
Karena itulah, ada sesuatu yang selalu merisaukan pikirannya sewaktu masih hidup, yaitu bila ia mati di atas tempat tidur, padahal ia telah menghabiskan seluruh umurnya di atas punggung kuda perangnya, dan di bawah kilatan pedangnya. Ia pernah berperang bersama Rasulullah. Ia telah menundukkan kaum murtad. Ia telah membumiratakan takhta Kerajaan Persia dan Romawi. Ia yang telah melompat menjelajahi bumi di Iraq setapak demi setapak, hingga menaklukkannya untuk Islam dan di Syria setapak demi setapak pula, sampai semuanya dipersembahkannya ke haribaan Islam.
Khalid ialah seorang panglima, dengan kesukaran hidup seorang prajurit dan kerendahan hati. Ia juga seorang prajurit dengan tanggung jawab seorang panglima dengan keteladanannya. Seorang pahlawan perang yang hatinya risau bila mati di atas tempat tidurnya. Ketika itu ia berkata sambil meneteskan air mata, "Aku telah ikut serta dalam pertempuran di mana-mana. Seluruh tubuhku penuh dengan tebasan pedang. tusukan tombak, serta tancapan panah. Namun, kini aku harus mati di atas ranjangku dalam keadaan terbujur laksana matinya seekor unta. Sungguh, mata para pengecut tidak akan tertidur."
Itulah kata katanya. Kata-kata itu tidak akan diucapkan seseorang dalam suasana demikian, kecuali ia seorang laki-laki jantan seperti dia. Dia mengucapkan pesan itu saat hampir menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Tahukah Anda kepada siapa ia berpesan? Yaitu kepada Umar bin Al Khatthab sendiri.
Tahukah Anda kekayaan apa yang ditinggalkannya? Hanya kuda perang dan pedangnya.
Kemudian apa lagi? Selain itu, tidak ada barang berharga yang dapat dinikmati atau dimiliki orang.
Hal itu karena seumur hidupnya tidak pernah dipengaruhi keinginan, kecuali menikmati kemenangan dan berjaya mengalahkan musuh kebenaran. Tak suatu pun kesenangan dunia yang mempengaruhi keinginannya.
Ada satu lagi yang tertinggal, yaitu suatu barang yang sangat dijaganya mati-matian. Barang itu berupa kopiah. Suatu ketika, kopiah itu terjatuh dalam Perang Yarmuk, lalu ia dan orang lain harus bersusah payah untuk mencarinya. Ketika orang lain mencelanya karena itu, ia berkata, “Di dalamnya terdapat beberapa helai rambut dari ubun-ubun Rasulullah. Aku merasa optimis dan berharap kemenangan dengan (keberkahan)nya."
Akhirnya jenazah pahlawan besar ini keluar dari rumahnya diusung oleh para sahabatnya. Ibu dari sang pahlawan memandangnya dengan kedua mata yang bercahaya memperlihatkan kekerasan hati, tetapi disaput awan duka cita, lalu melepasnya dengan kata kata:
"Engkau lebih baik daripada jutaan orang
Karena engkau berhasil membuat wajah mereka tunduk
Soal keberanian, engkau lebih berani daripada singa betina Yang sedang mengamuk melindungi anaknya
Soal kedermawanan, engkau lebih dermawan daripada air yang mengalir deras
Yang terjun dari celah bukit curam ke lembah".
Umar mendengar ucapan tersebut, maka hatinya bertambah duka dan terharu. Air matanya jatuh berderai, lalu berkata. “Engkau benar! Demi Allah, ia memang seperti itu."
Kini tinggallah pahlawan itu di pembaringannya. Para sahabatnya tegak berdiri dengan khusyuknya, dunia sekeliling mereka hening, tenang dan sepi. Keheningan yang mengharukan itu, tiba tiba dipecahkan oleh bunyi ringkikan dan dengusan kuda yang datang, sebagaimana yang dapat kita bayangkan, sesudah melepaskan tali kekangnya, segera mendompak dan melompat lalu berlari melintasi jalan-jalan Madinah menyusul dari belakang jenazah tuannya, pemilik, dan penunggangnya, sementara keharuman jenazah itu semerbak membawanya ke arah tujuan.
Sewaktu kuda itu sampai ke dekat kumpulan orang-orang yang sedang termenung menghadapi permukaan kubur yang masih basah. Ia menggerak-gerakkan kepalanya bagaikan mengibarkan panji perang, disertai dengan dengusan yang merendah, seperti yang dilakukannya selagi pahlawannya masih hidup menaiki punggungnya, pergi bertempur mengguncangkan istana-istana dan takhta kerajaan Persia dan Romawi, menghilangkan segala angan-angan keberhalaan dan kedurhakaan, dan mengikis habis segala kekuatan kemusyrikan dan kemunduran yang merintangi jalan Islam.
Kuda itu terhenti dan matanya menatap kubur tanpa menoleh sedikit pun. la menggoyang-goyangkan kepalanya naik turun, seakan-akan melambai kepada tuan dan pahlawannya, untuk memberikan hormat dan menyampaikan salam perpisahan. Kemudian la tertegun, dengan kepala terangkat ke atas dan kening yang meninggi, lalu mengalirlah air matanya yang deras.
Kuda ini telah diwakafkan Khalid bersama pedangnya untuk jalan Allah. Tetapi, adakah orang berkuda lainnya yang sanggup menungganginya sesudah Khalid? Maukah ia merendahkan punggungnya bagi orang lain? Wahai, pahlawan yang selalu berjaya, wahai fajar di setiap malam, engkau telah mengangkat tinggi moral pasukanmu, dengan ucapan setiap bergerak maju, “Kala subuh datang menjelma, pejalan-pejalan malam melantunkan pujian.”
Kata-katamu itu telah menjadi kata-kata mutiara. Dan engkau telah menyelesaikan perjalanan malammu. Temuilah pagi hari dengan memuji, wahai Abu Sulaiman! Sebutan namamu sangat mulia, harum mewangi, kekal abadi, wahai Khalid. Biarkanlah kami mengulang-ulangi bersama Amirul Mukminin ucapan kata-kata yang sedap, manis, dan indah yang dilantunkan untuk meratapi dan melepas kepergianmu: Rahmat Allah bagi Abu Sulaiman.
Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada yang di dunia
Ia hidup terpuji dan berbahagia setelah mati.
No comments:
Post a Comment