Terima kasih Semoga bermanfaat Dan menjadi ladang pahala
Jalan hidup Khalid memang menakjubkan. Sebelum memeluk Islam, ia seorang pembunuh kejam yang menggetarkan kaum muslimin dalam Perang Uhud. Setelah masuk Islam, ia berbalik menjadi pembunuh yang membinasakan musuh-musuh Islam pada hari-hari selanjutnya.
Marilah kita ceritakan kisahnya sejak awal. Tetapi, dari permulaan yang mana? Pasalnya, ia sendiri hampir tidak tahu di mana kehidupannya bermula, kecuali pada hari ia bersalaman dan berjabatan tangan dengan Rasulullah untuk berbaiat masuk Islam.
Seandainya ia mampu, ia ingin sekali mengikis habis semua peristiwa dan kejadian masa lalu dalam sejarah hidupnya sebelum hari keislamannya itu. Bila demikian, marilah kita mulai saja dari peristiwa yang mengesankannya, saat-saat gemilang yang membahagiakan, ketika hatinya tunduk kepada Allah, dan jiwanya menemukan sentuhan rahmat-Nya Yang Maha Pengasih. Jiwanya memancarkan kerinduan kepada agama-Nya, kepada Rasul-Nya, dan kepada keinginan meraih kesyahidan agung di jalan kebenaran, guna menebus dan membuang jauh-jauh semua dosa dan kekeliruannya pada masa yang lalu dalam mempertahankan kebatilan.
Suatu hari ia melakukan dialog dengan dirinya sendiri dan memutar akal batinnya yang sehat untuk merenungkan agama baru, yang panji-panji kebenarannya selalu bertambah cemerlang hari demi hari, semakin tinggi menjulang. la memohon kepada Allah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib, agar memberikan petunjuk, yang akan menjadi keyakinan yang bercahaya di dalam hatinya dan membahagiakan. Ia berkata kepada dirinya, “Demi Allah, sungguh telah nyata bukti buktinya. Sungguh, laki-iaki itu adalah seorang utusan. Lalu, sampai kapan? Demi Allah, aku akan bangkit untuk masuk Islam."
Mari kita dengarkan ia menceritakan perjalanannya yang penuh berkah kepada Rasulullah dari Mekkah ke Madinah, guna mengambil tempatnya kelak dalam kafilah kaum muslimin, "Aku menginginkan seseorang yang akan menjadi teman seperjalanan, dan aku menjumpai Utsman bin Thalhah. Aku menceritakan kepadanya apa maksudku, dan ia pun segera menyetujuinya. Kami berangkat bersama-sama ketika hari sudah hampir siang. Ketika kami sampai di suatu dataran tinggi, tiba-tiba kami bertemu dengan Amr bin Al-Ash (mantan utusan Quraisy yang ditugaskan ke Habasyah untuk melobi raja Najasyi, -peny. ). Ia mengucapkan salam dan kami membalasnya. Kemudian ia bertanya, ‘Ke manakah kalian hendak pergi?" Kami pun menceritakan tujuan kami kepadanya dan ia juga mengutarakan maksudnya untuk menjumpai Nabi, hendak masuk Islam.
Kami pun berangkat bersama-sama dan sampai di kota Madinah pada awal hari bulan Safar 8 H. Ketika aku telah dekat dengan Rasulullah, aku segera memberi salam kepada beliau. Nabi pun membalas salamku dengan muka yang cerah. Aku pun masuk Islam dan mengucapkan syahadat yang benar.
Rasulullah bersabda, 'Sungguh, aku telah mengetahui bahwa engkau mempunyai akal sehat, dan aku mengharap, akal sehat itu hanya akan menuntunmu ke jalan yang baik.'
Aku berbaiat kepada Rasulullah dan berkata kepada beliau, 'Mintakanlah ampunan untuk saya atas semua tindakan masa laluku yang menghalangi jalan Allah.'
Beliau menjawab, 'Sesungguhnya keislaman itu telah menghapuskan segala perbuatan yang lampau.'
Aku berkata, ‘Meski begitu, (mintakanlah ampunan untuk saya) wahai Rasulullah.' Beliau pun mengucapkan doa, ' Ya AIlah, aku memohon agar Engkau mengampuni Khalid bin Al Walid atas tindakannya menghalangi jalan-Mu pada masa lalu.’
Setelah itu, Amr bin Al Ash dan Utsman bin Thalhah bersama sama memeluk Islam dan berjanji setia kepada Rasulullah.”
Apakah Anda memerhatikan ucapannya kepada Rasul, “Mintakanlah ampunan untukku atas semua tindakan masa laluku yang menghalangi jalan Allah"? Orang yang memerhatikan ucapan tersebut dengan indera matanya maupun indera batinnya akan dapat memahami dengan jelas riwayat hidup orang yang sekarang menjadi pahlawan Islam dan Pedang Allah itu, yang belum diketahuinya.
Setelah kisah kehidupan Khalid sampai jenjang tersebut, ucapannya itulah yang akan menjadi dalil dan alasan kita untuk memahami dan menafsirkan pendirian itu. Adapun sekarang, Khalid yang telah masuk Islam karena kesadarannya itu, yang sebelumnya kita lihat sebagai prajurit berkuda pembela kaum Quraisy, kita saksikan sekarang sebagai seorang ahli siasat perang dari Dunia Arab, yang telah meninggalkan berhala pujaan nenek moyangnya dan kebanggaan kuno milik bangsanya. Kemudian sekarang tampil seiman, dan satu derap dengan perjuangan Rasul dan kaum muslimin sebagai seorang ahli di bawah naungan benderanya yang baru.
Takdir Allah telah menemukannya akan bangkit berjuang di bawah panji-panji Nabi Muhammad menegakkan kalimat tauhid. Sekarang bersama Khalid yang telah memeluk Islam, kita akan menyaksikan hal-hal yang menakjubkan.
Masih ingatkah Anda, tiga orang syuhada pahlawan Perang Mu'tah? Mereka ialah Zaid bin Haritsah, Ja'far bin Abu Thalib, dan Abdullah bin Rawahah. Mereka semuanya adalah pahlawan Perang Mu'tah di bumi Syam. Untuk keperluan peperangan ini, orang-orang Romawi telah mengerahkan sekitar 200 ribu prajurit dan di sana pula kaum muslimin menunjukkan prestasi gemilang.
Apakah Anda juga masih ingat kata-kata Rasulullah sebagai pelipur lara ketika kematian mereka sebagai syuhada; tiga orang pahlawan Perang Mu'tah? Pada waktu itu beliau bersabda, "Panji perang di tangan Zaid bin Haritsah. la bertempur sambil membawa panji perang hingga gugur. Kemudian panji tersebut diambil Ja'far yang bertempur sambil membawa panji perang hingga gugur pula. Kemudian giliran Abdullah bin Rawahah memegang panji tersebut sambil bertempur maju, hingga ia gugur sebagai syahid.”
Sebenarnya, masih ada yang tertinggal dari sabda Rasulullah ini, yang sengaja kami simpan untuk mengisi lembaran berikut ini. Sisa yang tertinggal itu ialah:
"Kemudian panji itu pun diambil alih oleh salah satu pedang dari pedang Allah. Lalu Allah membukakan kemenangan di tangannya.” ( Shahih Al-Bukhari )
Siapakah kiranya pahlawan itu? Dialah Khalid bin Al-Walid. Sebenarnya, Khalid bin Al Walid yang segera ikut menerjunkan diri ke dalam Perang Mu'tah sesudah masuk Islam ini hanyalah prajurit biasa, di bawah tiga panglima perang yang telah diangkat oleh Rasul, yaitu Zaid, Ja'far, dan Ibnu Rawahah dan mereka bertiga telah menemui syahidnya menurut urutan tersebut di medan perang yang dahsyat itu.
Setelah tiga panglima perang tersebut gugur syahid, Tsabit bin Al Arqamz bergegas menuju bendera perang tersebut lalu membawanya dengan tangan kanannya dan mengangkatnya tinggi-tinggi di tengah-tengah pasukan Islam agar barisan mereka tidak kacau balau dan agar semangat pasukan tidak kendur. Tidak lama sesudah itu, dengan gesit ia melarikan kudanya ke arah Khalid, sembari berkata kepadanya, “Peganglah panji ini, wahai Abu Sulaiman."
Khalid merasa dirinya sebagai seorang yang baru masuk islam, tidak layak memimpin pasukan yang di dalamnya terdapat orang-orang Anshar dan Muhajirin yang telah lebih dulu masuk Islam daripada dirinya. Khalid memang memiliki karakter pribadi yang sopan, rendah hati, bijaksana, dan kelebihan-kelebihan akhlak lainnya. Ketika itu ia menjawab, “Tidak, aku tidak pantas memegang panji perang itu. Engkaulah yang berhak memegangnya karena engkau lebih tua dan telah menyertai Perang Badar."
Tsabit menjawab, “Ambillah, sebab kamu lebih tahu tentang strategi perang daripada aku, dan demi Allah aku tidak akan mengambilnya, kecuali untukmu."
Kemudian ia berseru kepada seluruh anggota pasukan Islam, "Apakah kalian bersedia bila dipimpin oleh Khalid?"
Mereka menjawab. "Ya!"
Prajurit yang jenius itu kini memegang amanah sebagai pemegang komando perang. la memegang panji perang tersebut dengan tangan kanan dan mengacungkan ke arah depan. la terlihat seperti hendak menjebol semua pintu yang terkunci selama ini dan sudah datang saatnya untuk didobrak dan diterjang melalui jalan panjang. Sejak saat itu, kepahlawanannya yang luar biasa mencapai titik puncak yang telah ditentukan Allah baginya, baik selagi Rasul masih hidup maupun sesudah beliau wafat.
Khalid memegang tampuk kepemimpinan pasukan setelah kondisi pertempuran terakhir telah memprihatinkan. Korban dari pihak kaum muslimin banyak berjatuhan, tubuh tubuh mereka berlumuran darah, sedangkan tentara Romawi dengan kuantitas yang jauh lebih besar, terus maju laksana banjir yang menyapu medan. Dalam situasi yang demikian, tidak ada Jalan dan strategi perang yang mampu mengubah pertempuran yang akan berakhir menjadi berbalik 180 derajat, yang menang jadi kalah dan yang kalah jadi menang.
Satu-satunya jalan yang dapat diharapkan dari seorang pahlawan ialah bagaimana melepaskan tentara Islam ini dari kemusnahan total, dengan menghentikan korban yang terus berjatuhan, dan keluar dengan sisa-sisa yang ada dengan selamat, mengundurkan diri secara tepat dan teratur, yang dapat menghalangi kehancuran massal di medan tempur itu. Namun, mundur dalam situasi seperti itu termasuk perkara yang mustahil. Tetapi, bila benar apa yang dikatakan orang bahwa tidak ada yang mustahil bagi hati yang pemberani, siapa lagi orang yang lebih berani hatinya daripada Khalid? Adakah orang yang kepahlawanannya lebih hebat, dan pandangannya lebih tajam daripada dirinya?
Saat itu Pedang Allah tersebut mengamati seluruh medan tempur yang luas itu dengan kedua matanya yang tajam laksana mata burung elang. Ia mengatur rencana dan langkah yang akan diambil secepat kilat. Ia membagi pasukannya ke dalam kelompok kelompok besar dalam suasana perang berkecamuk terus. Setiap kelompok diberinya tugas masing-masing.
Kemudian Khalid mempergunakan keahlian perangnya yang membawa "mukjizat", dan kecerdikan akalnya yang luar biasa, sehingga akhirnya dengan izin Allah, ia berhasil membuka jalur luas di antara barisan pasukan Romawi. Dari jalur tersebut seluruh sisa pasukan Islam dapat ke luar meloloskan diri dengan selamat. Keberhasilan ini adalah berkat kepahlawanannya, berkat keberanian disertai kecerdikan dan kecepatan bertindak tepat yang tidak dapat dilupakan dalam sejarah. Karena pertempuran inilah, Rasulullah menganugerahkan gelar “Si Pedang Allah yang selalu terhunus” kepadanya.
Dalam peristiwa lain pada saat orang-orang Quraisy menodai perjanjian damainya dengan Rasulullah, kaum muslimin di bawah pimpinan Rasul berangkat untuk membebaskan Mekkah. Di bagian sayap kanan pasukan, Rasul mengangkat Khalid bin Al-Walid sebagai pemimpinnya. Khalid memasuki Mekkah sebagai salah seorang pemimpin pasukan Islam, sesudah selama ini dataran dan gunung-gunungnya menyaksikannya sebagai pemimpin tentara paganis dan penganut syirik. Ia teringat kenangan masa kanak-kanaknya, saat ia bermain-main dengan manjanya, dan kenangan masa muda yang menghabiskan waktu hanya untuk perbuatan sia-sia. Segala kenangan masa lalu yang panjang datang kembali kepadanya, di mana usianya hilang percuma untuk pengorbanan sia-sia bagi berhala-berhala yang lemah tidak berdaya.
Sebelum penyesalannya kian parah, hatinya bangun tersadar oleh himbauan kesaksian hebat dan kebesarannya, yaitu kesaksian dari cahaya yang menerangi Mekkah. Kesaksian nyata bagaimana orang-orang lemah yang diperlakukan semena-mena, menanggung derita dan ancaman, sekarang kembali ke kampung halaman mereka dari tempat mereka diusir secara aniaya dan kejam. Mereka kembali ke sana mengendarai kuda mereka yang meringkik berdengusan serta di bawah panji-panji Islam yang berkibaran. Suara-suara yang mereka berbisik di Darul Al-Arqam dulu, sekarang berubah menjadi takbir yang bergemuruh dan menggetarkan Mekkah, disertai bahana tahlil kemenangan. Alam pun seperti ikut menyertai suasana gembira mereka, semuanya seolah-holah berhari raya.
Bagaimanakah proses keajaiban itu berlangsung? Dan ulasan apakah kiranya yang pantas untuk peristiwa agung itu? Tidak ada yang lain, kecuali yang sedang diucapkan oleh mereka yang sedang berjalan berduyun-duyun di sela-sela suara tahlil dan takbir mereka, di kala mereka berpandangan satu sama lain dengan gembira:
"(Itulah) janji AIlah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya." (Ar-Rum: 6)
Khalid mengangkat kepala serta menengadahkannya, lalu memandang penuh bangga dan ridha kepada bendera-bendera Islam yang memenuhi angkasa, seraya berkata-kepada dirinya sendiri, “Benar bahwa itu janji Allah, dan Allah tidak pernah menyalahi janji-Nya."
Kemudian la menundukkan kepala karena rasa syukur dan haru terhadap nikmat Ilahi yang telah memberinya petunjuk masuk Islam dan yang telah membuatnya menjadi salah seorang pembawa agama Islam ke Mekkah pada hari kemenangan yang besar ini; bukan dari golongan orang-orang yang masuk Islam karena pengaruh kemenangan Islam.
Khalid selalu berada di samping Rasulullah, menyerahkan semua tenaga dan kemampuannya yang luar biasa untuk berbakti kepada agama yang telah diimaninya dengan penuh keyakinan, dan yang seluruh kehidupannya didermakan untuknya.
Setelah Rasul wafat, memenuhi panggilan Allah Yang Maha Pengasih lagi Mahatinggi, Abu Bakar Ash Shiddiq memikul tanggung jawab kekhalifahan. Badai kemurtadan bertiup kencang dengan tipu dayanya, hendak menghancurkan agama yang baru dengan semboyannya yang berbisa dan propagandanya yang merusak dan membinasakan. Di awal kegemparan yang mengejutkan ini, Abu Bakar menolehkan mata dan perhatiannya yang pertama kepada seorang pejuang yang tepat, seorang laki-laki pilihan: Abu Sulaiman, si Pedang Allah, Khalid bin Al Walid.
Memang benar, bahwa Abu Bakar telah mulai memerangi kaum murtad dengan pasukan yang dipimpinnya sendiri, tetapi hal ini tidak bertentangan dengan rencananya untuk mempersiapkan Khalid untuk suatu hari yang menentukan nanti, yakni menentukan kalah menangnya dalam peperangan terbesar menghadapi orang-orang murtad itu, di mana ia merupakan bintang lapangan dan pahlawan yang ulung.
Saat golongan kaum murtad bersiap-siap melaksanakan hasil keputusan persekongkolan mereka yang besar, Khalifah Abu Bakar bertekad memimpin sendiri pasukan kaum muslimin. Para sahabat senior berusaha menghalangi maksudnya itu, tetapi sia-sia dan justru menambah kebulatan tekadnya. Maksud Khalifah Abu Bakar dengan cara ini kemungkinan untuk mewarnai pertempuran dengan corak khusus dan arti yang penting, yang dapat mendorong orang-orang untuk menyertainya. Hal ini hanya dapat dikuatkan dengan partisipasi nyata dari beliau dalam perang yang dahsyat, yakni dengan memimpinnya langsung, baik atas sebagian maupun atas seluruh kekuatan umat. Sungguh, jalannya peperangan tersebut akan menentukan timbul tenggelamnya kekuatan iman menghadapi kekuatan murtad yang sesat.
Fenomena kemurtadan yang terjadi di mana-mana secara serentak ini sangat mengkhawatirkan, walaupun pada mulanya tampak sebagai pembangkangan saja. Dalam situasi seperti ini, kabilah-kabilah yang selama ini ingin membalas dendam terhadap Islam, maupun yang selalu mengintai kelemahannya, sekarang mendapat kesempatan istimewa atau peluang baru untuk memberontak, tanpa kecuali apakah mereka kabilah Arab pedalaman maupun yang tinggal di perbatasan, di mana masih bercokol kekuasaan dan pengaruh Kerajaan Persia dan Romawi. Kerajaan kerajaan tersebut telah merasakan kebangkitan kekuatan Islam yang menjadi bahaya dan ancaman terhadap kekuasaannya. Karena itu, sebagai dalang di belakang layar, mereka dengan sengaja mengobarkan dan menyebarkan berbagai macam fitnah.
Demikianlah, api fitnah berkobar di kalangan suku-suku Asad, Ghathafan, Abas, Thayyi’ dan Dzibyan, kemudian menjalar ke kabilah-kabilah Bani Amir, Hawazin, Salim, dan Bani Tamim. Fitnah ini diawali dengan terjadinya bentrokan-bentrokan bersenjata yang kecil, yang kemudian berubah menjadi pertempuran besar yang melibatkan kekuatan pasukan sampai puluhan ribu tentara.
Persekongkolan yang mengerikan itu segera mendapat dukungan dari penduduk Bahrain, Oman, dan Muhrah. Sekarang Islam benar-benar menghadapi bahaya besar, dan api peperangan itu telah dinyalakan di sekeliling kaum muslimin. Tetapi, Allah telah menyiapkan Abu Bakar.
Beliau menyiapkan pasukan kaum muslimin dan sekaligus memimpinnya menuju kabilah-kabilah Bani Abas, Bani Muhrah, dan Dzibyan yang tampil sebagai pasukan kuat. Pertempuran pun terjadi, dan akibatnya Islam dapat mencatat kemenangan besar dan mantap. Tetapi, pasukan yang menang ini tidak sempat beristirahat lama di Madinah, karena Khalifah harus mengerahkannya lagi untuk menghadapi pertempuran berikutnya.
Berita-berita tentang pembangkangan kaum dan suku setiap saat tampaknya semakin berbahaya. Abu Bakar sendiri maju memimpin pasukan yang kedua ini, tetapi para sahabat utama tidak bisa menahan kesabaran mereka. Semuanya sepakat untuk meminta Khalifah agar tetap tinggal di Madinah.
Ali terpaksa menghadang Abu Bakar dan memegang tali kekang kuda yang sedang ditungganginya untuk mencegah keberangkatannya bersama pasukan, sembari berkata, “Hendak ke manakah engkau, wahai Khalifah Rasulullah? Kukatakan kepadamu apa yang pernah diucapkan Rasulullah pada hari Uhud, 'Simpanlah pedangmu, wahai Abu Bakar. Janganlah engkau cemaskan kami dengan dirimu.”
Di hadapan desakan dan suara bulat kaum muslimin, Khalifah terpaksa menerima untuk tinggal di Madinah. Beliau membagi tentara Islam menjadi sebelas kesatuan, masing-masing dibebani tugas tertentu, dan sebagai komandan tertinggi untuk keseluruhan kesatuan tersebut ia mengangkat Khalid bin Al-Walid. Setelah menyerahkan bendera pasukan kepada tiap-tiap komandannya, Khalifah menghadapkan wajahnya kepada Khalid, dan berkata, "Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, 'Bahwa sebaik-baik hamba Allah dan kawan sepergaulan, ialah Khalid bin Al Walid, sebilah pedang di antara pedang pedang Allah yang ditebaskan kepada orang-orang kafir dan munafik'.”
Khalid pun segera menjalankan tugasnya, berpindah-pindah bersama pasukannya dari satu pertempuran ke pertempuran yang lain; dari satu kemenangan ke kemenangan berikutnya, sampai berakhir dengan pertempuran yang menentukan, yakni di Yamamah. Bani Hanifah bersama kabilah-kabilah yang telah bergabung dengan mereka telah membangun persekutuan tentara murtad yang sangat berbahaya dan dikepalai oleh Musailamah Al-Kadzdzab. Beberapa kesatuan Islam telah mencoba kekuatan mereka, tetapi tidak berhasil.
Perintah Khalifah telah dititahkan kepada panglimanya yang beruntung itu agar berangkat kepada Bani Hanifah itu. Khalid pun bergerak maju, dan ketika Musailamah mengetahui bahwa Khalid sedang di tengah perjalanan menuju tempatnya, kembali ia memperkuat susunan pasukannya, karena ia benar-benar menganggapnya sebagai bahaya dahsyat dan musuh yang sangat kuat.
Kedua pasukan telah berhadap-hadapan dan saat Anda membaca buku-buku riwayat dan sejarah tentang jalannya pertempuran yang sengit itu, Anda pasti merasa ngeri karena Anda seolah-olah sedang menyaksikan suatu pertempuran yang menyerupai perang masa kini dalam kekerasan dan kekejamannya, sekalipun berbeda jenis senjata dan sarana perang yang dipergunakan.
Khalid mengambil posisi dengan pasukannya di dataran bukit-bukit pasir Yamamah, sedangkan Musailamah menghadapinya dengan segala kecongkakan dan kedurjanaannya bersama barisan tentaranya yang banyak seakan-akan tidak habis habisnya. Khalid segera menyerahkan panji-panji perang kepada setiap komandan pasukannya. Kedua pihak itu pun saling serang dan bertempur rapat. Perang berkecamuk tiada hentinya, korban dari pihak kaum muslimin susul menyusul berguguran laksana bunga-bunga di taman yang berjatuhan ditiup angin topan.
Khalid telah melihat keunggulan musuh, ia lalu memacu kudanya ke suatu tanah tinggi yang terdekat, pandangannya yang diliputi ketajaman dan kecerdasan dengan cepat mengamati seluruh medan tempur. Secepat itu pula ia dapat menangkap dan menyimpulkan titik-titik kelemahan pasukannya.
Ia dapat merasakan tanggung jawab yang melemah di kalangan prajuritnya di bawah serbuan-serbuan mendadak yang dilakukan pasukan Musailamah. Secepat kilat ia mengambil keputusan untuk memperkuat semangat tempur kaum muslimin dan tanggung jawab mereka setinggi mungkin. Ia memanggil semua komandan baris depan dan sayap, menertibkan posisi masing-masing di medan tempur, dan kemudian berteriak dengan suaranya yang mengesankan kemenangan, “Tunjukkanlah kelebihanmu masing masing. Hari ini kita akan melihat jasa setiap suku."
Setiap suku tampil dengan kelebihannya masing-masing. Orang-orang Muhajirin maju dengan panji-panji perang mereka dan orang-orang Anshar pun maju di bawah panji-panji mereka. Seterusnya tiap kelompok suku dengan panji-panji tersendiri. Demikianlah, hingga jelas nanti, dari mana datangnya kekalahan itu. Semangat juang menyala dalam jiwa, penuh dengan kebulatan tekad dan mengejutkan musuh.
Khalid tidak henti-hentinya menggemakan tahlil dan takbir atau mengeluarkan perintah yang menentukan, sehingga pedang-pedang pasukannya berubah bagai maut yang tidak dapat ditolak kehendaknya, dan tidak dapat diubah tujuannya. Dalam waktu yang singkat, berubahlah arah pertempuran. Prajurit-prajurit Musailamah mulai roboh berjatuhan, dari puluhan hingga ratusan kemudian ribuan, laksana lalat-lalat yang menggelepar.
Khalid telah menyalakan semangat keberaniannya seperti aliran listrik kepada setiap prajuritnya. Jiwanya telah menempati setiap prajurit pasukannya dan itulah salah satu keistimewaannya yang menakjubkan. Demikianlah jalan pertempuran yang paling menegangkan dan menyetarakan melawan orang-orang murtad itu. Musailamah tewas dan mayat-mayat anak buah dan para prajuritnya bergelimpangan memenuhi seluruh medan perang, dan di tempat itulah bendera-bendera yang menyerukan kebohongan dan kepalsuan dikubur selama-lamanya.
Di Madinah Khalifah Abu Bakar shalat syukur kepada Dzat Yang Maha-agung dan Mahatinggi karena dikaruniai kemenangan tersebut dan pahlawan perkasa ini.
Khalifah Abu Bakar dengan kecerdasan dan ketajaman pandangannya telah mengetahui kekuatan-kekuatan jahat yang masih bercokol di sekitar negerinya yang merupakan bahaya besar yang mengancam kelangsungan hidup islam dan pemeluknya, yaitu Persia di Iraq dan Romawi di Syria. Kekaisaran yang sudah tua dan lemah ini selalu mengintai kelemahan umat Islam dan menjadi pusat penyebar kekacauan. Keduanya saling berhubungan meski dengan ikatan yang lapuk dari kejayaan mereka pada masa lampau. Mereka memeras dan menyiksa rakyat Iraq dan Syria, serta merendahkan martabat mereka, bahkan mengerahkan rakyat yang sebagian besar di antaranya adalah orang-orang Arab untuk memerangi kaum muslimin.
Dengan panji-panji agama baru, kaum muslimin bermaksud meruntuhkan benteng-benteng peradaban kuno serta mengikis habis segala bentuk kejahatan dan kekejamannya. Ketika itulah, Khalifah Abu Bakar yang agung dan diberkahi menjatuhkan pilihannya kepada Khalid untuk berangkat dengan pasukannya menuju Iraq. Pahlawan ini segera menjalankan titah dan berangkat ke Iraq.
Sayang lembaran ini tidak cukup untuk menuliskan setiap kemenangan pasukannya di segala tempat. Andainya cukup, tentulah akan kita lihat hal-hal yang sangat mengagumkan. Ia memulai operasi militernya di Iraq dengan mengirim surat ke seluruh pembesar Kisra dan gubemur-gubernurnya di semua wilayah Iraq dan kota kotanya, sebagai berikut:
"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Dari Khalid bin Al-Walid kepada pembesar-pembesar Persia. Keselamatan bagi siapa yang mengikuti petunjuk. Amma ba'du.
Segala puji bagi Allah yang telah memporak-porandakan kaki tangan, dan merenggut kerajaan, serta melemahkan tipu muslihat kalian. Siapa yang shalat seperti shalat kami, dan menghadap kiblat kami, dan memakan sembelihan kami, ia menjadi seorang muslim. Ia akan mendapat hak seperti hak yang kami dapatkan, dan ia berkewajiban seperti kewajiban kami. Bila telah sampai kepada kalian suratku ini, hendaklah kalian kirimkan kepadaku jaminan, dan terimalah perlindungan dariku. Jika tidak, demi Allah yang tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Dia, aku akan mengirimkan kepada kalian satu kaum berani mati, padahal kalian masih sangat mencintai hidup."
Para mata-mata yang disebarkannya ke seluruh penjuru datang menyampaikan berita tentang keberangkatan pasukan besar yang dipersiapkan oleh panglima-panglima Persia di Iraq.
Khalid tidak membuang-buang waktu, dengan cepat ia pergi mempersiapkan pasukannya untuk menumpas kebatilan, sedangkan jarak perjalanan dapat ditempuhnya dalam waktu singkat. Kemenangan demi kemenangan dicapai oleh pasukan ekspedisinya, sejak dari Ubullah ke Sadir, disusul oleh Najaf, lalu Hirah, kemudian Al-Anbar sampai ke Kazhimiah. Di setiap tempat ia disambut oleh wajah berseri karena gembira. Bendera dan panji-panji Islam pun naik, dibawahnya berlindung orang lemah yang tertindas penjajah Persia.
Rakyat yang lemah dan terjajah selama ini mengalami derita perbudakan dan penyiksaan dari orang Persia. Bandingkanlah itu dengan peringatan keras dari Khalid kepada seluruh anggota pasukannya setiap kali akan berangkat, "Janganlah kalian menyakiti para petani. Biarkanlah mereka bekerja dengan aman, kecuali bila di antara mereka ada yang hendak menyerang kalian. Perangilah orang yang memerangi kalian!"
Ia meneruskan perjalanannya dengan pasukannya yang telah memenangkan peperangan seperti mata pisau tajam mengiris permukaan susu yang membeku, hingga sampailah ia ke perbatasan negeri Syam.
Ketika itu berkumandanglah suara takbir dari muazin disertai takbir orang yang menang perang. Menurut Anda, apakah orang-orang Romawi mendengarnya di Syam? Apakah mereka menyadari bahwa takbir ini merupakan bunyi lonceng kematian dan akhir dunia kekejaman? Benar, mereka telah mendengarnya. Mereka kaget dan merasa ciut. Mereka telah memutuskan dengan membabi buta untuk terjun ke medan perang, disebabkan rasa putus asa dan sia-sia.
Kemenangan yang diperoleh orang-orang Islam di Iraq dari orang Persia menimbulkan harapan diperolehnya kemenangan yang sama dari orang Romawi di Syria. Abu Bakar Ash-Shiddiq mengerahkan sejumlah pasukan dan untuk mengepalainya dipilihnya dari kelompok panglima-panglima mahir, seperti Abu Ubaidah bin Al Jarrah, dan Amr bin Al-Ash, Yazid bin Abu Sufyan, kemudian Mu'awiyah bin Abu Sufyan.
Ketika berita gerakan tentara ini sampai ke pendengaran Kaisar Romawi, ia menitahkan kepada para menteri dan jenderalnya agar berdamai saja dengan kaum muslimin dan tidak melibatkan diri dalam peperangan yang hanya akan menimbulkan kerugian.Tetapi, para menteri dan jenderalnya dengan gigih bersikeras hendak meneruskan perang sambil berkata, "Demi Tuhan, kita akan membuat Abu Bakar kewalahan, sehingga ia tidak mampu mendatangkan pasukan berkudanya ke negeri kita.”
Mereka menyiapkan tidak kurang dari 240 ribu tentara untuk peperangan ini. Pemimpin-pemimpin pasukan tentara lslam mengirimkan gambaran tentang situasi gawat ini kepada Khalifah. Karenanya Abu Bakar berkata, "Demi Allah, semua kekhawatiran dan keraguan mereka akan kusembuhkan dengan kedatangan Khalid!"
Kekhawatiran yang dimaksud adalah kesewenang-wenangan, permusuhan, dan kesyirikan. Kesembuhan dari kekhawatiran itu ialah perintah berangkat ke Syam dari Khalifah kepada Khalid untuk mengepalai seluruh pasukan Islam yang sudah mendahuluinya berada di sana. Dan alangkah cepatnya Khalid mematuhi perintah itu. Ia segera menyerahkan pimpinan di Iraq kepada Mutsanna bin Haritsah, dan dengan cepatnya ia berangkat bersama prajurit prajurit pilihannya, hingga sampai ke tempat kaum muslimin di negeri Syam. Dengan keahliannya yang luar biasa, dalam waktu singkat ia menyusun pasukan Islam dengan menertibkan posisinya.
Di medan perang dan sebelum pertempuran dimulai, ia berdiri di tengah-tengah prajurit Islam untuk berpidato. Ia berkata, sesudah memuji Allah dan bersyukur kepadaNya, “Hari ini adalah hari-hari Allah. Tidak pantas kita di sini berbangga-bangga dan berbuat durhaka. Ikhlaskanlah jihad kalian, dan harapkan ridha Allah dengan amal kalian! Mari kita bergantian memegang pimpinan. Hari ini salah seorang memegang pimpinan, besok yang lain, lusa yang lain lagi, sehingga seluruhnya mendapat kesempatan memimpin."
Bersambung
Jalan hidup Khalid memang menakjubkan. Sebelum memeluk Islam, ia seorang pembunuh kejam yang menggetarkan kaum muslimin dalam Perang Uhud. Setelah masuk Islam, ia berbalik menjadi pembunuh yang membinasakan musuh-musuh Islam pada hari-hari selanjutnya.
Marilah kita ceritakan kisahnya sejak awal. Tetapi, dari permulaan yang mana? Pasalnya, ia sendiri hampir tidak tahu di mana kehidupannya bermula, kecuali pada hari ia bersalaman dan berjabatan tangan dengan Rasulullah untuk berbaiat masuk Islam.
Seandainya ia mampu, ia ingin sekali mengikis habis semua peristiwa dan kejadian masa lalu dalam sejarah hidupnya sebelum hari keislamannya itu. Bila demikian, marilah kita mulai saja dari peristiwa yang mengesankannya, saat-saat gemilang yang membahagiakan, ketika hatinya tunduk kepada Allah, dan jiwanya menemukan sentuhan rahmat-Nya Yang Maha Pengasih. Jiwanya memancarkan kerinduan kepada agama-Nya, kepada Rasul-Nya, dan kepada keinginan meraih kesyahidan agung di jalan kebenaran, guna menebus dan membuang jauh-jauh semua dosa dan kekeliruannya pada masa yang lalu dalam mempertahankan kebatilan.
Suatu hari ia melakukan dialog dengan dirinya sendiri dan memutar akal batinnya yang sehat untuk merenungkan agama baru, yang panji-panji kebenarannya selalu bertambah cemerlang hari demi hari, semakin tinggi menjulang. la memohon kepada Allah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib, agar memberikan petunjuk, yang akan menjadi keyakinan yang bercahaya di dalam hatinya dan membahagiakan. Ia berkata kepada dirinya, “Demi Allah, sungguh telah nyata bukti buktinya. Sungguh, laki-iaki itu adalah seorang utusan. Lalu, sampai kapan? Demi Allah, aku akan bangkit untuk masuk Islam."
Mari kita dengarkan ia menceritakan perjalanannya yang penuh berkah kepada Rasulullah dari Mekkah ke Madinah, guna mengambil tempatnya kelak dalam kafilah kaum muslimin, "Aku menginginkan seseorang yang akan menjadi teman seperjalanan, dan aku menjumpai Utsman bin Thalhah. Aku menceritakan kepadanya apa maksudku, dan ia pun segera menyetujuinya. Kami berangkat bersama-sama ketika hari sudah hampir siang. Ketika kami sampai di suatu dataran tinggi, tiba-tiba kami bertemu dengan Amr bin Al-Ash (mantan utusan Quraisy yang ditugaskan ke Habasyah untuk melobi raja Najasyi, -peny. ). Ia mengucapkan salam dan kami membalasnya. Kemudian ia bertanya, ‘Ke manakah kalian hendak pergi?" Kami pun menceritakan tujuan kami kepadanya dan ia juga mengutarakan maksudnya untuk menjumpai Nabi, hendak masuk Islam.
Kami pun berangkat bersama-sama dan sampai di kota Madinah pada awal hari bulan Safar 8 H. Ketika aku telah dekat dengan Rasulullah, aku segera memberi salam kepada beliau. Nabi pun membalas salamku dengan muka yang cerah. Aku pun masuk Islam dan mengucapkan syahadat yang benar.
Rasulullah bersabda, 'Sungguh, aku telah mengetahui bahwa engkau mempunyai akal sehat, dan aku mengharap, akal sehat itu hanya akan menuntunmu ke jalan yang baik.'
Aku berbaiat kepada Rasulullah dan berkata kepada beliau, 'Mintakanlah ampunan untuk saya atas semua tindakan masa laluku yang menghalangi jalan Allah.'
Beliau menjawab, 'Sesungguhnya keislaman itu telah menghapuskan segala perbuatan yang lampau.'
Aku berkata, ‘Meski begitu, (mintakanlah ampunan untuk saya) wahai Rasulullah.' Beliau pun mengucapkan doa, ' Ya AIlah, aku memohon agar Engkau mengampuni Khalid bin Al Walid atas tindakannya menghalangi jalan-Mu pada masa lalu.’
Setelah itu, Amr bin Al Ash dan Utsman bin Thalhah bersama sama memeluk Islam dan berjanji setia kepada Rasulullah.”
Apakah Anda memerhatikan ucapannya kepada Rasul, “Mintakanlah ampunan untukku atas semua tindakan masa laluku yang menghalangi jalan Allah"? Orang yang memerhatikan ucapan tersebut dengan indera matanya maupun indera batinnya akan dapat memahami dengan jelas riwayat hidup orang yang sekarang menjadi pahlawan Islam dan Pedang Allah itu, yang belum diketahuinya.
Setelah kisah kehidupan Khalid sampai jenjang tersebut, ucapannya itulah yang akan menjadi dalil dan alasan kita untuk memahami dan menafsirkan pendirian itu. Adapun sekarang, Khalid yang telah masuk Islam karena kesadarannya itu, yang sebelumnya kita lihat sebagai prajurit berkuda pembela kaum Quraisy, kita saksikan sekarang sebagai seorang ahli siasat perang dari Dunia Arab, yang telah meninggalkan berhala pujaan nenek moyangnya dan kebanggaan kuno milik bangsanya. Kemudian sekarang tampil seiman, dan satu derap dengan perjuangan Rasul dan kaum muslimin sebagai seorang ahli di bawah naungan benderanya yang baru.
Takdir Allah telah menemukannya akan bangkit berjuang di bawah panji-panji Nabi Muhammad menegakkan kalimat tauhid. Sekarang bersama Khalid yang telah memeluk Islam, kita akan menyaksikan hal-hal yang menakjubkan.
Masih ingatkah Anda, tiga orang syuhada pahlawan Perang Mu'tah? Mereka ialah Zaid bin Haritsah, Ja'far bin Abu Thalib, dan Abdullah bin Rawahah. Mereka semuanya adalah pahlawan Perang Mu'tah di bumi Syam. Untuk keperluan peperangan ini, orang-orang Romawi telah mengerahkan sekitar 200 ribu prajurit dan di sana pula kaum muslimin menunjukkan prestasi gemilang.
Apakah Anda juga masih ingat kata-kata Rasulullah sebagai pelipur lara ketika kematian mereka sebagai syuhada; tiga orang pahlawan Perang Mu'tah? Pada waktu itu beliau bersabda, "Panji perang di tangan Zaid bin Haritsah. la bertempur sambil membawa panji perang hingga gugur. Kemudian panji tersebut diambil Ja'far yang bertempur sambil membawa panji perang hingga gugur pula. Kemudian giliran Abdullah bin Rawahah memegang panji tersebut sambil bertempur maju, hingga ia gugur sebagai syahid.”
Sebenarnya, masih ada yang tertinggal dari sabda Rasulullah ini, yang sengaja kami simpan untuk mengisi lembaran berikut ini. Sisa yang tertinggal itu ialah:
"Kemudian panji itu pun diambil alih oleh salah satu pedang dari pedang Allah. Lalu Allah membukakan kemenangan di tangannya.” ( Shahih Al-Bukhari )
Siapakah kiranya pahlawan itu? Dialah Khalid bin Al-Walid. Sebenarnya, Khalid bin Al Walid yang segera ikut menerjunkan diri ke dalam Perang Mu'tah sesudah masuk Islam ini hanyalah prajurit biasa, di bawah tiga panglima perang yang telah diangkat oleh Rasul, yaitu Zaid, Ja'far, dan Ibnu Rawahah dan mereka bertiga telah menemui syahidnya menurut urutan tersebut di medan perang yang dahsyat itu.
Setelah tiga panglima perang tersebut gugur syahid, Tsabit bin Al Arqamz bergegas menuju bendera perang tersebut lalu membawanya dengan tangan kanannya dan mengangkatnya tinggi-tinggi di tengah-tengah pasukan Islam agar barisan mereka tidak kacau balau dan agar semangat pasukan tidak kendur. Tidak lama sesudah itu, dengan gesit ia melarikan kudanya ke arah Khalid, sembari berkata kepadanya, “Peganglah panji ini, wahai Abu Sulaiman."
Khalid merasa dirinya sebagai seorang yang baru masuk islam, tidak layak memimpin pasukan yang di dalamnya terdapat orang-orang Anshar dan Muhajirin yang telah lebih dulu masuk Islam daripada dirinya. Khalid memang memiliki karakter pribadi yang sopan, rendah hati, bijaksana, dan kelebihan-kelebihan akhlak lainnya. Ketika itu ia menjawab, “Tidak, aku tidak pantas memegang panji perang itu. Engkaulah yang berhak memegangnya karena engkau lebih tua dan telah menyertai Perang Badar."
Tsabit menjawab, “Ambillah, sebab kamu lebih tahu tentang strategi perang daripada aku, dan demi Allah aku tidak akan mengambilnya, kecuali untukmu."
Kemudian ia berseru kepada seluruh anggota pasukan Islam, "Apakah kalian bersedia bila dipimpin oleh Khalid?"
Mereka menjawab. "Ya!"
Prajurit yang jenius itu kini memegang amanah sebagai pemegang komando perang. la memegang panji perang tersebut dengan tangan kanan dan mengacungkan ke arah depan. la terlihat seperti hendak menjebol semua pintu yang terkunci selama ini dan sudah datang saatnya untuk didobrak dan diterjang melalui jalan panjang. Sejak saat itu, kepahlawanannya yang luar biasa mencapai titik puncak yang telah ditentukan Allah baginya, baik selagi Rasul masih hidup maupun sesudah beliau wafat.
Khalid memegang tampuk kepemimpinan pasukan setelah kondisi pertempuran terakhir telah memprihatinkan. Korban dari pihak kaum muslimin banyak berjatuhan, tubuh tubuh mereka berlumuran darah, sedangkan tentara Romawi dengan kuantitas yang jauh lebih besar, terus maju laksana banjir yang menyapu medan. Dalam situasi yang demikian, tidak ada Jalan dan strategi perang yang mampu mengubah pertempuran yang akan berakhir menjadi berbalik 180 derajat, yang menang jadi kalah dan yang kalah jadi menang.
Satu-satunya jalan yang dapat diharapkan dari seorang pahlawan ialah bagaimana melepaskan tentara Islam ini dari kemusnahan total, dengan menghentikan korban yang terus berjatuhan, dan keluar dengan sisa-sisa yang ada dengan selamat, mengundurkan diri secara tepat dan teratur, yang dapat menghalangi kehancuran massal di medan tempur itu. Namun, mundur dalam situasi seperti itu termasuk perkara yang mustahil. Tetapi, bila benar apa yang dikatakan orang bahwa tidak ada yang mustahil bagi hati yang pemberani, siapa lagi orang yang lebih berani hatinya daripada Khalid? Adakah orang yang kepahlawanannya lebih hebat, dan pandangannya lebih tajam daripada dirinya?
Saat itu Pedang Allah tersebut mengamati seluruh medan tempur yang luas itu dengan kedua matanya yang tajam laksana mata burung elang. Ia mengatur rencana dan langkah yang akan diambil secepat kilat. Ia membagi pasukannya ke dalam kelompok kelompok besar dalam suasana perang berkecamuk terus. Setiap kelompok diberinya tugas masing-masing.
Kemudian Khalid mempergunakan keahlian perangnya yang membawa "mukjizat", dan kecerdikan akalnya yang luar biasa, sehingga akhirnya dengan izin Allah, ia berhasil membuka jalur luas di antara barisan pasukan Romawi. Dari jalur tersebut seluruh sisa pasukan Islam dapat ke luar meloloskan diri dengan selamat. Keberhasilan ini adalah berkat kepahlawanannya, berkat keberanian disertai kecerdikan dan kecepatan bertindak tepat yang tidak dapat dilupakan dalam sejarah. Karena pertempuran inilah, Rasulullah menganugerahkan gelar “Si Pedang Allah yang selalu terhunus” kepadanya.
Dalam peristiwa lain pada saat orang-orang Quraisy menodai perjanjian damainya dengan Rasulullah, kaum muslimin di bawah pimpinan Rasul berangkat untuk membebaskan Mekkah. Di bagian sayap kanan pasukan, Rasul mengangkat Khalid bin Al-Walid sebagai pemimpinnya. Khalid memasuki Mekkah sebagai salah seorang pemimpin pasukan Islam, sesudah selama ini dataran dan gunung-gunungnya menyaksikannya sebagai pemimpin tentara paganis dan penganut syirik. Ia teringat kenangan masa kanak-kanaknya, saat ia bermain-main dengan manjanya, dan kenangan masa muda yang menghabiskan waktu hanya untuk perbuatan sia-sia. Segala kenangan masa lalu yang panjang datang kembali kepadanya, di mana usianya hilang percuma untuk pengorbanan sia-sia bagi berhala-berhala yang lemah tidak berdaya.
Sebelum penyesalannya kian parah, hatinya bangun tersadar oleh himbauan kesaksian hebat dan kebesarannya, yaitu kesaksian dari cahaya yang menerangi Mekkah. Kesaksian nyata bagaimana orang-orang lemah yang diperlakukan semena-mena, menanggung derita dan ancaman, sekarang kembali ke kampung halaman mereka dari tempat mereka diusir secara aniaya dan kejam. Mereka kembali ke sana mengendarai kuda mereka yang meringkik berdengusan serta di bawah panji-panji Islam yang berkibaran. Suara-suara yang mereka berbisik di Darul Al-Arqam dulu, sekarang berubah menjadi takbir yang bergemuruh dan menggetarkan Mekkah, disertai bahana tahlil kemenangan. Alam pun seperti ikut menyertai suasana gembira mereka, semuanya seolah-holah berhari raya.
Bagaimanakah proses keajaiban itu berlangsung? Dan ulasan apakah kiranya yang pantas untuk peristiwa agung itu? Tidak ada yang lain, kecuali yang sedang diucapkan oleh mereka yang sedang berjalan berduyun-duyun di sela-sela suara tahlil dan takbir mereka, di kala mereka berpandangan satu sama lain dengan gembira:
"(Itulah) janji AIlah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya." (Ar-Rum: 6)
Khalid mengangkat kepala serta menengadahkannya, lalu memandang penuh bangga dan ridha kepada bendera-bendera Islam yang memenuhi angkasa, seraya berkata-kepada dirinya sendiri, “Benar bahwa itu janji Allah, dan Allah tidak pernah menyalahi janji-Nya."
Kemudian la menundukkan kepala karena rasa syukur dan haru terhadap nikmat Ilahi yang telah memberinya petunjuk masuk Islam dan yang telah membuatnya menjadi salah seorang pembawa agama Islam ke Mekkah pada hari kemenangan yang besar ini; bukan dari golongan orang-orang yang masuk Islam karena pengaruh kemenangan Islam.
Khalid selalu berada di samping Rasulullah, menyerahkan semua tenaga dan kemampuannya yang luar biasa untuk berbakti kepada agama yang telah diimaninya dengan penuh keyakinan, dan yang seluruh kehidupannya didermakan untuknya.
Setelah Rasul wafat, memenuhi panggilan Allah Yang Maha Pengasih lagi Mahatinggi, Abu Bakar Ash Shiddiq memikul tanggung jawab kekhalifahan. Badai kemurtadan bertiup kencang dengan tipu dayanya, hendak menghancurkan agama yang baru dengan semboyannya yang berbisa dan propagandanya yang merusak dan membinasakan. Di awal kegemparan yang mengejutkan ini, Abu Bakar menolehkan mata dan perhatiannya yang pertama kepada seorang pejuang yang tepat, seorang laki-laki pilihan: Abu Sulaiman, si Pedang Allah, Khalid bin Al Walid.
Memang benar, bahwa Abu Bakar telah mulai memerangi kaum murtad dengan pasukan yang dipimpinnya sendiri, tetapi hal ini tidak bertentangan dengan rencananya untuk mempersiapkan Khalid untuk suatu hari yang menentukan nanti, yakni menentukan kalah menangnya dalam peperangan terbesar menghadapi orang-orang murtad itu, di mana ia merupakan bintang lapangan dan pahlawan yang ulung.
Saat golongan kaum murtad bersiap-siap melaksanakan hasil keputusan persekongkolan mereka yang besar, Khalifah Abu Bakar bertekad memimpin sendiri pasukan kaum muslimin. Para sahabat senior berusaha menghalangi maksudnya itu, tetapi sia-sia dan justru menambah kebulatan tekadnya. Maksud Khalifah Abu Bakar dengan cara ini kemungkinan untuk mewarnai pertempuran dengan corak khusus dan arti yang penting, yang dapat mendorong orang-orang untuk menyertainya. Hal ini hanya dapat dikuatkan dengan partisipasi nyata dari beliau dalam perang yang dahsyat, yakni dengan memimpinnya langsung, baik atas sebagian maupun atas seluruh kekuatan umat. Sungguh, jalannya peperangan tersebut akan menentukan timbul tenggelamnya kekuatan iman menghadapi kekuatan murtad yang sesat.
Fenomena kemurtadan yang terjadi di mana-mana secara serentak ini sangat mengkhawatirkan, walaupun pada mulanya tampak sebagai pembangkangan saja. Dalam situasi seperti ini, kabilah-kabilah yang selama ini ingin membalas dendam terhadap Islam, maupun yang selalu mengintai kelemahannya, sekarang mendapat kesempatan istimewa atau peluang baru untuk memberontak, tanpa kecuali apakah mereka kabilah Arab pedalaman maupun yang tinggal di perbatasan, di mana masih bercokol kekuasaan dan pengaruh Kerajaan Persia dan Romawi. Kerajaan kerajaan tersebut telah merasakan kebangkitan kekuatan Islam yang menjadi bahaya dan ancaman terhadap kekuasaannya. Karena itu, sebagai dalang di belakang layar, mereka dengan sengaja mengobarkan dan menyebarkan berbagai macam fitnah.
Demikianlah, api fitnah berkobar di kalangan suku-suku Asad, Ghathafan, Abas, Thayyi’ dan Dzibyan, kemudian menjalar ke kabilah-kabilah Bani Amir, Hawazin, Salim, dan Bani Tamim. Fitnah ini diawali dengan terjadinya bentrokan-bentrokan bersenjata yang kecil, yang kemudian berubah menjadi pertempuran besar yang melibatkan kekuatan pasukan sampai puluhan ribu tentara.
Persekongkolan yang mengerikan itu segera mendapat dukungan dari penduduk Bahrain, Oman, dan Muhrah. Sekarang Islam benar-benar menghadapi bahaya besar, dan api peperangan itu telah dinyalakan di sekeliling kaum muslimin. Tetapi, Allah telah menyiapkan Abu Bakar.
Beliau menyiapkan pasukan kaum muslimin dan sekaligus memimpinnya menuju kabilah-kabilah Bani Abas, Bani Muhrah, dan Dzibyan yang tampil sebagai pasukan kuat. Pertempuran pun terjadi, dan akibatnya Islam dapat mencatat kemenangan besar dan mantap. Tetapi, pasukan yang menang ini tidak sempat beristirahat lama di Madinah, karena Khalifah harus mengerahkannya lagi untuk menghadapi pertempuran berikutnya.
Berita-berita tentang pembangkangan kaum dan suku setiap saat tampaknya semakin berbahaya. Abu Bakar sendiri maju memimpin pasukan yang kedua ini, tetapi para sahabat utama tidak bisa menahan kesabaran mereka. Semuanya sepakat untuk meminta Khalifah agar tetap tinggal di Madinah.
Ali terpaksa menghadang Abu Bakar dan memegang tali kekang kuda yang sedang ditungganginya untuk mencegah keberangkatannya bersama pasukan, sembari berkata, “Hendak ke manakah engkau, wahai Khalifah Rasulullah? Kukatakan kepadamu apa yang pernah diucapkan Rasulullah pada hari Uhud, 'Simpanlah pedangmu, wahai Abu Bakar. Janganlah engkau cemaskan kami dengan dirimu.”
Di hadapan desakan dan suara bulat kaum muslimin, Khalifah terpaksa menerima untuk tinggal di Madinah. Beliau membagi tentara Islam menjadi sebelas kesatuan, masing-masing dibebani tugas tertentu, dan sebagai komandan tertinggi untuk keseluruhan kesatuan tersebut ia mengangkat Khalid bin Al-Walid. Setelah menyerahkan bendera pasukan kepada tiap-tiap komandannya, Khalifah menghadapkan wajahnya kepada Khalid, dan berkata, "Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, 'Bahwa sebaik-baik hamba Allah dan kawan sepergaulan, ialah Khalid bin Al Walid, sebilah pedang di antara pedang pedang Allah yang ditebaskan kepada orang-orang kafir dan munafik'.”
Khalid pun segera menjalankan tugasnya, berpindah-pindah bersama pasukannya dari satu pertempuran ke pertempuran yang lain; dari satu kemenangan ke kemenangan berikutnya, sampai berakhir dengan pertempuran yang menentukan, yakni di Yamamah. Bani Hanifah bersama kabilah-kabilah yang telah bergabung dengan mereka telah membangun persekutuan tentara murtad yang sangat berbahaya dan dikepalai oleh Musailamah Al-Kadzdzab. Beberapa kesatuan Islam telah mencoba kekuatan mereka, tetapi tidak berhasil.
Perintah Khalifah telah dititahkan kepada panglimanya yang beruntung itu agar berangkat kepada Bani Hanifah itu. Khalid pun bergerak maju, dan ketika Musailamah mengetahui bahwa Khalid sedang di tengah perjalanan menuju tempatnya, kembali ia memperkuat susunan pasukannya, karena ia benar-benar menganggapnya sebagai bahaya dahsyat dan musuh yang sangat kuat.
Kedua pasukan telah berhadap-hadapan dan saat Anda membaca buku-buku riwayat dan sejarah tentang jalannya pertempuran yang sengit itu, Anda pasti merasa ngeri karena Anda seolah-olah sedang menyaksikan suatu pertempuran yang menyerupai perang masa kini dalam kekerasan dan kekejamannya, sekalipun berbeda jenis senjata dan sarana perang yang dipergunakan.
Khalid mengambil posisi dengan pasukannya di dataran bukit-bukit pasir Yamamah, sedangkan Musailamah menghadapinya dengan segala kecongkakan dan kedurjanaannya bersama barisan tentaranya yang banyak seakan-akan tidak habis habisnya. Khalid segera menyerahkan panji-panji perang kepada setiap komandan pasukannya. Kedua pihak itu pun saling serang dan bertempur rapat. Perang berkecamuk tiada hentinya, korban dari pihak kaum muslimin susul menyusul berguguran laksana bunga-bunga di taman yang berjatuhan ditiup angin topan.
Khalid telah melihat keunggulan musuh, ia lalu memacu kudanya ke suatu tanah tinggi yang terdekat, pandangannya yang diliputi ketajaman dan kecerdasan dengan cepat mengamati seluruh medan tempur. Secepat itu pula ia dapat menangkap dan menyimpulkan titik-titik kelemahan pasukannya.
Ia dapat merasakan tanggung jawab yang melemah di kalangan prajuritnya di bawah serbuan-serbuan mendadak yang dilakukan pasukan Musailamah. Secepat kilat ia mengambil keputusan untuk memperkuat semangat tempur kaum muslimin dan tanggung jawab mereka setinggi mungkin. Ia memanggil semua komandan baris depan dan sayap, menertibkan posisi masing-masing di medan tempur, dan kemudian berteriak dengan suaranya yang mengesankan kemenangan, “Tunjukkanlah kelebihanmu masing masing. Hari ini kita akan melihat jasa setiap suku."
Setiap suku tampil dengan kelebihannya masing-masing. Orang-orang Muhajirin maju dengan panji-panji perang mereka dan orang-orang Anshar pun maju di bawah panji-panji mereka. Seterusnya tiap kelompok suku dengan panji-panji tersendiri. Demikianlah, hingga jelas nanti, dari mana datangnya kekalahan itu. Semangat juang menyala dalam jiwa, penuh dengan kebulatan tekad dan mengejutkan musuh.
Khalid tidak henti-hentinya menggemakan tahlil dan takbir atau mengeluarkan perintah yang menentukan, sehingga pedang-pedang pasukannya berubah bagai maut yang tidak dapat ditolak kehendaknya, dan tidak dapat diubah tujuannya. Dalam waktu yang singkat, berubahlah arah pertempuran. Prajurit-prajurit Musailamah mulai roboh berjatuhan, dari puluhan hingga ratusan kemudian ribuan, laksana lalat-lalat yang menggelepar.
Khalid telah menyalakan semangat keberaniannya seperti aliran listrik kepada setiap prajuritnya. Jiwanya telah menempati setiap prajurit pasukannya dan itulah salah satu keistimewaannya yang menakjubkan. Demikianlah jalan pertempuran yang paling menegangkan dan menyetarakan melawan orang-orang murtad itu. Musailamah tewas dan mayat-mayat anak buah dan para prajuritnya bergelimpangan memenuhi seluruh medan perang, dan di tempat itulah bendera-bendera yang menyerukan kebohongan dan kepalsuan dikubur selama-lamanya.
Di Madinah Khalifah Abu Bakar shalat syukur kepada Dzat Yang Maha-agung dan Mahatinggi karena dikaruniai kemenangan tersebut dan pahlawan perkasa ini.
Khalifah Abu Bakar dengan kecerdasan dan ketajaman pandangannya telah mengetahui kekuatan-kekuatan jahat yang masih bercokol di sekitar negerinya yang merupakan bahaya besar yang mengancam kelangsungan hidup islam dan pemeluknya, yaitu Persia di Iraq dan Romawi di Syria. Kekaisaran yang sudah tua dan lemah ini selalu mengintai kelemahan umat Islam dan menjadi pusat penyebar kekacauan. Keduanya saling berhubungan meski dengan ikatan yang lapuk dari kejayaan mereka pada masa lampau. Mereka memeras dan menyiksa rakyat Iraq dan Syria, serta merendahkan martabat mereka, bahkan mengerahkan rakyat yang sebagian besar di antaranya adalah orang-orang Arab untuk memerangi kaum muslimin.
Dengan panji-panji agama baru, kaum muslimin bermaksud meruntuhkan benteng-benteng peradaban kuno serta mengikis habis segala bentuk kejahatan dan kekejamannya. Ketika itulah, Khalifah Abu Bakar yang agung dan diberkahi menjatuhkan pilihannya kepada Khalid untuk berangkat dengan pasukannya menuju Iraq. Pahlawan ini segera menjalankan titah dan berangkat ke Iraq.
Sayang lembaran ini tidak cukup untuk menuliskan setiap kemenangan pasukannya di segala tempat. Andainya cukup, tentulah akan kita lihat hal-hal yang sangat mengagumkan. Ia memulai operasi militernya di Iraq dengan mengirim surat ke seluruh pembesar Kisra dan gubemur-gubernurnya di semua wilayah Iraq dan kota kotanya, sebagai berikut:
"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Dari Khalid bin Al-Walid kepada pembesar-pembesar Persia. Keselamatan bagi siapa yang mengikuti petunjuk. Amma ba'du.
Segala puji bagi Allah yang telah memporak-porandakan kaki tangan, dan merenggut kerajaan, serta melemahkan tipu muslihat kalian. Siapa yang shalat seperti shalat kami, dan menghadap kiblat kami, dan memakan sembelihan kami, ia menjadi seorang muslim. Ia akan mendapat hak seperti hak yang kami dapatkan, dan ia berkewajiban seperti kewajiban kami. Bila telah sampai kepada kalian suratku ini, hendaklah kalian kirimkan kepadaku jaminan, dan terimalah perlindungan dariku. Jika tidak, demi Allah yang tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Dia, aku akan mengirimkan kepada kalian satu kaum berani mati, padahal kalian masih sangat mencintai hidup."
Para mata-mata yang disebarkannya ke seluruh penjuru datang menyampaikan berita tentang keberangkatan pasukan besar yang dipersiapkan oleh panglima-panglima Persia di Iraq.
Khalid tidak membuang-buang waktu, dengan cepat ia pergi mempersiapkan pasukannya untuk menumpas kebatilan, sedangkan jarak perjalanan dapat ditempuhnya dalam waktu singkat. Kemenangan demi kemenangan dicapai oleh pasukan ekspedisinya, sejak dari Ubullah ke Sadir, disusul oleh Najaf, lalu Hirah, kemudian Al-Anbar sampai ke Kazhimiah. Di setiap tempat ia disambut oleh wajah berseri karena gembira. Bendera dan panji-panji Islam pun naik, dibawahnya berlindung orang lemah yang tertindas penjajah Persia.
Rakyat yang lemah dan terjajah selama ini mengalami derita perbudakan dan penyiksaan dari orang Persia. Bandingkanlah itu dengan peringatan keras dari Khalid kepada seluruh anggota pasukannya setiap kali akan berangkat, "Janganlah kalian menyakiti para petani. Biarkanlah mereka bekerja dengan aman, kecuali bila di antara mereka ada yang hendak menyerang kalian. Perangilah orang yang memerangi kalian!"
Ia meneruskan perjalanannya dengan pasukannya yang telah memenangkan peperangan seperti mata pisau tajam mengiris permukaan susu yang membeku, hingga sampailah ia ke perbatasan negeri Syam.
Ketika itu berkumandanglah suara takbir dari muazin disertai takbir orang yang menang perang. Menurut Anda, apakah orang-orang Romawi mendengarnya di Syam? Apakah mereka menyadari bahwa takbir ini merupakan bunyi lonceng kematian dan akhir dunia kekejaman? Benar, mereka telah mendengarnya. Mereka kaget dan merasa ciut. Mereka telah memutuskan dengan membabi buta untuk terjun ke medan perang, disebabkan rasa putus asa dan sia-sia.
Kemenangan yang diperoleh orang-orang Islam di Iraq dari orang Persia menimbulkan harapan diperolehnya kemenangan yang sama dari orang Romawi di Syria. Abu Bakar Ash-Shiddiq mengerahkan sejumlah pasukan dan untuk mengepalainya dipilihnya dari kelompok panglima-panglima mahir, seperti Abu Ubaidah bin Al Jarrah, dan Amr bin Al-Ash, Yazid bin Abu Sufyan, kemudian Mu'awiyah bin Abu Sufyan.
Ketika berita gerakan tentara ini sampai ke pendengaran Kaisar Romawi, ia menitahkan kepada para menteri dan jenderalnya agar berdamai saja dengan kaum muslimin dan tidak melibatkan diri dalam peperangan yang hanya akan menimbulkan kerugian.Tetapi, para menteri dan jenderalnya dengan gigih bersikeras hendak meneruskan perang sambil berkata, "Demi Tuhan, kita akan membuat Abu Bakar kewalahan, sehingga ia tidak mampu mendatangkan pasukan berkudanya ke negeri kita.”
Mereka menyiapkan tidak kurang dari 240 ribu tentara untuk peperangan ini. Pemimpin-pemimpin pasukan tentara lslam mengirimkan gambaran tentang situasi gawat ini kepada Khalifah. Karenanya Abu Bakar berkata, "Demi Allah, semua kekhawatiran dan keraguan mereka akan kusembuhkan dengan kedatangan Khalid!"
Kekhawatiran yang dimaksud adalah kesewenang-wenangan, permusuhan, dan kesyirikan. Kesembuhan dari kekhawatiran itu ialah perintah berangkat ke Syam dari Khalifah kepada Khalid untuk mengepalai seluruh pasukan Islam yang sudah mendahuluinya berada di sana. Dan alangkah cepatnya Khalid mematuhi perintah itu. Ia segera menyerahkan pimpinan di Iraq kepada Mutsanna bin Haritsah, dan dengan cepatnya ia berangkat bersama prajurit prajurit pilihannya, hingga sampai ke tempat kaum muslimin di negeri Syam. Dengan keahliannya yang luar biasa, dalam waktu singkat ia menyusun pasukan Islam dengan menertibkan posisinya.
Di medan perang dan sebelum pertempuran dimulai, ia berdiri di tengah-tengah prajurit Islam untuk berpidato. Ia berkata, sesudah memuji Allah dan bersyukur kepadaNya, “Hari ini adalah hari-hari Allah. Tidak pantas kita di sini berbangga-bangga dan berbuat durhaka. Ikhlaskanlah jihad kalian, dan harapkan ridha Allah dengan amal kalian! Mari kita bergantian memegang pimpinan. Hari ini salah seorang memegang pimpinan, besok yang lain, lusa yang lain lagi, sehingga seluruhnya mendapat kesempatan memimpin."
Bersambung
No comments:
Post a Comment