Terima kasih Semoga bermanfaat Dan menjadi ladang pahala
Khalid bin Sa'id bin Al-Ash dilahirkan dari rumah yang penuh dengan kenikmatan hidup dan bangga dengan kehormatan. Di kalangan orang-orang Quraisy, ayahnya merupakan tokoh papan atas dan pemimpin mereka. Bila Anda sekalian ingin nasab lebih lengkap, katakanlah, “Bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf."
Ketika berkas cahaya mulai merayap ke setiap penjuru Mekkah secara diam-diam, membisikkan bahwa Muhammad Al-Amin memberitakan wahyu yang datang kepadanya di gua Hira', dan tentang risalah yang diterimanya dari Allah untuk disampaikan kepada hamba-hamba-Nya, hati Khalid dapat menangkap cahaya yang berbisik itu dan mengakui kebenarannya.
Jiwanya terbang oleh kegembiraan seolah-olah antara dia dan risalah itu sudah ada janji sebelumnya. Ia mulai mengikuti berkas cahaya itu dalam segala liku-likunya. Setiap kali mendengarkan sejumlah orang dari kaumnya memperbincangkan agama baru itu, ia pun ikut duduk bersama mereka dan memasang telinga sebaik-baiknya disertai perasaan suka cita yang dipendam. Dari waktu ke waktu ia seolah-olah dipompa dengan kata-kata atau kalimat-kalimat mengenai peristiwa itu, yang mendorongnya untuk menyebarkan beritanya, mempengaruhi orang lain, dan mengajari mereka.
Orang-orang memandang Khalid ketika itu sebagai seorang pemuda yang berkarakter tenang, cerdas, dan tidak suka banyak bicara. Tetapi, sebenarnya di dalam lubuk hatinya ada gerakan dan kegembiraan yang menggelora. Batinnya menyimpan gendang yang ditabuh, panji-panji yang dinaikkan, terompet yang ditiup, doa-doa yang dipanjatkan, serta puji-pujian yang menyucikan Rabb nya. Pesta dengan segala keindahannya, dengan semua kemegahan, luapan semangat, dan euforia kegembiraan bercampur menjadi satu dalam hatinya.
Pemuda ini menyimpan kegembiraan ini di dalam dadanya dan ditutupnya rapat rapat, karena bila ayahnya mengetahui bahwa batinnya sedang menyimpan semua gelora dan gejolak ketertarikan terhadap dakwah Muhammad, niscaya hidupnya akan dibinasakan dan dikorbankan untuk tuhan-tuhan pujaan keturunan Abdu Manaf. Tetapi, kesadaran batin seseorang bila telah penuh sesak dengan suatu masalah, dan meluap sampai ke permukaan, luapannya tidak akan dapat dibendung lagi.
Suatu hari --tetapi tidak bisa dikatakan siang hari karena matahari belum terbit-- saat Khalid yang sedang tidur, ia terbangun oleh mimpi yang membuat hati gelisah dan jiwa resah. Jadi, kita katakan suatu malam Khalid bin Sa'id bermimpi bahwa ia berdiri di bibir nyala api yang besar, sedangkan ayahnya hendak mendorongnya dari belakang dengan kedua tangannya ke arah api itu, bahkan ia hendak melemparkan ke dalamnya. Kemudian ia melihat Rasulullah datang ke arahnya, lalu menariknya dari belakang dengan tangan kanannya yang penuh berkah hingga terhindar ia dari jilatan api.
Ia terbangun dari tidurnya dengan memperoleh bekal untuk berjuang menghadapi masa depannya. Ia segera pergi ke rumah Abu Bakar lalu menceritakan mimpinya itu. Mimpi seperti itu sebetulnya tidak memerlukan penafsiran lagi. Abu Bakar berkata kepadanya, “Hanya kebaikan yang kuinginkan padamu. Dialah Rasulullah. Ikutilah dia, karena Islam akan menyelamatkanmu dari api neraka."
Khalid bergegas pergi untuk mencari Rasulullah sampai mendapatkan petunjuk ke tempat beliau, dan berhasil menjumpai beliau.
Ia bertanya kepada Nabi tentang dakwah beliau. Beliau pun menjawab, "Berimanlah kepada Allah Yang Maha Esa, dan jangan menyekutukanNya dengan suatu pun. Berimanlah kepada Muhammad, hamba dan utusanNya. Tinggalkanlah penyembahan berhala yang tidak dapat mendengar dan tidak dapat melihat, tidak memberi madharat dan tidak pula manfaat."
Khalid lalu mengulurkan tangannya yang disambut oleh tangan kanan Rasulullah dengan penuh kehangatan. Khalid mengucapkan, "Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah dan aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah."
Dengan demikian terlepaslah sudah gejolak dan kegundahan hatinya. Semua gejolak dalam batinnya kini telah lepas. Berita keislamannya pun tercium oleh pendengaran ayahnya.
Pada waktu Khalid memeluk Islam, belum ada orang yang mendahuluinya masuk itu kecuali empat atau lima orang, sehingga bisa dikatakan ia termasuk dalam lima orang angkatan pertama pemeluk Islam. Ketika salah seorang di antara putra Sa'id bin Al-Ash menjadi orang yang bersegera menyambut seruan Islam, peristiwa ini bagi Sa'id merupakan "ulah" yang akan mengantarkannya kepada penghinaan dan ejekan bangsa Quraisy, dan akan mengguncangkan kedudukannya sebagai pemimpin. Karena itu, ia memanggil Khalid dan menanyakan kepadanya, “Benarkah engkau telah mengikuti Muhammad dan membiarkannya mencaci tuhan-tuhan kami?"
Khalid menjawab, “Demi Allah, ia seorang yang benar, dan aku telah beriman kepadanya dan mengikutinya."
Seketika itu juga, ayahnya memukulinya, kemudian mengurungnya di dalam kamar gelap di rumahnya, lalu membiarkannya dalam kurungan itu menderita lapar dan dahaga. Khalid berteriak dengan suara keras dari balik pintu yang terkunci agar keluarganya mendengar, “Demi Allah, ia benar dan aku beriman kepadanya!"
Sa'id berpikir bahwa siksa yang ditimpakan kepada anaknya itu belum cukup membuatnya jera. Karena itu, ia membawa anaknya ke padang pasir Mekkah yang sangat panas, lalu menjepit tubuhnya di antara batu-batu yang besar dan panas membakar selama tiga hari, tanpa perlindungan apa pun dari terik matahari, bahkan setetes air pun yang membasahi bibirnya.
Namun, akhirnya sang ayah putus asa oleh ketabahan anaknya, sehingga ia pun membawanya pulang ke rumah. Tetapi, ia tetap berusaha "menyadarkan" anaknya itu dengan berbagai cara, baik dengan membujuk, mengancam, memberi janji kesenangan, maupun menakut nakutinya dengan siksaan. Tetapi, Khalid tetap berpegang teguh kepada kebenaran. Ia berkata kepada ayahnya, “Aku tidak akan meninggalkan Islam karena alasan apapun, aku akan hidup dan mati bersamanya."
Sa'id pun membentak keras, “Kalau begitu, enyahlah engkau dari hadapanku, anak kurang ajar. Demi Lata, aku tidak akan pernah memberimu makan lagi."
Khalid hanya bisa menjawab, “Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki."
Khalid akhirnya meninggalkan rumah yang penuh dengan segala kemewahan makanan, pakaian dan kenyamanan itu, untuk memasuki keadaan yang serba kurang dan rintangan. Tetapi, apa yang harus ditakutkan? Bukankah keimanan masih bersamanya? Bukankah ia selalu terlindungi oleh kepemimpinan hati nuraninya dengan segala haknya untuk menentukan nasib dirinya? Bila demikian, apa artinya lapar, rintangan, dan siksaan?
Bila orang telah menemukan dirinya berada bersama kebenaran agung seperti kebenaran yang diserukan oleh Muhammad utusan Allah, apakah masih ada yang tersisa di dunia ini barang berharga yang belum dimilikinya. sedangkan semuanya itu Allah yang memiliki dan memberikannya? Demikianlah, Khalid melalui bermacam derita dengan pengorbanan dan mengatasi segala halangan dengan keimanan.
Ketika Rasulullah memerintahkan para sahabatnya yang telah beriman agar melakukan hijrah yang kedua ke Habasyah. Khalid termasuk salah seorang anggota rombongan. Ia berdiam di sana beberapa lama, kemudian kembali bersama rekan-rekannya ke kampung halaman pada tahun yang ketujuh. Mereka mendapati kaum muslimin telah menyelesaikan rencana mereka membebaskan Khaibar.
Khalid bermukim di Madinah, di tengah tengah masyarakat Muslim yang baru, di mana ia merupakan satu di antara lima orang yang pertama mengakui kelahiran Islam dan ikut membina bangunannya. Setiap Nabi berperang ataupun dalam peperangan lain, Khalid bin Sa'id selalu berada dalam barisan pertama. Karena kepeloporannya dalam Islam ini serta keteguhan hatinya dan kesetiaannya, ia menjadi tumpuan kasih sayang dan penghormatan. la memegang teguh prinsip dan pendiriannya, dan tidak ingin menodai atau menjadikannya sebagai barang dagangan.
Sebelum Rasul wafat, beliau mengangkatnya sebagai pemimpin di Yaman. Ketika ia mendengar berita pengangkatan dan pengukuhan Abu Bakar menjadi khalifah, ia meninggalkan jabatannya dan kembali ke Madinah. Ia benar-benar mengenali kelebihan Abu Bakar yang tidak dapat ditandingi oleh siapa pun. Hanya saja, ia melihat bahwa yang paling berhak menjadi khalifah di antara kaum muslimin adalah salah seorang dari keturunan Hasyim, misalnya Abbas atau Ali bin Abu Thalib.
Ia telah mantap dengan pendiriannya ini, sehingga tidak berbaiat kepada Abu Bakar. Namun, Abu Bakar tetap mencintai dan menghargainya. Ia tidak memaksanya untuk membaiat dirinya dan juga tidak membencinya karena tidak mau berbaiat. Setiap disebut namanya di kalangan kaum muslimin, khalifah besar itu tetap menghargai dan memujinya, suatu hal yang memang menjadi hak dan miliknya.
Namun, kemudian kemantapan hati Khalid bin Sa'id ini berubah. Suatu hari ia tiba-tiba saja menerobos barisan kaum muslimin di masjid, menuju ke arah Bakar yangsedang berada di atas mimbar, dan selanjutnya ia membaiatnya dengan ketulusan dan kepercayaan.
Abu Bakar memberangkatkan pasukannya ke Syria, dan menyerahkan panji perang kepada Khalid bin Sa'id, sehingga ia menjadi salah seorang komandan pasukan. Tetapi, sebelum tentara itu bergerak meninggalkan Madinah, Umar menentang pengangkatan Khalid bin Sa'id, dan menyampaikan usulan kepada khalifah dengan gigih sehingga akhirnya Abu Bakar mengubah keputusannya tentang pengangkatan Khalid.
Berita itu pun terdengar oleh Khalid, namun ia hanya menanggapi dengan ungkapan, “Demi Allah, pengangkatan kalian tidaklah menggembirakan diri kami dan pencopotan kalian bukanlah keburukan bagi kami."
Abu Bakar Ash-Shiddiq meringankan langkah ke rumah Khalid untuk meminta maaf kepadanya dan menjelaskan pendiriannya yang baru. Ia juga menanyakan kepadanya, ia akan bergabung dengan komandan perang yang mana, apakah kepada Amr bin Al-Ash yang merupakan keponakannya sendiri atau kepada Syurahbil bin Hasanah. Khalid pun memberikan jawaban yang menunjukkan kebesaran jiwa dan ketakwaannya. Ia berkata, "Keponakanku lebih aku sukai karena ia kerabatku, tetapi Syurahbil lebih aku cintai karena agamanya." Kemudian ia memilih untuk menjadi prajurit biasa dalam kesatuan Syurahbil bin Hasanah.
Sebelum pasukan bergerak maju, Abu Bakar meminta Syurahbil menghadap kepadanya. Abu Bakar berkata kepadanya. "Perhatikanlah Khalid bin Sa'id. Berikanlah haknya yang mesti engkau tunaikan. sebagaimana engkau ingin mendapatkan apa yang menjadi hakmu yang harus ditunaikannya. Seandainya engkau berada dalam posisinya, dan ia berada di posisimu, engkau pasti tahu kedudukannya dalam Islam.
Engkau juga tahu bahwa ketika Rasulullah wafat, ia adalah salah seorang dari gubernurnya. Sebenarnya aku pun telah mengangkatnya sebagai panglima, tetapi kemudian aku berubah pendirian. Semoga itulah yang terbaik baginya dalam agamanya, karena aku tidak pernah iri hati kepada seseorang dengan kepemimpinan.
Aku juga telah memberi kebebasan kepadanya untuk memilih di antara pemimpin pemimpin pasukan siapa yang disukainya untuk menjadi atasannya, maka ia lebih menyukaimu daripada keponakannya sendiri. Bila engkau menghadapi suatu persoalan yang membutuhkan nasihat dan buah pikiran orang yang bertakwa dan penasihat, hendaknya orang pertama yang engkau dekati adalah Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, lalu Mu'adz bin Jabal, dan hendaknya Khalid bin Sa'id sebagai orang ketiga. Dengan demikian, engkau akan mendapatkan nasihat dan kebaikan. Jauhilah sikap mementingkan pendapat sendiri dengan mengabaikan mereka atau menyembunyikan sesuatu dari mereka."
Di medan pertempuran Maraj Ash-Shafar di daerah Syam yang terjadi dengan dahsyatnya antara kaum muslimin dan orang-orang Romawi, di antara orang-orang yang pertama yang telah disediakan pahala mereka di sisi Allah, terdapat seorang yang gugur syahid mulia. Jalan hidupnya sejak masa remaja hingga gugur syahid telah dijalani dengan kejujuran, keimanan, dan keberanian. Kaum muslimin menemukannya saat mereka sedang mengidentitikasi para syuhada di medan pertempuran, dalam keadaan yang memang selalu melekat padanya; tenang, pendiam, dan teguh pendirian. Mereka mengucapkan, "Ya Allah, ridhailah Khalid bin Sa’id." []
No comments:
Post a Comment