oleh : Kholilur Rohman
Perbedaan hitungan zakat hampir selalu terjadi menjelang idul fitri. Disini saya
akan coret-coret tulisan mengenai hal tersebut yang saya ringkas dari
risalah Ma'had Aly M1 sekitar 6 tahun lalu.
Zakat Fitrah mulai
diwajibkan pada bulan ramadlan tahun ke-2 hijriyah. Adapun kuantitas
benda yang wajib dibayarkan dengan ukuran satu sha'. Ini sesuai dengan
hadits Nabi Muhammad:
"Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu
bahwa Rasulullah Saw mewajibkan zakat fitrah sebesar satu sho' kurma
atau satu sho' sya'ir atas seorang hamba, orang merdeka, laki-laki dan
perempuan, besar kecil dari orang-orang islam; dan beliau memerintahkan
agar dikeluarkan sebelum orang-orang keluar menunaikan sholat." (H.R.
Muttafaq Alaih)
Satu sha' sama dengan empat mud. Mud sendiri
adalah satuan takaran yang sudah dikenal pada zaman Romawi dan dikenal
dengan nama modius dengan volume sekitar 8,656 lt. Di Mesir ada juga mud
yang volumenya sekitar 6,521 lt.
Hubungan niaga Arab dan Romawi
sudah terjalin sejak lama. Lewat kafilah dagang arab, satuan mud ini
menyebar dan banyak dipakai orang Arab. Kemudian Mud ini menjadi satuan
Arab yang khas dan memiliki volume berbeda-beda di tiap daerah. Standar
ukuran mud arab adalah besar cakupan penuh dua telapak tangan ukuran
normal yang digabungkan.[1] Ulama sepakat bahwa satu mud sama dengan
sho' atau satu sho' sama dengan 4 mud.
Tetapi, kenapa ulama masih berbeda menentukan ukuran mud dan sho'?
Sejatinya
perbedaan ulama bukanlah mengenai sho' dan mud itu sendiri, akan tetapi
dari bagian-bagian yang menyusunnya. Di sini ada dua kubu yang
berselisih. Pendapat pertama: Abu Hanifah, pengikutnya dan mazhab Irak
mengatakan bahwa satu sho' terdiri dari 8 rithl dan mud 2 rithl. Sho'
ini dikenal dengan sho' Irak atau dikenal juga dengan sho' Hajjaji atau
Qafiz Hajjaji. Sho' ini dianggap sho' yang berasal dari Umar bin
Khottob, kemudian Al-Hajjaj memplubikasikan dan mengukuhkan sho'
tersebut saat hilang dari peredaran.[2] [penjelasan mengenai argumentasi
Abu Hanifah dan Madzhabnya akan saya jelaskan di potingkan selanjutnya]
Pendapat
kedua: imam Syafi'i, imam Malik, imam Hambali, dua murid Abu Hanifah
Muhammad dan Abu Yusuf. Menurut mereka, satu sho' adalah 5 1/3 dan satu
mud adalah 1 1/3 rithl.[3] Sho' ini dikenal dengan Sho' Madinah atau
juga bisa disebut dengan sho' Hijazi (karena berada di Hijaz). Kedua
murid Abu Hanifah, Muhammad dan Abu Yusuf tidak mengikuti pendapat
gurunya Abu Hanifah setelah Abu Yusuf haji ke Mekkah dan melihat sendiri
mud yang benar-benar turun-temurun dari Nabi Muhammad Saw.
Terus sho' mana yang bisa digunakan?
Nabi Muhammad bersabda
(standar) Takaran adalah takaran penduduk Madinah. (Standar) Timbangan adalah timbangan penduduk Mekkah.
Kenapa
ada takaran penduduk Madinah? Karena ada mud lain yang volumenya 2
sho' atau 2 kali lebih besar dari mud syar'i yang menurut Ibnu Abidin
dinamakan mud syami.[4] Hadis itu pula sebagai hujjah pendapat jumhur
bahwa yang digunakan sebagai standar mud atau sho' adalah yang digunakan
oleh penduduk Madinah, bukan penduduk Irak.
Jika satu sho' adalah 5 1/3 dan satu mud adalah 1 1/3 rithl, berapakah beratnya jika dikonversi ke satuan kilogram?
perlu
diketahui, mud dan sho' adalah satuan volume atau isi bukan satuan
berat. Satuan isi itu kayak liter, milliliter dst., Sedangkan satuan
berat itu kilogram, gram dst. Jadi, jika ditanya berapa ukuran satu mud
atau sha'? jawabannya adalah .... liter, bukan gram atau kilogram. Namun
kenapa untuk sekarang satu mud dan sho' itu malah dihitung dengan ons
atau kilogram?
Ceritanya begini. Zaman dahulu kala, belum ada
satuan unit volume yang standar seperti sekarang, yang ada hanya satuan
isi sho', mud, kirbah, dll. Agar bisa dibuat patokan standar, akhirnya
satuan volume itu dikonversi ke satuan berat.
Dengan menggunakan apa medianya?
Dengan
menggunakan biji-bijian. Dipilih biji-biji yang kecil dan tidak
menghabiskan tempat agar bisa ditemukan berat sama antar tempat dan
tidak selisih jauh. Biji yang digunakan adalah biji adas, jelai (syair),
jagung dan gandum. Beras atau padi tidak digunakan untuk media
pengukuran tadi pada waktu itu. Setelah diisi biji, berat satu mud
adalah 1 1/3 rithl.
Satu rithl itu berapa gram?
382,5 gr. Kok bisa
dapat berat segitu?
ceritanya panjang banget.
Singkat cerita, 1 rithl
itu beratnya 128 4/7 dirham.
Dirham itu koin perak yang beratnya dibuat
sama semua, yaitu 2,975 gram.
Untuk mengetahui satu rithl, 128 dirham x
2,975 gr = 382,5 gr.
Hasilnya adalah satu mud, 1x 382.5 = 510 gr.
Berarti, 1 sha' (empat kali berat satu mud) adalah 510 gr x 4 = 2,040 gr
Lo kok berat satu sha' ringan?
Hanya 2,040 gr, padahal yang zakat fitrah yang dibayarkan orang-orang biasanya 2.500 gr?
Ini ceritanya belum selesai, masih setengah jalan dan masih menyisakan banyak problem.
Ulama-ulama
fikih dalam menentukan satu sha' adalah dengan menggunakan satuan
berat. Sebagaimana disebutkan dalam kitab fathul qorib berat satu sho'
adalah
"Ukuran satu sho' (dengan satuan berat) adalah 5 1/3 rithl Irak."
Rithl
Irak adalah unit terkenal dalam penentuan standar satuan berat syar'i.
Pada masa itu ada empat rithl yang terkenal, yaitu rithl Mekkah,
Madinah, Damaskus, dan Irak dan belasan rithl lain yang berbeda ukuran.
Ditentukanlah rithl irak sebagai standar dan ukurannya 382,5 gr.
Saya
ulangi lagi, mud dan sha' adalah satuan isi. Satu liter beras beda
dengan satu liter gula, jagung, kacang, dll. Kenapa beratnya beda?
Karena massa benda biji beras dan kepadatannya di wadah berbeda dengan
biji-biji lainnya. Untuk itu, masa biji adas dan jelai (syair) berbeda
dengan masa beras. Nabi menyeru untuk menunaikan zakat dengan sho' baik
itu kurma yang bentuknya besar atau jelai yang bentuknya kecil.
Satu sho' kurma dengan biji jelai tentu beda. Satu sho' biji kurma beratnya bisa 2 kg saja.
Imam
An-Nawawi mengutip pendapat ad-Darimi dalam al-Majmu'nya menyatakan,
kewajiban membayar zakat fitrah itu harus menggunakan sha' Nabi. Ukuran
zakat fitrah 2,040 kg hanya berlaku pada biji adas, gandum, dan jelai,
tidak berlaku pada jenis biji lain. Apabila tidak menemukan sha' Nabi di
daerah tersebut, ia harus memperkirakan bahwa zakat yang dibayarkan
tidak kurang dari ukuran satu sha' dengan hati-hati.
----------------------------------
Bagaimana cara memperkirakan zakat fitrah dengan menggunakan beras sesuai dengan sho' Nabi?
Para ulama menggunaka tiga metode untuk mengetahui volume sho' Nabi.
Pertama: Wadah mud warisan dari Nabi Muhammad Saw.
Wadah
satu sho' atau mud itu sampai sekarang masih ada dan ukurannya diwarisi
secara turun temurun dan dibuktikan keotentikannya dengan sanad serta
disaksikan oleh pemberi sanad. Mayoritas wadah yang dipakai adalah
wadah mud yang diwariskan ukurannya dari generasi ke generasi yang
sanadnya sampai kepada Zaid bin Tsabit, sang pencatat wahyu. Mud
tersebut digunakan untuk membayar zakat fitrah kepada Nabi Muhammad.
Sekalipun
jauh terpaut, mud dan sho' ini tetap dipakai karena mereka yakin bahwa
doa Nabi akan keberkahan sho' dan mud terus melimpah. Keberkahan ini
dianggap sebagai alasan bahwa sho' dan mud tidak akan berubah ukurannya
dari zaman ke zaman. Namun fakta mengatakan, ukuran sho' dari tiap sanad
berbeda-beda.
Beberapa ukuran mud dari para masyayikh dan ukurannya.
- 748 ml (1 sho' = 2992 ml)
- 786 ml (1 sho' = 3144 ml)
- 760 ml (1 sho' = 3040 ml)
- 788 ml (1 sho' = 3152 ml)
- 789 ml (1 sho' = 3156 ml)
- 790 ml (1 sho' = 3160 ml)
- 755 ml (1 sho' = 3020 ml)
Ukuran di atas adalah sanad mud yang bersambung kepada sahabat Zaid bin Tsabit
Selain
mud yang bersambung kepada sahabat Zaid bin Tsabit, salah satu museum
menyimpan mud yang diperkirakan sudah ada pada abad 8 hijriyah. Mud ini
bertuliskan mud Raja Marinid Abu Hasan yang dibuat di Algeria pada tahun
731 -749 H / 1331-1348 M. Terbuat dari kuningan dan ornamen pahat
dengan mulut mud yang lebih kecil dari alas mud. Tinggi 10 cm, diameter
alas bawah 11.6 cm, dan diameter mulut 8.1 cm. Volume dari wadah ini
kurang lebih 770 ml. (1 sho' = 3080 ml)
Sedangkan wadah kedua ini
adalah mud yang ditemukan di Fez Maroko. Dibuat sekitar tahun 1866-1867
M. Terbuat dari tembaga campuran dan dihiasi dengan dekorasi pahat.
Tingginya 11.5 cm, diameter mulut 10.5 cm dan diameter alas 8.5 cm.[5]
Volume dari sho' ini sekitar 818 ml. (1 sho' =3272 ml). Ada juga sho'
lain yang tidak diketahu sanadnya yang volumenya 3.010 ml.
Kedua: menggunakan dua telapak tangan
Cara
yang kedua untuk menentukan ukuran mud adalah dengan menggunakan
cakupan dua telapak tangan laki-laki yang memiliki ukuran tangan yang
sedang, kedua tangan dipenuhi oleh biji-bijian tanpa diratakan, dan
kedua tangan benar-benar melebar tidak menggengam. Peneliti Kholid bin
Sad' bin Muhammad as-Sarhid menguji empat puluh orang yang sedang
posturnya. Rata-rata dari pengujian tersebut satu mud sekitar 628
mililiter (1 sho' = 2,512 lt). Metode ini juga dipakai sebagian ulama
kontemporer dalam menentukan satu sho'.
Ketiga: menggunakan biji gandum dan jelai
Peneliti
Kholid bin Sad' bin Muhammad as-Sarhid menkonversi satuan berat mud ke
satuan isi dengan menggunakan biji gandum yang beratnya 2035 gr. Gandum
yang digunakan ada yang berat, sedang dan ringan. Biji yang dipakai
adalah gandum yang sedang dan dipupuk dengan pupuk organic, bukan pupuk
kimiawi agar bisa sama dengan kualitas dan kuantitas gandum masa dahulu.
Setelah diukur, volume dari berat gandum 2035 gr adalah 2430 ml / 2,430
lt.
Fatwa Uni Emirat Arab mengatakan bahwa satu mud 625 ml (1
sha' = 2,500 lt). Peneliti menggunakan biji jelai sebagai media
pengukuran yang beratnya 510 gr.[6]
Dr.
Muhammad Ahmad Ismail al-Khoruf juga menggunakan media gandum untuk
mengukur satu mud dan ditemukan volume satu mud, 688 ml (1 sha' = 2,752
ml)[7] Namun ia mengatakan bahwa satu sha' dengan gandum beratnya 2. 173
gr, bukan 2.035 gr sebagaimana pendapat Kholid bin Sad' bin Muhammad
as-Sarhid, atau selisih 102 gr.
Hasil penentuan tiga metode
penentuan ukuran sho' tidak semua sama. Metode pertama atau dengan
menggunakan sho' atau mud yang berasal dari Zaid bin Tsabit selisih jauh
dengan metode kedua dan ketiga dan menimbulkan kecurigaan.
Metode
pertama, volume paling kecil dari semua sanad 2,992 lt. Metode kedua
dan ketiga rata-rata volumenya 2,4 -2,5 liter. Apakah mud yang diwarisi
ini masih sesuai dengan kondisi mud pada masa generasi awal? kecurigaan
ini masuk akal karena mud ini telah diwariskan kepada lebih dari puluhan
generasi. Dan mungkin terjadi perubahan besar pada wadah mud tadi.
Apalagi, pada waktu dulu belum ada alat pengukur yang begitu akurat.
Bahkan kecurigaan ini sudah diperdebatkan ulama pada abad ke-7, apalagi
pada masa sekarang.
Pada abad 7, sebagian ulama mencoba
mengkonversi ukuran mud dan sho' ke satuan berat agar ukurannya dapat
terjaga. Jika mud dan sho' dibuat ukuran volume dengan patokan wadah
akan rentan dengan perubahan. Ibn Rifah pada Abad ke-VIII pernah
melakukan penelitian di Mekkah dan di Mesir. Hasilnya, terdapat selisih
yang sangat jauh antara dua mud tersebut, terpaut 387 gr.
Tidak
sedikit juga para ilmuwan yang masih meragukan validitas sanad yang
bersambung kepada para sahabat. Hal itu dikarenakan ada salah satu Rawi
yang tidak diketahui profilnya dan bahkan ada sebagian rawi yang namanya
mirip dengan Imam Ahmad bin Hanbal. Padahal Ahmad bin Hanbal yang
disebut dalam sanad bukanlah imam Ahmad bin Hanbal seorang imam madzhab
Hanbali.
Terus pendapat mana yang diambil?
Apabila ada pertentangan mengenai ukuran atau jumlah yang tidak pasti, sebagian ulama menggunakan beberapa kaidah
Caranya adalah mengompromikan semua kadar itu dengan dibuat rata-rata.
Volume rata-rata sho' yang bersanad = 3102,6 ml
Volume rata-rata sho' dengan kedua telapak tangan = 2,512 ml
Volume rata-rata sho' dengan biji-bijian = 2,560
Karena
selisih antara rata-rata sho' yang bersanad dengan metode lain sangat
jauh, maka metode tersebut tidak perhitungkan dahulu. Sementara metode
yang dianggap valid adalah 2 dan 3. Rata-rata kedua volume sho' tersebut
adalah 2.536 ml (satu mud 634 ml) .
Untuk itu, kami gunakan
ukuran 2.536 ml yang akan kami gunakan untuk mengukur beras yang
biasanya ditunaikan sebagai zakat fitrah. Di sini saya akan menggunakan
beras tipe IR yang memiliki ukurannya sedang dan baik kualitasnya.
Setelah menggunakan wadah yang berukuran 1 liter, ternyata berat beras
dalam wadah tersebut berukuran 922 gr.
---------------------------------
Jika
ukuran yang diambil 2.536 ml adalah ukuran sho' syar'i, maka zakat
fitrah dengan menggunakan beras adalah 2.338 gr /2,338 kg.
----------------------------------
Jika
anda ingin membuat wadah ukuran mud yang volumenya 634 ml, buatlah
kotak dengan panjang dan lebar : 10 cm, dan tinggi 6.34 cm.
Berat
ini adalah hasil kompromi dari beberapa volume mud lain yang berbeda
ukurannya. Saya sendiri temukan mud yang kebetulan ada di kantor Ma'had
Aly Sukorejo Situbondo dan setelah saya timbang berat satu mud hanya 513
gr (1 sha' = 2,052 kg). Saya menggunakan metode kedua, yaitu kedua
telapak tangan, beras yang ada di tangan saya tidak sampai 400 gr, pdhl
cakupan tangan saya cukup lebar.
Ukuran beras tipe Ir memang agak
ringan dari biji-biji lainnya seperti gandum, kurma, jelai atau biji
lainnya. Wadah sho' lain dengan ukuran 2.380 ml menghasilkan berat,
2,2 kg untuk beras, 2,8 kg untuk gandum, dan 2,5 kg untuk kurma.
Walhasil,
penentuan berat zakat fitrah dengan beras memang masih menjadi
perdebatan sampai sekarang. Zakat fitrah beras dengan berat 2,4 kg
kemudian dibulatkan menjadi 2,5 kg itu merupakan hasil kompromi dari
beberapa ukuran sho' yang ada.
Jika ada yang bilang, zakat fitrah itu
2,7 kg kemudian dibulatkan menjadi 3 kg itu juga memiliki dasar.
Tidak
boleh mengklaim bahwa berat ini lebih benar dari yang lain, kullun
muhtamalun. Oh ya, Jika anda kebetulan ziarah ke makam Sunan Derajat,
sempatkanlah mampir museum. Anda nanti akan melihat satu sho' yang dulu
digunakan untuk membayar zakat.
Saya coba Tanya kepada penjaga museumnya
mengenai volumenya. Ia tidak tahu, namun katanya sih jika anda gunakan
beras, beratnya mencapai 2,4 kg. Wallahu a'lam.
Ringkasan Risalah Ma'had Aly Mahalah Ula tahun 2010
No comments:
Post a Comment